MONITOR, Jakarta – Menko Polhukam, Mahfud MD, mengaku setuju jika lahan milik PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII di Megamendung, Bogor, Jawa Barat, digunakan untuk pesantren.
Hal itu diungkapkan Mahfud saat menanggapi polemik sengketa lahan antara PTPN VIII dengan Front Pembela Islam (FPI) selaku pengelola Pondok Pesantren Agrokultural Markaz Syariah yang berdiri di lahan yang dklaim milik PTPN VIII.
Mahfud menilai, jika memang untuk sarana pendidikan dalam hal ini pondok pesantren, maka sebaiknya lahan tersebut diserahkan saja kepada masyarakat dalam hal ini FPI dan ormas lainnya.
“Kalau saya sih berpikir gini, itu kan untuk keperluan pesantren, ya diteruskan ajalah untuk keperluan pesantren, tapi nanti yang ngurus misalnya Majelis Ulama, misalnya ya NU-Muhammadiyah gabung, gabunganlah, termasuk kalau mau ya FPI disitu bergabung ramai-ramai misalnya ya,” ungkapnya dalam diskusi bertajuk ‘Masalah Strategis Kebangsaan dan Solusinya’ yang digelar secara virtual, Jakarta, Minggu (27/12/2020).
Namun, Mahfud menyerahkan sepenuhnya hal itu kepada para pihak terkait untuk menyelesaikan segala permasalahan yang ada.
“Tapi saya tidak tahu solusinya karena itu urusan hukum pertanahan bukan urusan politik hukum, hukum dalam arti kasus yang keamanan itu, tetapi itu masalah hukum dalam arti Hukum Administrasinya itu kan ada di Pertanahan dan BUMN. Sehingga silakan aja apa kata hukum tentang itu semua,” ujarnya.
Sementara terkait hak kepemilikan lahan atau Hak Guna Usaha (HGU), Mahfud menyarankan agar semua pihak kembali kepada aturan soal pertanahan.
“Hukumnya seperti apa? Dulu belinya kepada siapa? belinya kepada petani?. Itu betul undang-undang hukum agraria mengatakan bahwa tanah jika sudut ditelantarkan 20 tahun dan digarap oleh petani atau seseorang tanpa dipersoalkan selama 20 tahun itu bisa dimintakan sertifikat,” katanya.
“Nah sekarang ya kita pastikan dulu petaninya apa betul sudah 20 tahun di situ?. Yang kedua HGU itu sebenarnya baru dimiliki secara resmi tahun 2008 sehingga kalau 2013 ketika tanah itu dibeli oleh Habib Rizieq itu sebenarnya belum 20 tahun digarap oleh petani kalau dihitung sejak per pemberiannya oleh negara, pengurusannya oleh negara terhadap PTPN VIII dan seterusnya, tapi mari kita selesaikan ini secara baik-baik,” ungkap Mahfud menambahkan.