MONITOR, Jakarta – Kudeta pemimpin Myanmar, Aung San Suu Kyii, ditengah gejolak politik Myanmar menuai tanggapan dari masyarakat kawasan Asia Tenggara. Ketua DPP PKS Bidang Pembinaan dan Pengembangan Luar Negeri (BPPLN), Sukamta, juga turut menyoroti kudeta tersebut.
Sukamta mengaku prihatin sekaligus mengingatkan, bahwa setiap negara memiliki histori masing-masing soal hubungan antara sipil dengan militer.
“Kita pun punya dinamika hubungan sipil dan militer. Alhamdulillah sejak reformasi kita sudah pada tahap yang lebih baik. Karenanya, saya mengapresiasi sikap tanggap Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI yang mengeluarkan pernyataan imbauan kepada Myanmar agar masing-masing pihak menahan diri dan menyelesaikan semuanya dengan jalan terbaik,” tutur Sukamta, Selasa (2/2/2021).
Anggota Komisi I DPR RI ini menyatakan, pihaknya juga mendorong agar masing-masing pihak memperhatikan keselamatan semua warga negara di sana, terlebih kepada minoritas seperti etnis Rohingya. Ia menegaskan, imbauan tersebut jangan sebatas basa-basi atau omong belaka, melainkan pernyataan harapan agar tercipta demokratisasi dimanapun di Asia Tenggara, khususnya di Myanmar.
“Myanmar perlu belajar dari proses demokratisasi ini dari Indonesia,” tandas Sukamta.
Selain itu, ia berharap pemerintah mempunyai solusi jangka pendek dan jangka panjang. Adapun jangka pendek, pemerintah diminta memiliki langkah-langkah taktis untuk menjamin keselamatan WNI di Myanmar.
“Jangka panjangnya, perlu dipikirkan peran Indonesia sebagai leader tradisional ASEAN. Indonesia harus mampu mengayomi negara-negara anggota ASEAN. Namun, karena dalam Piagam ASEAN diatur soal prinsip non-interference, artinya ASEAN tidak bisa mencampuri urusan dalam negeri anggotanya. Ini ke depan perlu dipikirkan untuk ditinjau ulang. ASEAN belum punya gigi untuk menyelesaikan urusan-urusan seperti ini,” ujar anggota DPR RI dari Daerah Istimewa Yogyakarta ini.