MONITOR, Tangerang Selatan – Integrasi ilmu yang dikembangkan oleh perguruan tinggi keagamaan Islam bukanlah dimaknai dengan islamisasi ilmu atau ayatisasi terhadap ilmu pengetahuan. Akan tetapi, lebih dimaknai dengan membangun relasi yang harmonis antara Islam dan ilmu pengetahuan sehingga melahirkan cara pandang terhadap ilmu yang terbuka dan menghormati keberadaan jenis-jenis ilmu secara proporsional, dengan tidak meninggalkan sifat kritisnya.
Demikian salah satu hasil seminar yang disampaikan oleh Ketua Panitia, Suwendi, pada penutupan Seminar Nasional “Memajukan Studi Islam Interdisiplin: Tren Terkini, Kontribusi, dan Prospek”, yang diselenggarakan oleh Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta, 24-25 April 2024 di Ciputat, Tangerang Selatan.
Seminar yang menghadirkan narasumber M. Atho Mudzhar, guru besar Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Husni Rahim, guru Besar Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Syafiq Hasyim, dosen Universitas Islam Internasional Indonesia. Selain itu, didiskusikan juga 90 makalah yang dihadiri secara blended oleh 109 peserta dari 10 perguruan tinggi di tanah air.
Menurut Suwendi, seminar ini berkontribusi dalam merevitalisasi ruang akademik atas kebijakan transformasi kelembagaan perguruan tinggi keagamaan Islam yang telah memasuki usia lebih dari 22 tahun. “UIN Jakarta sebagai institusi yang pertama kali berubah dari IAIN pada tahun 2002, memiliki tanggung jawab akademik untuk memperkuat peran-peran strategis ini”, ungkap Suwendi.
Seminar ini menegaskan bahwa studi Islam interdisipliner sebagai pendekatan integrasi ilmu diharapkan dapat menghasilkan pemahaman lebih mendalam tentang Islam, bukan untuk melakukan pendangkalan pemahaman. Oleh karenanya, seminar ini merekomendasikan beberapa langkah dalam mengintegrasikan ilmu umum dan ilmu agama Islam, yaitu: 1) meluruskan filsafat dan tujuan ilmu, 2) mengembangkan dan memperkaya teori, 3) memberikan nilai keislaman dalam penerapan ilmu, 4) menemukan titik temu dengan al-Qur’an dan Hadis, serta 5) memperlakukan ayat al-Qur’an dan Hadis sebagai sumber inspirasi dan rujukan.
Dalam seminar ini juga menemukan bahwa pendidikan Islam merupakan pintu perubahan nasib sehingga telah membuka jalur mobilitas vertikal masyarakat dan kaum santri. Setidaknya, terdapat 2 identitas pendidikan Islam. Pertama, identitas kelembagaan yang terdiri atas nilai-nilai islami, populis, beragam, dan berkualitas. Kedua, identitas penyelenggaraan, yakni pendidikan yang berbasis komunitas dan menggunakan manajemen berbasis sekolah. Dengan kedua identitas ini, pendidikan Islam mampu berjuang menampilkan keunggulannya dalam menghadapi tantangan ke depan.
Seminar nasional ditutup secara resmi oleh Wakil Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta, Yusuf Rahman. Dalam sambutannya, guru besar Ilmu Pemikiran Islam UIN Jakarta ini menyebutkan bahwa Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta menjadi institusi yang selalu membuka ruang akademik yang melahirkan gagasan-gagasan integrasi, interkoneksi, dan interdisiplin antar disiplin ilmu-ilmu keislaman dengan ilmu-ilmu lainnya. “Gagasan-gagasan besar yang diharapkan terus berkontribusi terhadap reputasi akademik secara global’, pungkas Yusuf Rahman.