Oleh : Neni Nur Hayati*
Transformasi pendidikan di sekolah adalah sebuah keniscayaan. Lembaga pendidikan membutuhkan tenaga pendidik yang mau bergerak untuk melakukan perubahan pembelajaran sesuai kebutuhan siswa. Tidak ada istilah anak tidak bisa. Semua peserta didik memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing dalam setiap bidang. Guru harus yakin bahwa setiap murid mempunyai keistimewaan tersendiri. Menciptakan fasilitas yang dapat mendukung sesuai potensi dan minat peserta didik menjadi tantangan nyata dalam mengimplentasikannya.
Guru yang mau berubah untuk bertransformasi, jika hanya sebuah kemauan maka tidaklah cukup. Dukungan dari para pemangku kebijakan adalah sebuah keharusan. Menjawab problematika ini, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim pada Juli 2020 lalu telah meluncurkan Merdeka Belajar Episode 5: Guru Penggerak. Arah program Guru Penggerak ini adalah pembibitan guru sebagai agen perubahan dan calon pemimpin masa depan di sekolah. Program ini tentu saja bukan sebatas identifikasi guru-guru yang mau bergerak untuk mentransformasi pendidikan, melainkan juga melatih dan pembinaan (Kompas, 3/7/2020).
Guru penggerak berarti mau melakukan perubahan bagi sekitarnya. Guru penggerak juga berarti membantu mencapai merdeka belajar kepada murid, seperti mandiri, bernalar kritis, gotong royong, dan berkebinekaan global. Guru penggerak lebih dari definisi guru baik yang selalu mendorong peningkatan prestasi murid, mengajar dengan kreatif, dan mengembangkan diri secara aktif. Guru penggerak berarti mau melakukan perubahan bagi sekitarnya.
Baik berstatus aparatur sipil negara maupun bukan, boleh mengikuti program Guru Penggerak. Hanya saja hal yang ditekankan, guru itu harus mempunyai motivasi, terpanggil, dan bertanggung jawab (Makarim, 2020). Ada tiga paket pelatihan dalam program Guru Penggerak. Paket pertama adalah paradigma dan visi guru penggerak dengan materi refleksi filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara. Paket kedua meliputi praktik pembelajaran yang berpihak kepada murid. Adapun paket ketiga adalah kepemimpinan pembelajaran (Syahril, 2020).
Guru Sebagai Ujung Tombak
Reformasi pendidikan berawal dan berakhir pada pendidik. Sebab, sukses atau tidaknya pendidikan yang akan datang bergantung guru. Apabila gurunya baik dan progressif, maka masa depan pendidikan menjadi semakin baik. Begitupun juga sebaliknya, apabila guru tidak berkualitas, maka jangan harap sistem pendidikan di Indonesia bisa bermutu. Guru juga tidak hanya sekedar baik dan berkualitas, tetapi juga mesti melakukan kemauan untuk berinovasi melakukan perubahan dalam pendidikan.
Hasil tes Program Asesmen Siswa Internasional (PISA) 2018 menunjukkan, kualitas pembelajaran di Indonesia masih rendah dan cenderung stagnan. Dengan skor 371 untuk literasi, 379 untuk numerasi (matematika), dan 396 untuk sains, Indonesia berada di peringkat ke-66 dari 76 negara yang mengikuti tes PISA (Kompas, 4/12/2019).
Hasil PISA tersebut menunjukkan, hasil belajar pendidikan dasar dan menengah kurang memadai. Sebanyak 70 persen siswa berada di bawah kompetensi minimum literasi, 71 persen siswa berada di bawah kompetensi minimum matematika, dan 60 persen siswa di bawah kompetensi minimum sains. Tentu saja hal ini menjadi evaluasi bersama khususnya para pemangku kepentingan di bidang pendidikan. Oleh karenanya, transformasi pendidikan melalui pembelajaran yang berpusat pada siswa serta pembelajaran yang relevan dan kontekstual dimaksudkan untuk mendorong siswa tumbuh dan berkembang secara menyeluruh.
Realisasi
Hasil pendidikan dasar dan menengah yang kurang memadai dari hasil PISA tersebut bukan hanya karena faktor kualitas guru. Pendidikan yang berkualitas juga membutuhkan dukungan infrastruktur sekolah, termasuk sarana dan prasarana yang memadai, serta politik yang berpihak pada pendidikan. Berdasarkan data Kemendikbud, lebih dari 50 persen gedung sekolah dalam kondisi rusak ringan dan lebih dari 20 persen sekolah tidak mempunyai perpustakaan yang produktif atau bisa menjadi sumber belajar-mengajar.
Padahal, kepemimpinan kepala sekolah merupakan kunci keberhasilan proses pendidikan di sekolah. Adapun sarana dan prasarana merupakan penunjang utamanya. Mendikbud dalam hal ini, telah merealisasi 153 sekolah yang direnovasi, 169 lembaga ruang kelas baru PAUD, 9 unit sekolah baru, 1.414 sekolah mendapatkan program UKS, 7.785 bantuan peralatan pendidikan, 410 lembaga yang mendapatkan alat permainan edukatif PAUD, 8.309 peningkatan kualitas pembelajaran PAUD, 2.895 lembaga peningkatan pembelajaran PAUD dan 2.895 siswa penerima program layanan khusus.
Selain itu, ada 500 bantuan sekolah inklusi, 564 lembaga PAUD yang memperoleh peningkatan kapasitas, 216.974 sekolah yang difasilitasi dan diverifikasi mutunya, 154.481 siswa yang mendapatkan bantuan pendidikan khusus, 17.083 penjamin mutu PAUD, 214.312 satuan pendidikan yang telah disupervisi dalam pencapaian SNP, 11.475 orang memenuhi SNP. Dukungan fasilitas sarana dan prasarana diwujudkan oleh Mendikbud sepanjang tahun 2020 tanpa basa basi dan hanya wacana belaka.
Tidak hanya itu, terdapat pula 33.873 yang mengikuti sertifikasi guru, 40.241 guru dan kepsek yang mendapatkan peningkatan kompetensi, 9.619 guru yang dinilai kompetensinya, rata-rata nilai kompetensi guru dan tenaga pendidik 34 provinsi penataan guru dan tenaga kependidikan. Tentu saja masih banyak lagi capaian yang telah berhasil direalisasikan oleh Mendikbud ti tingkat PAUD, TK, sekolah dasar, menengah sampai pada jenjang perguruan tinggi.
Atas capaian Mendikbud dalam memberikan dukungan yang berpihak pada pendidikan dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan patut diapresiasi. Diharapkan, dengan adanya program guru penggerak, 5-7 tahun ke depan kualitas pembelajaran dan kualitas sumber daya manusia yang dihasilkannya dapat meningkat.
Memasuki tahun 2021 program guru penggerak hendaknya bisa melakukan kolaborasi dengan gerak pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk mengatasi kekurangan-kekurangan dan hambatan yang terjadi. Jika semua bergerak dan bersinergi bersama, tidak ada yang tidak mungkin untuk menghasilkan sumber daya manusia berkualitas dan berdaya saing di era Industri 5.0 sebagaimana diamanatkan Presiden Joko Widodo.
*Penulis merupakan Direktur Eksekutif Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP), Pemerhati Pendidikan