MONITOR, Jakarta – Wakil Ketua Umum DPN Partai Gelora Indonesia, Fahri Hamzah, meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memfungsikan Wakil Presiden Ma’ruf Amin. Terlebih, sambung Fahri, posisi Ma’ruf Amin berada pada jabatan ketua majelis ulama Indonesia (MUI) dan cendekiawan di Indonesia.
Hal itu menanggapi sejumlah reaksi Ormas Islam yang menentang Rancangan Undang-Undang tentang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yang dianggap membelokkan nilai-nilai Pancasila itu sendiri.
“Bapak presiden yth, Selain memimpin negara, bangsa kita lahir karena agama, itulah dasar sila Ketuhanan Yang Maha Esa, segeralah fungsikan Ketua MUI cq. Wakil Presiden supaya agama secara masif bisa ikut tangani corona. Galang persatuan Pak, jangan berantem!” tulis Fahri melalui akun twitter miliknya, Kamis (25/6).
Fahri juga mengingatkan, Ma’ruf Amin dipilih Jokowi sebagai Wapres, karena memiliki kemampuan dan peran penting dalam permasalahan terkait dengan keagamaan.
“Waktu bapak memilih Bapak KH Ma’ruf Amin, pasti karena ia akan menjadi pasangan sempurna bagi rakyat dan bangsa ini. Maka, ia harus nampak membantu Bapak dalam melihat peran penting agama. Kita kerahkan segala tenaga untuk melawan musuh bukan untuk melawan bangsa sendiri,” tulis mantan wakil ketua DPR RI itu.
Dalam kesempatannya itu, Fahri pun mengaku heran dengan peran Ma’ruf Amin yang menduduki posisi sebagai Ketua MUI. Terlebih, ketika terjadi keributan di tengah masyarakat yang melibatkan perspektif agama.
“Lalu dimana Ketua MUI Kyai Ma’ruf yang sampai sekarang masih menjabat? Kenapa senyap? Kenapa kita tak kunjung bersatu? Kenapa kita tidak fokus saja selesaikan krisis kesehatan, lalu krisis ekonomi yang menghadang? Apakah kita sengaja menyongsong krisis sosial dan politik?” tanya Fahri.
Sebelumnya, sejumlah ormas Islam diketahui menggelar aksi demo yang menentang Rancangan Undang-Undang tentang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP). Dalam demo tersebut menyebutkan, RUU HIP dianggap membelokkan nilai-nilai Pancasila.
Sebagaimana diketahui dalam poin RUU HIP, terdapat klausul Trisila dan Ekasila serta frasa ‘Ketuhanan yang Berkebudayaan’ yang memancing kontroversi. Sejumlah ormas dan tokoh menolak usulan tersebut.
Bahkan hingga saat ini, DPR sudah tujuh kali membahas RUU HIP dan secara resmi menjadi RUU inisiatif DPR dalam Rapat Paripurna pada Selasa (12/6) silam. Kini, pembahasan selanjutnya hanya tinggal menunggu persetujuan dari Presiden Jokowi.