MONITOR, Jakarta – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Kebudayaan DKI Jakarta menerbitkan Surat Rekomendasi Pemugaran Gedung Indoor Multifunction Stadium (IMS) di Kawasan Situs Cagar Budaya Kompleks Gelora Bung Karno (GBK) Jakarta Pusat.
Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Iwan Henry Wardhana, mengatakan surat rekomendasi tersebut diterbitkan atas permohonan pengelola Kompleks GBK dan rencana pembangunan gedung telah melalui proses sidang bersama Tim Sidang Pemugaran Provinsi DKI Jakarta.
“Melalui berbagai masukan dan saran dalam sidang dari para ahli yang memiliki kompetensi di bidang pelestarian, kami mengupayakan desain akhir Gedung IMS GBK yang dirancang dapat tetap sesuai dengan bangunan cagar budaya pada kawasan tersebut,” ujar Iwan di Kantor Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (8/1/2022).
Kata Iwan, pemugaran ditujukan untuk memenuhi kebutuhan ruang dalam memfasilitasi kegiatan olahraga cabang bola basket. Selain itu, sebagai upaya pelindungan bagi bangunan-bangunan Cagar Budaya, agar setiap proses pemugaran dan pengembangannya tetap sesuai dengan kaidah-kaidah pelestarian.
Dijelaskannya, pembangunan Gedung IMS ini dirancang oleh arsitek Ir. Widharko dengan konsep desain terinspirasi dari kerajinan tangan anyaman keranjang, yang merupakan sebuah produk seni budaya Indonesia yang erat dengan aspek kehidupan bangsanya.
Prinsip anyaman yang saling bertumpang dan bertumpuk diabstraksikan menjadi bentuk massa bangunan berlapis dengan variasi pola yang unik, merepresentasikan ‘spirit of craftsmanship’. Di sini, konteks menjadi pertimbangan utama dalam proses desain agar dapat menjadi selaras dengan sekitarnya.
Rencananya, Gedung IMS akan dibangun di barat laut Kawasan Situs Cagar Budaya Kompleks Gelora Bung Karno atau di timur Gedung Hall A Basket. Pembangunan ini merupakan proyek stadion multifungsi yang dirancang dengan standar internasional melalui pendekatan ‘sikap’ yang mengadaptasi bahasa arsitektur sekitar.
“Sebagai bangunan dengan fungsi baru pada kawasan tersebut, Gedung IMS GBK diharapkan dapat menjadi ruang publik yang baru untuk memenuhi kebutuhan fungsi dan sekaligus dapat menikmati eksistensi kawasan yang bersejarah serta bernilai tinggi tanpa mengurangi rasa hormat terhadap sekitarnya,” jelasnya.
Sebagaimana diketahui, Kompleks GBK telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya sesuai dengan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 475 Tahun 1993 tentang Penetapan Bangunan-Bangunan Bersejarah di Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Sejarah Kawasan Situs Cagar Budaya Kompleks Gelora Bung Karno dimulai ketika Indonesia ditetapkan sebagai tuan rumah Asian Games ke-4 yang diselenggarakan pada tahun 1962. Pembangunan tersebut dilandasi keinginan Bung Karno untuk menjadikan Jakarta sebagai mercusuar dari negara-negara berkembang. Pada saat itu, Jakarta belum memiliki kompleks olahraga yang baik untuk dapat digunakan sebagai tempat penyelenggaraan olahraga.
Mulanya, lokasi yang dipilih sebagai kompleks sarana olahraga baru di Jakarta berada di daerah Bendungan Hilir. Namun, rencana tersebut tidak disetujui oleh Gubernur Soemarno. Presiden Soekarno mempunyai gagasan agar pembangunan sarana olahraga ini tidak jauh dari pusat kota. Soekarno bersama dengan Frederich Silaban mencari lokasi dan menetapkan Senayan sebagai lokasi yang akan dibangun kompleks olahraga. Dahulunya, Senayan adalah area perkebunan dan permukiman warga yang akhirnya direlokasi dan dipindahkan ke daerah Tebet.
Pembangunan kompleks olahraga GBK dimulai pada 8 Februari 1960 yang ditandai dengan memancangkan tiang pertama pembangunan Stadion Utama Senayan oleh Soekarno. Indonesia mendapatkan bantuan pinjaman dari Uni Soviet sekitar 12, 5 juta dollar.
Selain itu, Uni Soviet juga membantu dengan mengirimkan para arsiteknya dan bahan-bahan bangunan. Arsitek-arsitek dari negara lain, seperti Jerman, Hongaria, Swiss, Perancis, dan Jepang juga ikut membantu. Bangunan yang dibangun pada Kompleks Gelora Bung Karno yaitu:
- Istora Senayan, 20 Mei 1961,
- Stadion Renang, Desember 1961,
- Stadion Tenis, akhir Desember 1961,
- Stadion Atletik, Mei 1962,
- Perkampungan Atlet, Mei 1962, dan
- Stadion Utama, 24 Agustus 1962.
Rancangan awal kawasan GBK menerapkan prinsip ‘cardinal points’, di mana Stadion Utama GBK adalah titik pertemuan dari delapan poros utama yang menghubungan berbagai stadion/sarana olahraga di Kawasan tersebut.
Pembangunan Stadion Utama GBK, dirancang oleh Frederich Silaban dan hasil berkolaborasi dengan engineer dari Uni Soviet untuk mewujudkan stadion dengan rancangan atap ‘Temu Gelang’. Bidang atap selebar 65 meter memutar hingga bertemu satu sama lain membentuk lingkaran raksasa berupa gelang adalah salah salah satu bentuk atap yang termahsyur pada jamannya. Manifestasi ambisi Soekarno untuk hal harkat dan martabat bangsa Indonesia, bagian dari ‘Nation and Character Building’. Bangku stadion ini menggunakan bahan kayu jati yang mampu menampung 100 ribu penonton.