MONITOR, Jakarta – Selama pandemi berlangsung, semua aktivitas masyarakat beralih dari konvensional atau tatap muka secara langsung menjadi virtual dengan memanfaatkan teknologi digital. Adaptasi baru ini juga dilakukan sektor pendidikan, dimana para siswa kini belajar secara online.
Namun ada upaya berbeda yang dilakukan komunitas X-Man yang anggotanya para profesional dari berbagai perusahaan asuransi jiwa. Menggelar diskusi virtual bertajuk Memutus Mata Rantai Putus Sekolah sebagai pengganti aktivitas belajar di sekolah, mereka memperkenalkan konsep taman baca masyarakat.
Penggagas diskusi, Patrick Atkins, mengatakan diskusi ini merupakan wujud partisipasi mereka dalam membangun kepedulian sosial. Didalamnya, terdapat semangat filantropi yang berbasis nilai-nilia kegotong-royongan dan kemanusiaan.
Sementara, Pendiri Taman Bacaan Masyarakat Lentera Pustaka, Syarifuddun Yunus, didapuk sebagai pembicara memaparkan upayanya dalam memutus mata rantai putus sekolah di kalangan anak-anak dan peran taman bacaan masyarakat yang didirikannya di Kampung Warung Loa, Desa Sukaluyu, Kecamatan Tamansari Bogor.
“Di tengah era digital saat ini, suka tidak suka, tradisi membaca anak semakin terpinggirkan. Di saat yang sama pula, kemiskinan pun masih terjadi sebab tingginya angka putus sekolah,” kata Syarifuddun Yunus.
Oleh karena itu, lanjutnya, aksi nyata kepedulian sosial untuk memutus mata rantai putus sekolah anak-anak di daerah atau di pelosok Indonesia harus terus digaungkan.
“Kalangan profesional dengan kapasitas yang dimiliki pun dapat ikut serta bergotong-royong untuk mendukung aktivitas sosial yang ada di tengah masyarakat,” harap Syarifuddun Yunus yang telah menghasilkan puluhan buku.
Dijelaskan pendiri TBM Lentera Pustaka ini, tujuan taman bacaan yang berdiri sejak 2017 itu untuk membangun tradisi baca dan budaya literasi di kalangan anak usia sekolah.
“Justru sangat berpengaruh besar karena anak-anak kampung praktis terkendala dengan pembelajaran jarak jauh dari sekolah. Taman bacaan malah jadi pilihan anak-anak membaca dan belajar,” katanya.
Pandemi Covid-19 tidak mengurangi semangat anak-anak untuk belajar di TBM Lentera Pustaka. Tentunya dengan disiplin menerapkan protokol kesehatan.
“Di TBM Lentera Pustaka tetap ramai dan menerapkan protokol kesehatan. Sangat antusias sebagai pengganti aktivitas belajar di sekolah yang dirumahkan,” tutur Syarif.
Taman bacaan yang terletak di Kaki Gunung Salak itu menyediakan beragam buku. Seperti buku bacaan anak usia sekolah, ensiklopedia, buku pengetahuan, sejarah, cerita rakyat dan sebagainya.
“Buku yang paling suka dibaca adalah akhlak dan cerita rakyat. Mungkin sesuai dengan kondisi anak-anak daerah di Kaki Gunung Salak Bogor,” kata Syarif.
Syarif mengungkapkan bahwa saat ini sudah ada 3800 koleksi buku dan 95 persen adalah donasi dari rekan-rekannya dan donatur.
Kegiatan lain yang dilakukan TBM Lentera Pustaka seperti Gerakan Berantas Buta Aksara (Geberbura) yakni belajar dua kali dalam sepekan bagi ibu-ibu buta aksara. Kemudian Laboratorium Baca di ruang terbuka seperti kebun dan sungai diadakan setiap hari Minggu untuk membantu pemahaman terhadap isi bacaan.
Antusiasme peserta diskusi pun terlihat dari sejumlah peserta yang mengajukan berbagai pertanyaan dan akan mendonasikan buku bacaan ke taman bacaan Lentera Pustaka, karena mereka menganggap hal ini penting untuk kegiatan membaca di kalangan anak-anak.
Diakhir diskusi, Patrick Atkins juga mengajak para peserta untuk ikut melakukan aksi nyata terjun ke taman bacaan dengan mengajar atau memotivasi anak-anak kampung di kaki Gunung Salak.
X-Man Community merupakan komunitas informal para profesional asuransi jiwa yang pernah bekerja bersama di bawa satu bendera. Atas dasar kedekatan emosional dan upaya membangun silaturahim mereka tetap menjalin komunikasi hingga saat ini.