MONITOR, Jakarta – Suku Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi (Sudinakertrans) dan Energi Jakarta Pusat (Jakpus) meminta manajemen PT Hikmat Makna Aksara (HMA) selaku penerbit Majalah Sindo Weekly untuk membayar terlebih dahulu uang pesangon kepada 17 karyawannya yang dimutasi.
Hal itu tertuang dalam Surat Nomor 2627/-1.835.3 Sudinakertrans dan Energi Jakpus tertanggal 6 November 2020. Dalam surat itu, Disnakertrans menyatakan bahwa mutasi pekerja itu hanya bisa dilakukan dalam satu perusahaan. Karena itu, Disnakertrans menyatakan, mutasi 17 karyawan Majalah Sindo Weekly ke PT Media Nusantara Dinamis atau MND (Sindonews) dan PT Media Nusantara Informasi atau MNI (Koran Sindo) tidak dapat dibenarkan.
“Apabila terjadi mutasi antarperusahaan, status hubungan kerjanya harus diakhiri terlebih dahulu,” tulis Disnakertrans Jakpus dalam surat tersebut.
Yosep Mario Richardo, salah satu dari 17 karyawan Sindo Weekly yang dimutasi mengungkapkan, kasus ini berawal dari pengumuman penghentian penerbitan Majalah Sindo Weekly pada 9 Maret 2020 oleh Direktur Utama PT HMA, Sururi Alfaruq.
Dalam pertemuan dengan sekitar 50 karyawan saat itu, menurut Yosep, manajemen PT HMA menyatakan memutuskan untuk menghentikan penerbitan Majalah Sindo Weekly dengan alasan keuangan.
“Tetapi manajemen PT HMA menolak disebut tutup atau bangkrut. Manajemen berdalih bahwa perusahaan hanya berhenti beroperasi. Manajemen juga menyatakan tidak akan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dengan memindahkan semua karyawan ke Koran Sindo dan Sindonews. Sebagai informasi, meskipun produk dan badan hukumnya berbeda, tetapi direksi HMA, MND dan MNI sama,” ungkapnya dalam keterangan tertulis, Jakarta, Rabu (18/11/2020).
Sekitar sebulan kemudian atau pertengahan April 2020, Yosep menyampaikan, manajemen PT HMA melalui HRD memanggil satu per satu 17 karyawan untuk menandatangani surat kesepakatan atau perjanjian.
“Kalimat dalam surat isinya seolah-seolah pekerja mengajukan diri untuk dirumahkan mulai 10 April sampai 10 Juli 2020. Surat itu tanpa kop resmi perusahaan. Kami jelas menolak,” ujarnya.
Tetapi, Yosep mengatakan, manajemen mengabaikan keberatan karyawan tersebut. Secara sepihak, menurut Yosep, 17 karyawan dirumahkan per 10 April 2020 tanpa digaji.
“Nama mereka dihapus dari sistem absensi sehingga tidak bisa melakukan absen meskipun setiap hari bekerja. Selama dirumahkan sepihak, 17 karyawan hanya mendapatkan gaji sekali untuk bulan April, itu pun cuma sepertiga gaji normal,” katanya.
Yosep mengungkapkan, pada Mei dan Juni 2020 sempat dilakukan pertemuan bipartit atas permintaan karyawan. Saat itu, menurut Yosep, karyawan menuntut agar gaji mereka diberikan 50 persen sesuai aturan ketenagakerjaan selama dirumahkan. Namun manajemen tetap menolak dan justru menginformasikan bahwa Tunjangan Hari Raya (THR) akan dibayarkan secara bertahap sebanyak empat kali, yaitu pada Mei, Juli, September dan Desember 2020.
“Menjelang akhir masa dirumahkan, yaitu awal bulan Juli, manajemen mengirimkan surat penempatan 17 karyawan Sindo Weekly sebagai tenaga sales melalui pesan whatsapp. Para pekerja diwajibkan kembali bekerja per 13 Juli 2020,” ungkapnya.
Yosep menuturkan, keputusan manajemen ini semakin membingungkan ke-17 karyawan karena rata-rata tidak punya latar belakang dan keahlian sebagai sales, juga tidak sesuai dengan surat perjanjian kerja. Manajemen juga menyatakan bahwa 17 karyawan tidak digaji penuh sebagai tim sales task force. Tak ingin nasib mereka terus terkatung-katung, ke-17 karyawan menuntut agar manajemen melakukan PHK dengan pemenuhan kewajiban sesuai UU Ketenagakerjaan.
“Kami menolak SK penugasan sebagai Sales Task Force. Perusahaan memaksa mempekerjakan kami di bidang yang tidak sesuai dengan perjanjian kerja. Kami meminta agar perusahaan menyelesaikan hubungan kerja ini sesuai dengan UU Ketenagakerjaan,” ujarnya.
Mona Ervita, dari LBH Pers selaku kuasa 17 karyawan Sindo Weekly itu mengatakan, tindakan manajemen Sindo Weekly memindahkan pekerja ke perusahaan yang berbeda badan hukum tanpa memberikan upah yang layak selama dirumahkan telah melanggar UU Ketenagakerjaan.
Menurut Mona, semua tindakan itu dilaksanakan secara sepihak tanpa ada kesepakatan dengan para pekerja.
Karena itu para pekerja berhak menuntut PHK sebagaimana ketentuan Pasal 169 ayat 1 huruf e juncto pasal 93 ayat 2 huruf f juncto Pasal 54 ayat 1 huruf d UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
“Rincian uang PHK itu, antara lain, pesangon sebesar dua kali ketentuan pada pasal 156 ayat 2, uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan Pasal 156 ayat 3 dan uang penggantian hak sesuai Pasal 156 ayat 4,” katanya.