MONITOR, Jakarta – Pemerintah berupaya mereformasi secara besar-besaran ekosistem berusaha di tanah air, khususnya untuk memacu investasi dan ekspor. Langkah strategisnya antara lain adalah dengan menciptakan iklim usaha yang kondusif dan memangkas regulasi yang menghambat.
”Hal tersebut sesuai dengan instruksi Bapak Presiden Joko Widodo. Untuk itu, diperlukan berbagai program dan implementasi kebijakan yang dapat menunjang upaya peningkatan investasi, perwujudan kinerja ekspor yang tinggi, dengan disertai kebijakan upaya peningkatan daya tahan dan daya saing industri dalam negeri,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Senin (7/6).
Menurut Menperin, daya saing sektor industri, termasuk pelaku industri kecil dan menengah (IKM) perlu ditingkatkan secara maksimal. Upaya tersebut antara lain ditempuh dengan dengan menggandeng IKM di seluruh Indonesia menjadi satu kesatuan yang kuat.
”Tujuannya untuk memenuhi permintaan order buyers, memperkuat kerja sama dengan perbankan dan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia untuk trade financing terhadap IKM, serta memperbanyak export coaching program,” tuturnya.
Lebih lanjut, Presiden juga meminta untuk segera mengimplementasikan perluasan ekspor ke negara- negara nontradisional, seperti Afrika, Asia Selatan, Eropa Timur, dan Amerika Selatan.
”Indonesia, menurut Bapak Presiden, tidak bisa terus menerus bertumpu pada Amerika Utara, Uni Eropa, dan Tiongkok,” ungkap Agus.
Kebijakan pro-investasi dan pro-ekspor tersebut perlu dibarengi dengan kebijakan peningkatan daya tahan dan daya saing industri dalam negeri.
”Oleh karena itu, sebagai upaya peningkatan daya tahan dan daya saing industri dalam negeri, Kementerian Perindustrian memandang perlu adanya kebijakan substitusi impor sebesar 35% pada tahun 2022,” tegas Menperin.
Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan dan Akses Industri Internasional (KPAII) Kemenperin, Eko SA Cahyanto menyampaikan, pihaknya telah menjalankan program strategis guna meningkatkan investasi, ekspor, serta daya tahan dan daya saing industri dalam negeri.
Menurut Eko, dalam upaya peningkatan ekosistem investasi, Kemenperin bersama stakeholders telah merumuskan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. Penerbitan PP 5/2021 ini merupakan turunan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
”Bentuk perizinan berusaha sebagaimana diatur dalam PP 5/2021 ditentukan berdasarkan tingkat risiko (risk based approach-RBA) untuk setiap bidang usaha (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia-KBLI Tahun 2020) dengan mempertimbangkan beberapa aspek di antaranya kesehatan, keselamatan, lingkungan, dan keterbatasan sumber daya,” jelasnya.
Kebijakan yang terkait kemudahan investasi selain dari perizinan berusaha berdasarkan RBA adalah Daftar Prioritas Investasi (DPI) sebagaimana diatur dalam Perpres 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha untuk Penanaman Modal.
”Selain itu, dalam upaya mendorong peningkatan investasi, Kemenperin menawarkan berbagai insentif fiskal dalam bentuk tax holiday, tax allowance, dan super deduction tax serta investment allowance,” sebut Eko.
Sementara itu, dalam kaitan dengan upaya mendorong ekspor pada sektor industri, Kemenperin merumuskan kebijakan agar bahan baku bagi industri pada umumnya dan industri berorientasi ekspor pada khususnya didapatkan secara sangat mudah.
”Kami memiliki unit kerja Direktorat Ketahanan dan Iklim Usaha Industri (KIUI), yang merupakan bagian dari tim perumus Penugasan Khusus Ekspor (PKE) dalam rangka penyediaan jasa keuangan berupa fasilitas pembiayaan ekspor, penjaminan ekspor dan asuransi ekspor untuk sektor industri,” ungkap Eko.
PKE ini dioperasikan oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Adapun fasilitas pembiayaan ekspor yang bisa dimanfaatkan oleh industri dalam negeri saat ini melalui PKE kepada LPEI, yakni untuk mendorong ekspor ke negara kawasan Afrika, Asia Selatan dan Timur Tengah, mendukung sektor usaha kecil dan menengah berorientasi ekspor, serta menyediakan fasilitas trade finace dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional.
”Direktorat KIUI juga melalukan perumusan kebijakan sampai pada pendampingan terhadap perusahaan-perusahaan industri yang mengalami hambatan ekspor melalui kebijakan Non-Tariff Measure (NTM),” imbuhnya.
Upaya sistematik juga dilakukan oleh Kemenperin untuk peningkatan kapasitas produksi dan ekspor yang salah satu caranya adalah melalui link and match dengan jejaring produksi global.
”Kedua hal, yakni peningkatan investasi dan upaya mendorong kinerja ekspor sektor industri harus dilengkapi dengan kebijakan peningkatan daya tahan dan daya saing industri dalam negeri,” ujar Eko.
Upaya paling strategis dalam hal ini adalah menjalakan program subtitusi impor sebesar 35% pada tahun 2022.
”Empat strategi yang perlu dijalankan dalam mendukung substitusi impor tersebut adalah melalui pendalaman struktur industri, kemandirian bahan baku dan produksi, dukungan melalui regulasi insentif yang pro peningkatan daya saing dan daya tahan industri dalam negeri, serta pengoptimalan program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN),” paparnya.