MONITOR, Jakarta – Menteri Pertahanan yang juga bakal capres Partai Gerindra Prabowo Subianto berbicara soal sejarah pemberontakan yang terjadi di Indonesia saat menghadiri Rakernas APEKSI di Makassar, Sulawesi Selatan.
Dalam kesempatan itu, Prabowo menyebut organisasi Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) Permesta yang pernah didukung oleh orang tuanya, Soemitro Djojohadikusumo.
Awalnya, Prabowo menyampaikan bahwa pembangunan bangsa itu bukan dilaksanakan per lima atau sepuluh tahun. Dia menyebut pembangunan bangsa dilakukan setiap generasi.
Prabowo lanjut menceritakan Indonesia belum berdaulat saat mendeklarasikan kemerdekaan pada tahun 1945 sehingga tidak bisa melakukan pembangunan. Sebab, kala itu Indonesia, kata dia masih perang. Kedaulatan baru diterima pada 31 Desember 1949.
Kemudian, Prabowo bercerita soal pemberontakan yang terjadi setelah Indonesia merdeka, seperti pemberontakan di Madiun, Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) hingga Negara Islam Indonesia.
“Coba lihat dengan seksama tanggal-tanggal itu, terus kita dihadapi persoalan-persoalan, perang saudara, PRRI Permesta, PGS, G 30,” ujar Prabowo saat berpidato.
“Jadi intinya saudara-saudara kalau kita jujur, kita baru mungkin pembangunan baru tahun 70-an,” ujarnya menambahkan.
Dalam kesempatan itu, Prabowo juga mengingatkan Indonesia harus waspada dengan tidak terlalu naif hingga ramah dengan pihak asing. Sebab, dia menyebut pihak asing memiliki karakter yang sama dengan Indonesia.
Adapun kaitannya PRRI Permesta dengan orang tua Prabowo adalah soal adanya laporan bahwa Soemitro terlibat dalam pemberontakan PRRI di Sumatra pada tahun 1958.
Keterlibatan Soemitro dengan PRRI bermula dari perbedaan pandangan dengan Soekarno. Soemitro yang saat ini menjabat menjadi menteri sangat pro dengan investasi asing.
Hal itu bertentangan dengan semangat nasionalisasi Soekarno dan pejabat negara kala itu. Hal itulah yang kemudian membuat Soemitro bergabung ke PRRI di Sumatra.
Peran Soemitro bagi PRRI cukup vital, yakni menggalang dana dan dukungan dari luar negeri.
Tak lama setelah itu, perintah penangkapan tokoh PRRI dilakukan. Namun, Soemitro diketahui berada di luar negeri. Dia baru kembali setelah Soeharto memerintah dan menjadikannya seorang menteri.