Sabtu, 23 November, 2024

Kata Akademisi Untirta dan Praktisi Hukum soal ‘Polisi Sipil Idaman Masyarakat’

MONITOR, Serang – Berbagai persoalan yang menarik perhatian masyarakat terkait Institusi Kepolisain belakangan dinilai menjadi momentum yang tepat bagi Kepolisian Republik Indonesia (Polri) untuk bertransformasi menelurkan “Polisi Sipil Idaman Masyarakat”, salah satu poin guna mencapai hal tersebut yakni menghadirkan polisi yang humanis.

Dosen Fakultas Hukum Untirta, Dr. Mohamad Noor Fajar Al Arif memaparkan, secara teori polisi idaman masyarakat dapat merujuk pada Teori Penegakan Hukum oleh Friedman, dimana salah satunya membahas tentang struktur hukum. Menurutnya struktur hukum itu sendiri adalah penegak hukum, yang artinya individu penegak hukum itu sendiri.

“Polisi humanis itu yang seperti apa? secara filosofis sebetulnya sudah terjawab didalam Undang-Undang Kepolisian, bahwa terwujudnya masyarakat madani, yang adil, sejahtera dan beradab, berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sebetulnya sudah terjawab disana secara normatif,” papar Fajar dalam diskusi publik Polisi Sipil Idaman Masyarakat yang digelar di Serang, Banten, Minggu (13/11).

Lebih lanjut Fajar menjelaskan, dalam Pasal 13 UU Kepolisian dijelaskan tentang tugas dan wenang kepolisian yang pertama yakni memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. Hal itu menunjukkan bahwa secara empirik polisi harus terjun ke tengah masyarakat, meliputi bersosialisasi, bergaul dengan masyarakat, hal itu juga dapat pengurangi potensi tindak pidana di tengah masyarakat.

- Advertisement -

“Polisi adalah penegak hukum jalanan, yang disebut penegak hukum jalanan itu harus berbaur dengan masyarakat, harus bergabung, berkomunikasi dengan masyarakat. Jadi polisi yang sudah seperti itu maka sudah mendekati yang disebut dengan polisi humanis, atau ideal berdasarkan keinginan dari masyarakat,” tandasnya.

Fajar menekankan, faktor selanjutnya yakni penegakan hukum, dimana faktor penegakan hukum sendiri muncul di barisan kedua setelah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. Hal itu menunjukkan bahwa tugas yang paling utama dari kepolisian yakni terjun langsung ke masyarakat.

“Lalu tujuan polisi yang ketiga adalah pengayoman, melindungi dan juga sebagainya nah itu dilihat dari strukturnya, kalau misalkan kepolisian sudah melaksanakan minimal sudah disebut polisi yang humanis, secara normatif, kemudian penegakan hukum yang lain, yang lain ada substansi, kalau substansi ini kita berbicara tentang UU Kepolisian, UU kepolisian kita masih ada kelemahan yang harus diperbaiki ada kurang transparansi dan juga sebagainya,” tukasnya.

Senada dengan hal itu, Advokat dan Praktisi Hukum ASP Law Firm, Acep Saepudin menjelaskan salah satu indikator penegakan hukum yang utama adalah penegak hukumnya sendiri, dimana ketika aturan hukum sudah benar namun dijalankan oleh penegak hukum yang menurutnya kurang benar, maka akan berujung pada ketidak benaran dari sisi penegakan hukum.

“Salah satu indikator penegakan hukum memang penegak hukummnya sendiri, sementara ketika aturan hukum sudah benar tapi kemudian penegak hukumnya kurang benar ya pasti endingnya tidak benar juga,” tuturnya.

Untuk itu, Acep mengamini bahwa penegak hukum harus lebih dekat dengan masyarakat, khususnya masyarakat kalangan bawah yang kebanyakan dari mereka kesulitan dalam mengatasi persoalan hukum. “Makanya kadang-kadang kita agak miris juga ketika misalkan masyarakat-masyarakat dari golongan menengah kebawah mereka punya permasalahan hukum kemudian datang ke kepolisian untuk tujuan mencari solusi ternyata malah mereka merasa lebih rumit,” tandasnya.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER