MONITOR, Jakarta – Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) terus mengedukasi masyarakat terkait upaya pencegahan korupsi, kolusi, nepotisme, intoleransi, kekerasan seksual, dan perundungan melalui berbagai kegiatan menarik. Salah satunya adalah dengan meluncurkan Rumah Cegah yang berlangsung di halaman kantor Itjen Kemendikbudristek, Jakarta.
Rumah Cegah berfungsi untuk melayani masyarakat yang membutuhkan informasi seputar kegiatan Itjen Kemendikbudristek. Bangunan satu lantai berwarna putih bergaya indische ini tampak mencolok di tengah deretan gedung pencakar langit di Jalan Jenderal Sudirman. Desain yang lahir dari kebudayaan lokal dan pendatang tersebut sengaja dipilih untuk menarik minat pengunjung.
“Berawal dari pengamatan atas banyaknya gedung pencakar langit di sepanjang Jalan Sudirman – Thamrin yang tak mencerminkan ciri khas keindonesiaan, maka muncul gagasan untuk merombak Pos Keamanan Itjen menjadi bangunan yang dapat merefleksikan pendidikan dan kebudayaan,” jelas Inspektur Jenderal (Irjen) Kemendikbudristek, Chatarina Muliana Girsang dalam arahannya, Senin (25/4).
“Perpaduan antara arsitektur Eropa/Belanda dan rumah tradisional ini tampak pada ornamen kayu yang sering kita jumpai pada rumah berbagai etnis di Indonesia. Warna putih melambangkan birokrasi bersih dan melayani, sehingga tempat ini dapat digunakan untuk sarana informasi, pameran, diskusi, bahkan bisa untuk melepas penat dan berfoto, karena salah satu tujuannya dibangun adalah untuk menarik minat masyarakat untuk berkunjung,” lanjut Irjen Chatarina.
Sekretaris Itjen (Sesitjen) Kemendikbudristek, Subiyantoro menjelaskan, gedung mungil bernama Rumah Cegah itu merupakan bentuk elaborasi dari fungsi pos keamanan. “Sebagai simbol penangkal korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta mencegah intoleransi, kekerasan seksual, dan perundungan di lingkungan Kemdikbudristek,” paparnya. Ia berharap, Rumah Cegah dapat bermanfaat semaksimal mungkin oleh masyarakat sejalan dengan semangat Merdeka Belajar.
Bertempat di lokasi yang sama, Itjen Kemendikbudristek juga membuka pameran tunggal lukisan Abbas Alibasyah yang difasilitasi dari Galeri Nasional. Ke depan, untuk menarik kunjungan masyarakat, secara berkala, akan dilakukan pameran di bangunan Rumah Cegah. Pameran perdana kali ini menampilkan lukisan reproduksi karya Abbas Alibasyah dari koleksi Galeri Nasional. Pemilihan Abbas Alibasyah sebagai pelukis pertama yang karyanya ditampilkan bukannya tanpa alasan. Abbas Alibasyah adalah mantan Inspektur Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yang mengawali karir sebagai pelukis dan kemudian menjadi pendidik.
Pada kesempatan ini, sebanyak delapan lukisan dipamerkan. Lukisan bermedia kanvas ini dibuat dalam kurun waktu 1969 hingga 1991. Abas Alibasyah (1928-2016) sendiri lahir di Purwakarta dengan nama Alibasyah Natapriyatna. Ia bergabung dengan Keimin Bunka Shidoso di Bandung dan Sanggar Pelukis Rakyat di Yogyakarta. Abas Alibasyah menempuh studi di Akademi Seni Rupa Indonesia/ASRI (1950-1956) dan studi ke Belanda (1968).
Karyanya mendapatkan pengaruh dari Barli Sasmitawinata, Affandi, Hendra Gunawan, dan Sudjana Kerton. Karya-karyanya bergaya realistik, surealistik, hingga abstrak yang mengolah bentuk-bentuk patung etnis. Ia pernah melakukan pameran di Australia, Prancis, dan negara lainnya.
Di penghujung acara, Irjen Chatarina melakukan pemotongan pita di pintu masuk Rumah Cegah, yang menandakan pintu bangunan ini resmi terbuka bagi masyarakat. Selain itu, ia juga menandatangani prasasti peresmian gedung yang dilanjutkan dengan tur mengelilingi bagian dalam bangunan dan pameran lukisan Abbas Alibasyah.
Turut hadir, Kepala Biro Umum dan Pengadaan Barang dan Jasa, Sekretariat Jenderal; Sekretaris Direktorat Jenderal Kebudayaan; Kepala Galeri Nasional, Direktur Komersial Sucofindo, Deputi Bidang Penerapan Standar dan Penilaian Kesesuaian Badan Standardisasi Nasional, serta para Inspektur di lingkungan Kemendikbudristek.