MONITOR, Jakarta – Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (DPP IMM) menilai sejumlah kebijakan pemerintah dan DPR semakin menyengsarakan rakyat Indonesia ditengah pandemi Covid-19 berlangsung. Mulai dari kenaikan premi atau iuran BPJS Kesehatan yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 tahun 2020, hingga pengesahan Undang-undang (UU) Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).
Ketua Bidang Hikmah DPP IMM, Imam Alfian Kadir, mengatakan kenaikan iuran BPJS dan pengesahan UU Minerba oleh DPR telah memperlihatkan wajah negara dalam logika korporatokrasi dan nir empati. Ia menilai, pemerintah tampak mencari keuntungan lewat kekuasaannya di saat rakyat Indonesia menderita akibat pandemi.
Dengan disahkannya perubahan UU Minerba ini, kata Imam, perusahaan tambang berpotensi menjadi alat perusak ekosistem kehidupan dengan aktifitasnya yang menyasar hutan, air, tanah, serta polusi limbanhya yang mengancam kesehatan masyarakat.
Selain itu, lanjut dia, akses warga hilang karena undang-undang itu menunjukkan imperialisme pertambangan tidak mengenal batas. Di sisi lain, Imam menyesalkan sikap DPR yang seharusnya menjadi penyambung aspirasi masyarakat yang memiliki fungsi legislasi justru menjadi searah dengan pemerintah dengan melakukan revisi UU Minerba lama menjadi UU Minerba baru yang lebih memberikan angin segar kepada korporasi tambang.
“UU ini menjadi karpet merah bagi elit pemerintah, sebab beberapa perusahaan tambang memiliki afiliasi dengan para pemangku kepentingan di republik ini Seperti Toba Grup terafiliasi dengan Luhut Binsar Pandjaitan, kemudian Bumi Resources afiliasi dengan Bakrie Grup. lingkaran kepentingan ini seolah menjadi cengkaman oligarki membuat pemerintah tidak lagi pro terhadap kepentingan rakyat melainkan korporasi perusak alam,” ujar Imam Alfian dalam keterangan tertulisnya, Kamis (14/5).
Selanjutnya terkait BPJS Kesehatan, Imam pun menyayangkan sikap pemerintah yang terkesan mengabaikan putusan Mahkamah Agung (MA). Dimana sebelumnya, MA telah membatalkan rencana kenaikan iuran BPJS dalam Perpres No. 75/2019 lantaran isinya menimbulkan dampak sistemik secara langsung kepada masyarakat, diantaranya:
“Diskriminasi dalam pemberian pelayanan pada pasien; Pembatasan quota dan keterlambatan dokter dari jadwal yang sudah ditentukan; Pelayanan administrasi yang tidak professional, tidak maksimal dan bertele-tele; Sistem antrian, ketersediaan tempat tidur untuk rawat inap, dan prosedur yang menyulitkan bagi layanan cuci darah; Fasilitas yang tidak sesuai dengan fasilitas yang tertera pada kartu; Pasien terpaksa harus menambah biaya perawatan atau pasien harus menunggu untuk menjalani rawat inap; Obat-obatan yang disediakan oleh Pihak BPJS-Kesehatan semuanya adalah obat generik; dan lain-lain sebagainya”
Mengutip penyataan Mahkamah Agung, kesalahan dan kecurangan (fraud) dalam pengelolaan dan pelaksanaan program jaminan sosial oleh BPJS yang menyebabkan terjadinya defisit Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan, tidak boleh dibebankan kepada masyarakat, dengan menaikkan Iuran bagi Peserta PBPU dan Peserta BP sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Pasal 34 ayat 1 dan 2 Perpres No. 75 Tahun 2019.
“Artinya bahwa alasan penolakan kenaikan Iuran BPJS oleh MA hingga saat ini belum dilaksanakan oleh pemerintah, mulai dari perbaikan sistem manajerial hingga Quality Control,” jelas Imam.
Sikap Tegas DPP IMM
Disahkannya UU Minerba yang baru dan naiknya iuran BPJS Kesehatan perlahan akan membuat rakyat Indonesia ‘menjerit’. DPP IMM menilai kondisi ini akan semakin menyengsarakan rakyat ditengah pandemi Covid-19 yang belum reda.
Menyikapi kondisi tersebut, DPP IMM menerbitkan lima poin pernyataan sikap atas abainya pemerintah dan DPR dalam mengakomodir aspirasi yang berkembang ditengah masyarakat. Berikut isi pernyataannya:
Pertama, DPR dinilai mengabaikan prinsip dasar dari pembentukan aturan dan perundang-undangan, dengan secara tertutup melakukan pembahasan terhadap UU Minerba,
Kedua, Perpres No. 64 Tahun 2020 tentang Kenaikan BPJS, saat ini menjadi kontraproduktif dengan semakin menambah beban persoalan sosial di masyarakat.
Ketiga, Pemerintah dan DPR dianggap tidak pro terhadap rakyat dalam kasus Kenaikan Iuran BPJS dan Pengesahan UU Minerba
Keempat, Pemerintah dan DPR dianggap Nir empati dan terkesan menjalankan sistem Korporatokrasi dalam kasus kenaikan iuran BPJS Kesehatan dan Pengesahan UU Minerba
Kelima, DPP IMM Menolak Perpres 64 Tahun 2020 Tentang Kenaikan Iuran BPJS dan Undang-undang Minerba yang baru