MONITOR, Jakarta – Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menargetkan pembentukan Holding BUMN Industri Pertahanan pada tahun 2021 ini. Tujuan holding ini, supaya lebih fokus dan kolaboratif dalam memenuhi kebutuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan (Alpalhankam) Nasional.
“Konsepsi pengembangan industri strategis, termasuk industri pertahanan harus diubah, dilakukan revitalisasi. Dan harus menjadi pondasi dari pengembangan kekuatan Indonesia ke depan terutama kekuatan militer,” kata Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah dalam keterangannya, Sabtu (12/6/2021).
Hal itu disampaikan Fahri dalam Gelora Talk ‘BUMN, Apa Masalah dan Solusinya? pada Kamis (10/6/2021) lalu, yang dihadiri Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga dan Komisaris PT Garuda Indonesia Peter F Gontha.
Menurut dia, konsepsi pengembangan industri pertahanan yang dimaksud adalah terkait ‘konsepsi maritim baru’ atau Poros Maritim seperti yang digagas oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Kekuatan negara lain adalah di daratan, sementara variabel kita adalah lautan. Kita ini negara air gitu, Indonesia mengikuti komposisi bumi 75 persen adalah air. Jadi Indonesia harus menjadi kekuatan maritim dunia,” kata Fahri.
Fahri mengungkapkan, kekuatan maritim dunia saat ini diduduki Rusia. Padahal dalam sejarahnya, sejak era Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit, Indonesia yang waktu itu masih disebut sebagai Nusantara dikenal sebagai ‘Raja Laut’ yang ditakuti dan disegani negara lain.
Namun disayangkan, Indonesia kini jangankan menjadi ‘Raja Laut’, menjaga kekayaan lautnya saja tidak bisa. Kekayaaan laut dan hasil lautnya, termasuk mineral lautnya justru ‘dirampok’ negara lain, tanpa bisa dicegah.
“Sriwijaya dulu adalah pengontrol Selat Malaka yang ketika itu bernama Nusantara. Nusantara ini adalah pulau-pulau yang dikelilingi laut. Sehingga konsepsi maritim harus diperkuat dalam pengembangan industri pertahanan,” katanya.
Karena itu, Fahri berharap dalam pengembangan industri pertahanan, tidak terfokus pada pemenuhan kebutuhan peralatan militer darat saja, tetapi pemenuhan kekuatan militer maritim.
“Industri pertahanan kita harus bisa memproduksi kapal-kapal perang canggih, termasuk kapal selam. Tenggelamnya KRI Nanggala 402 harus jadi momentum untuk bisa membuat kapal selam sendiri,” katanya.
Wakil Ketua DPR Periode 2014-2019 ini menambahkan, disinilah perlunya pemerintah melakukan reorientasi atau pemikiran ulang mengenai posisi Indonesia sebagai negara paling besar di bidang maritim.
“Sekarang Rusia satu-satunya negara maritim, padahal di situ ada Indonesia. Ya kalau kita nggak bisa jadi negara maritim nomor satu, ya nomor dua. Intinya kekuatan maritim kita harus diperkuat, dan perlu ada elaborasi tentang strategi maritim,” pungkasnya.