MONITOR – Dalam dunia dimana spionase terjadi di mana-mana, Artificial Intelligence, kampanye disinformasi yang canggih, dan aliran data yang berlipat ganda setiap dua tahun, badan intelijen perlu menanggapi peluang dan tantangan yang disajikan oleh teknologi baru dan ekosistem digital yang terus berubah.
“Sudah seharusnya intelijen negara mulai mengintegrasikan kemampuan digital pada seluruh misi yang dijalankan secara inovatif,” demikian disampaikan Ngasiman Djoyonegoro, pengamat intelijen, pertahanan dan keamanan dalam Soft Launching buku Intelijen Digital (edisi revisi).
Seringkali, dunia intelijen dipersepsikan sebagai sisi gelap dalam kehidupan bernegara dan pergaulan internasional. Tapi sesungguhnya intelijen adalah seni tentang kemungkinan atau probabilitas. Kesuksesan di dunia intelijen membutuhkan kreativitas, kecerdikan, tekad, dan optimisme. Simon, panggilan akrabnya, mengurai tentang kemungkinan di dunia siber dan digital dalam bukunya tersebut.
Rektor Institut Sains dan Teknologi Al-Kamal Jakarta (ISTA) tersebut membeberkan Intelijen di era transformasi digital adalah perpaduan multidisiplin: serangan dunia maya, keamanan digital, pengumpulan sumber terbuka, ilmu data, AI, dan teknologi informasi. Kesemuanya itu penting untuk meningkatkan sistem deteksi dini intelijen negara.
“Adalah penting mengintegrasikan operasi manusia, teknis, dan digital dalam skala besar, untuk melawan musuh secara cepat. Untuk mewujudkannya, intelijen negara dituntut untuk meningkatkan ketajaman digital seluruh SDM-nya,” kata Simon.
Menghadapi Pemilu 2024, berbagai momentum -seperti KTT ASEAN, bahkan sangat mungkin dijadikan sebagai ladang untuk melancarkan aksi gangguan dan ancaman terhadap Keamanan Nasional, seperti provokasi kebencian terhadap negara dan provokasi yang berpotensi menimbulkan perpecahan antar anak bangsa.
Inovasi intelijen digital diharapkan mampu mengantisipasi itu semua sebelum terjadi. Tantangan besarnya adalah bagaimana menggabungkan keahlian intelijen digital dengan kekuatan tradisional intelijen negara dalam teknologi dan sains.
Dalam lanskap digital, ledakan data di dunia spionase sangat besar dan saling terhubung satu sama lain. Belum lagi gempuran ancaman dunia maya yang kita hadapi dari pihak-pihak yang bermusuhan. “Bagaimana intelijen negara seharusnya merespon hal tersebut, itulah yang namanya intelijen digital,” kata Simon.
Ke depan, dengan ditopang SDM Intelijen unggul, berkarakter nasionalis, dan menguasai teknologi adalah kunci menuju Indonesia Emas 2045. Tentu saja dalam kerangka kerja intelijen untuk mewujudkan ketahanan nasional serta menjaga kepentingan nasional dan Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Dirgahayu Badan Intelijen Negara “Velox Et Exatus” ‘Setia Loyal Solid Semangat’.