MONITOR, Jakarta – Badan Pangan Nasional (Bapanas) baru-baru ini telah menugaskan Perum Bulog untuk segera melakukan impor beras di tengah panen raya padi sebesar 500 ribu ton dari total impor 2 juta ton. Kebijakan impor beras ini mendapat reaksi keras dari praktisi atau Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Nasional, Yadi Sofyan Noor karena Bapanas menggunakan data perkiraan produksi padi turun dalam mengambi langkah impor tersebut, bukan mengacu pada angka tetap.
Menurut Bapanas, merujuk data Kerangka Sampling Area (KSA) BPS produksi beras pada Februari 2023 sebesar 2,86 juta ton. Jumlah ini turun 820 ribu ton dibanding dengan estimasi periode sebelumnya. Penurunan ini disebabkan banjir dan gagal panen 31 ribu hektar.
“Dari data ini, terlihat jelas Bapanas salah membaca data. Ini terjadi gagal paham dengan menyebutkan terjadi penurunan produksi 820 ribu hektar pada Februari 2023 dibandingkan periode sebelumnya. Padahal ini membandingkan angka perkiraan dengan angka tetap. Jadi yang benar pakai angka tetap. Kalau membandingkan harus apple to apple misal antara angka tetap luas panen padi Februari 2023 dengan Februari 2022,” demikian dikatakan Yadi Sofyan Noor di Jakarta, Selasa (28/3/2023).
Yadi menegaskan salah membaca data dapat berakibat fatal dan keputusannya juga bisa fatal khususnya terhadap ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan petani. Angka tetap KSA BPS mencatat luas panen padi bulan Januari-Februari 2023 seluas 1,39 juta hektar lebih tinggi 153 ribu hektar Januari-Februari 2022 luas 1,23 juta hektar.
“Bagaimana dengan kondisi Maret-Mei 2023 ya data BPS masih angka perkiraan atau potensi panen jadi nanti saja setelah dirilis angka tetap baru dianalisis. Terpenting, jangan cari-cari alasan bahwa produksi turun sehingga perlu segera harus mengimpor beras. Seyogyanya simak dengan teliti angka BPS, angka resmi pemerintah sebagai tujuan bersama,” tegasnya.
Lebih jauh yadi menjelaskan angka potensi panen bulan Februari sebelumnya didasarkan pada Standing Crops Pertanaman Padi pada fase Generatif yang teramati pada bulan Januari 2023 yang diperkirakan sebesar 1,2 juta hektar yang menghasilkan angka perkiraan produksi beras sebanyak 3,68 juta ton. Selain itu, juga diperkirakan angka potensi panen untuk bulan Maret dan April 2023.
“Pada bulan Februari 2023, petugas melakukan pengamatan kembali di lapangan untuk memastikan luasan tanaman padi yang benar-benar di panen pada bulan Februari. Dari hasil amatan bulan Februari ini, diperoleh bahwa realisasi luasan panen padi bulan Februari yaitu sebesar 0,94 juta hektar yang lebih rendah dari perkiraan fase generatif pada bulan Januari 2023 yang diperkirakan menghasilkan produksi beras sebanyak 2,86 juta ton,” terangnya.
Ia menambahkan penurunan luas panen padi bulan Februari yang lebih rendah dari perkiraan sebelumnya dikarenakan tanam padi yang tidak serentak dilakukan oleh para petani selain juga karena penggunaan varitas padi yang berbeda yang menyebabkan umur padi yang berbeda atau lebih lama sehingga ini akan dipanen pada bulan Maret atau April 2023. Potensi panen padi bulan Maret menjadi lebih tinggi yaitu dari 1,705 juta hektar, menghasilkan beras 5,27 juta ton menjadi 1,736 juta hektar dengan produksi 5,38 juta ton beras dan pada bulan April naik dari 1,153 juta hektar dengan produksi 3,51 juta ton beras menjadi 1,244 juta hektar dengan produksi 3,80 juta ton beras.
“Sehingga ini yang menyebabkan terjadinya penurunan perkiraan luas panen bulan Februari tetapi akan membawa kenaikan perkiraan luas panen pada bulan Maret dan April 2023 dari hasil perkiraan bulan Januari 2023 yang lalu. Selain itu, pada bulan Februari juga terjadi banjir di sebagian wilayah Indonesia yang juga sebagian bisa berpotensi menyumbang gagal panen, selain karena puso juga yaitu sebesar 9 ribu hektar,” tutur Yadi.