MONITOR, Jakarta – Kementerian Pertanian terus berupaya mengedukasi para milenial melalui kegiatan kegiatan dan pelatihan atau bimtek baik melalui offline maupun daring. Salah satu hal yang mendukung ketahanan pangan agar tetap terjaga diperlukan inovasi inovasi baru . Salah satu inovasi yang baru ini di temukan yaitu nutrisi biosaka yang di gagas dan di perkenalkan di Kabupaten Blitar. Melihat pengalaman warga Blitar yang sudah mengaplikasikan nutrisi biosaka sejak 3 tahun terkhir yang hasilnya cukup bagus,
Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Suwandi pada pembukaan kegiatan bmbingan teknis dan webinar yang di selenggarakan propaktani goes to campus bertempat di Universitas Sumatera Utara yang dilakukan secara hibrid dengan tema Ketahanan Pangan Sebagai Pondasi Pembangunan Daerah.
Lebih lanjut Suwandi menerangkan, biosaka terbuat dari rerumputan yang dicampur dengan air lalu dihancurkan, setelah itu dapat langsung diaplikasikan di lahan untuk semua jenis tanaman. Untuk pemilihan rumput, harus memakai rumput yang sehat yang tidak tercampur bahan kimia dan harus diketahui masa pertumbuhan rumput berada di fase vegetatif atau generatif.
“Biosaka ini terbuat dari rerumputan yang dicampur air lalu dihancurkan dengan tangan,” terangnya. Suwandi menerangkan biosaka memiliki manfaat yang banyak yaitu dapat menekan biaya produksi, mengurangi hama penyakit sehingga hasil panen lebih bagus, tanah menjadi lebih subur, harga hasil panen menjadi bagus, dan membuat petani mendapat untung yang besar “ ungkapnya. Lebih lanjut Suwandi berharap temuan petani patut kita apresiasi dan saat ini sedang dilakukan demplot ujicoba dan riset. Sehingga inovasi biosaka itu mesti scientific based. “ Ini biosaka bukan produk dijual di toko toko tapi bisa dibuat petani sendiri dari bahan di sekitarya” tambah Suwandi. Sesuai dengan arahan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo yang memerintahkan jajajrannya untuk terus melakukan inovasi inovasi serta mengawal dan mendukung agar pembangunan sektor pertanian terus maju, mandiri dan modern.
Selanjutnya Rektor USU Muryanto Amin menyambut baik dengan ada terobosan inovasi yang sedang dikembangkan. Tentunya hal ini diharapkan bisa mensolusi para petani mengeluarkan biaya produksi pertanian yang paling murah karena bahan-bahan ini sangat alami dan mudah dicari. Selanjutnya Muryanto juga menerangkan lebih jauh tentang ketahanan pangan. “Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau”.
Lebih lanjut menurutnya ada empat komponen yang harus dipenuhi untuk mencapai kondisi ketahanan pangan yaitu: kecukupan ketersediaan pangan, stabilitas ketersediaan pangan tanpa fluktuasi dari musim ke musim atau dari tahun ke tahun, aksesibilitas/keterjangkauan terhadap pangan dan kualitas/keamanan pangan.
Tavi Supriana yang merupakan Dosen Fakultas Pertanian USU pun memberikan paparan. Dalam paparannya ia lebih mengedepankan inovasi-inovasi yang harus dilakukan demi menjaga ketahanan pangan. Salah satu inovasi yang ada adalah adanya pembuatan tepung mocaf yang dilakukan oleh mahasiswanya. “Lewat pemberdayaan pembuatan tepung mocaf ini, kita juga dapat membantu ketahanan pangan dengan diversifikasi pangan” ujarnya.
Pada kesempatan itu hadir pula Duta Milenial Pertanian yang mewakili anak muda dalam bidang pertanian M Dava mengatakan bahwa “Kita harus bisa mengubah mindset bahwa pangan bukan beras saja. Karena masih banyak pangan lokal lainnya yang dapat kita makan demi menjaga ketahanan pangan dan diversifikasi pangan lokal” kata Dava.
Pada kesempatan yang sama Ketua HKTI Sumut dan Pemuda Tani Sumut, Gus Irawan dan Fadly Abdina keduanya bersepakat bahwa yang terpenting dalam menjaga ketahanan pangan adalah kesejahteraan petani. “Ketersediaan pangan yang berkualitas akan sia-sia jika rakyat tidak mampu mengakses, baik disebabkan pendistribusian yang tidak merata, atau karena harganya tidak terjangkau. Stabilitas ketersediaan pangan tanpa fluktuasi juga hanyalah mimpi, jika tidak ada koordinasi lintas sektoral di pemerintah serta melibatkan pelaku utama, yakni para petani pemulia tanaman pangan” ujar Gus Irawan.