Sabtu, 23 November, 2024

Cegah Penyebaran OPT Antar Pulau, Kementan Perketat Pengawasan Peredaran Benih

MONITOR, Jakarta – Benih merupakan bagian tanaman yang sangat penting. Kualitas benih tidak hanya diukur dari daya tumbuh dan produksinya, namun juga dari kondisi kesehatannya. Benih yang tidak sehat dapat menjadi penyebar Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) di suatu wilayah dan terbawa ke wilayah lainnya, sehingga perlu pengelolaan resiko, diantaranya melalui pemeriksaan atau perlakuan.

Tarkus Suganda, Tenaga Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, menjelaskan bahwa dalam pengendalian terpadu patogen benih harus memperhatikan lokasi penanaman, varietas resisten, pengelolaan tanaman, panen, sortasi, perlakuan benih, sertifikasi, serta karantina.

“Prinsip karantina tumbuhan, mencegah menyebarnya OPT Karantina dari suatu area ke area lain di dalam wilayah Indonesia. Sebaran OPTK didasarkan pada analisis resiko dan hasil pemantauan, serta media pembawa dipastikan kesehatannya sejak dari area asal.”, demikan disampaikan Abdul Rahman, Koordinator Bidang Benih, Pusat Karantina Tumbuhan dan Keamanan Hayati Nabati.

Sesuai UU Nomor 22 Tahun 2019 bahwa perlindungan tanaman pangan mencakup 2 ruang lingkup, yaitu perlindungan terhadap organisme pengganggu tanaman dan perlindungan tanaman pangan terkait dengan mitigasi dampak perubahan iklim. Keduanya berpotensi mengurangi hasil panen.

- Advertisement -

Direktur Perlindungan Tanaman Pangan, Takdir Mulyadi, dalam Webinar dengan tema Pengawasan Peredaran Benih Antar Pulau untuk Mencegah Terbawanya Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) pada Senin (2/8), menyampaikan, “Khusus untuk pengendalian OPT sesuai dengan UU ini, sudah mengarah kepada Pengendalian Hama Terpadu (PHT), yaitu pengendalian yang memprioritaskan teknologi ramah lingkungan melalui pendekatan pengelolaan agroekosistem spesifik lokasi,” ujarnya.

Takdir menambahkan, di beberapa kelompok petani, produksi Trichoderma sp. cukup efektif untuk menekan perkembangan sebagian besar patogen, baik cendawan, bakteri, maupun nematoda. Juga berfungsi meningkatkan pertumbuhan benih, dan meningkatkan daya kecambah, bahkan kebutuhan tanaman lainnya. Pendekatan PHT diarahkan pada penggunaan pestisida nabati.

Pengelolaan penyakit terbawa benih dengan konsep PHT, dilakukan dengan cara menggunakan teknik budidaya tanaman sehat, perlakuan benih menggunakan agen pengendali hayati dan bahan nabati, pemanfaatan bakteri seperti Bacillus megaterium untuk menurunkan serangan cendawan terbawa benih kedelai, pemanfaatan cendawan antagonis misalnya Trichoderma harzianum untuk menekan serangan Aspergillus sp., serta penggunaan ekstrak daun jarak untuk meningkatkan perkecambahan benih dan menurunkan penyakit busuk kecambah.

Sementara itu, Direktur Jenderal Tanaman Pangan Suwandi menyebut dalam sistem perbenihan terbagi menjadi tiga subsistem, yaitu subsistem produksi benih, mulai dari riset, pemulia, breeder seed, foundation seed, stock seed, dan extention seed.

Dia menyebutkan banyak pihak yang terlibat pada subsistem ini, termasuk BPSB, peneliti, pemulia, dan petani. Setelah proses produksi selesai, masuk tahap berikutnya yaitu subsistem distribusi dan peredarannya.

“Disini diperlukan uji mutu. Yang terakhir adalah subsistem pemanfaatan, yang berpedoman pada Good Agricultural Practices (GAP),” tuturnya.

Bahkan, pada kegiatan pengawasan peredaran benih, saat ini sudah diterapkan kontrol pengawasan benih dengan penggunaan QR-code/barcode, yang memuat identitas produsen, lokasi, serta tanggal kadaluarsa benih, yang dapat dilacak secara online. “Ini adalah inovasi yang dijalankan Kementan di era Syahrul Yasin Limpo,” pungkasnya.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER