Cokky Guntara *
Pembicaraan tentang Covid-19 atau virus corona memang belum usai. Hampir di banyak negara masih di hantui dan di lelahkan lantaran virus yang mengerikan ini. Virus yang muncul di Kota Wuhan China ini seolah-olah begitu semangat dan tak lelah menyebar ke penjuru dunia. Tak tanggung-tanggung, ia telah menularkan ke jutaan orang. Bahkan tak sedikit juga yang meninggal karena virus ini.
Di indonesia, korban yang tercatat terinfeksi virus corona ini semakin bertambah. Sebagaimana yang diumukan oleh juru bicara pemerintah untuk penanganan virus corona atau COVID-19, Achmad Yurianto. Ia mengatakan jumlah kasus positif COVID-19 di Indonesia kembali bertambah hingga mencapai 6.760 orang
Karena penyebarannya begitu massif, pemerintah pun terus berupaya mencari solusi untuk mengurangi dan memberantas virus ini. Mulai dari kebijakan sosial distancing hingga kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Dengan diberlakukannya aturan ini, maka segala bentuk aktifitas yang mengumpulkan banyak orang akhirnya dikurangi bahkan ditiadakan.
Di tengah-tengah pandemi virus corona, tak lama lagi, umat Islam akan memasuki bulan suci Ramadan. Bagi pemeluk agama Islam, ramadhan adalah bulan dimana mereka diwajibkan untuk menjalankan ibadah puasa.
Semua umat muslim pasti gembira menyambut bulan yang mulia ini. Bagaimana tidak, bulan ramadhan adalah bulan dimana diturunkannya kitab suci Al-Qur’an. Sebagaimana Allah SWT berfirman,
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.” (QS. Al Baqarah: 185)
Banyak mufassir yang menerangkan kemuliaan bulan ramadhan ini. Salah satunya adalah Ibnu Katsir yang menafsirkan ayat mulia ini dengan mengatakan, “Allah Ta’ala memuji bulan puasa, yaitu bulan Ramadhan, dari bulan-bulan lainnya. Allah SWT memuji bulan ini karena Ia menetapkannya sebagai bulan diturunkannya Al-Qur’an dari bulan-bulan lainnya”.
Selain karena diturunkannya Al-Qur’an, umat muslim juga gembira dengan kehadiran bulan yang penuh ampunan ini. Karena puasa merupakan ibadah yang memang kebaikan dan ganjaran serta pahalanya hanya Allah SWT yang tahu. Maka tak heran jika umat muslim belomba-lomba menjalankan puasa dengan sebaik mungkin.
Sebagaimana hadits Rasulullah yang berbunyi “Semua amalan anak Adam akan dilipatgandakan (balasannya), satu kebaikan akan dibalas dengan 10 sampai 700 kali lipat. Allah Swt. berfirman: Kecuali puasa, sesungguhnya itu untuk-Ku, dan Aku yang langsung membalasnya. Hamba-Ku telah meninggalkan syahwat dan makanannya karena Aku.” (HR. Muslim)
Namun puasa ramadhan tahun ini mengundang banyak tanya. Bagaimana mengisi bulan puasa ramadhan di tengah pandemi virus corona? Bagaimana meraih amalan-amalan baik seperti silaturahmi? Atau bisakah kita berkumpul dan mengaji bersama di masjid-masjid atau mushala? Sedangkan pemerintah menganjurkan masyarakat untuk mengurangi aktifitas di luar rumah dan berkumpul-kumpul. Bahkan ada anjuran yang dikeluarkan oleh PBNU untuk sholat tarawih yang biasa dilaksanakan secara berjamaah di masjid atau mushala, kini dilaksanakan dirumah masing-masing.
Tentunya pertanyaan-pertanyaan ini harus dijawab agar umat muslim mempunyai jalan keluar dan solusi. Perlu adanya edukasi terutama untuk masyarakat awam bahwa menjalankan amalan-amalan yang baik di bulan ramadhan ini tetap bisa dilakukan meskipun di rumah saja.
Di antara banyak amalan, yang paling digandrungi oleh umat muslim saat Ramadan adalah Salat Tarawih dan tadarus Al-quran. Dua amalan tersebut banyak dipraktekan kaum muslim. Karena selain berbuah pahala, juga selaras dengan anjuran baginda Nabi Muhammad SAW.
Abu Hurairah RA meriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang memeriahkan bulan Ramadan dengan ibadah/qiyamu ramadan; (dan dilakukan) dengan penuh keimanan dan keikhlasan, maka akan diampuni segala dosanya yang telah lalu”. (Shahih Bukhari, h.1870)
Memetik Hikmah
Puasa di bulan suci ramadhan hanya dilakukan selama satu tahun sekali. Walaupun ramadhan tahun ini di warnai dengan situasi pandemi covid-19, namun kegembiraan dan semangat untuk menyambutnya tak boleh surut. Umat muslim harus tetap meningkatkan keimanan dan memperbanyak ritual ibadah yang bisa dilakukan walaupun hanya di rumah. Seperti tadarus Al-Qur’an, qiyamul lail, atau shalat tarawih.
Sejenak, mari kita refleksikan momentum ramadhan di tahun-tahun lalu. Kesibukan di luar rumah yang menjadi rutunitas kita, seperti bekerja, berbisnis, atau berpergian sering kali menghabiskan waktu. Sehingga tak jarang juga melupakan atau meninggalkan amalan-amalan baik di bulan puasa ramadhan. Padahal sangat disayangkan melewatkan momentum per satu tahun sekali ini.
Akan tetapi ada hikmah di balik pandemi situasi pandemi ini. Apa itu? Yakni umat muslim bisa punya banyak waktu untuk menjalaknan amalan baik seperti membaca Al-Qur’an. Hal tersebut sering abai lantaran masyarakat disibukan dengan banyak aktifitas duniawi yang dilakukan di bulan puasa. Namun kali ini tidak, karena masyarakat dianjurkan untuk tetap dirumah saja.
Membaca Al-Quran bukan hanya berhenti di satu waktu. Setiap saat dan setiap hari tentunya kita diperintahkan Allah SWT untuk membacanya dan menjadikannya sebagai pedoman. Membaca Al-Quran di bulan Ramadhan tentu memiliki keutamaan tersendiri bagi seorang muslim.
Pahala bagi yang membaca Al-quran pun luar biasa besar dan dilipatgandakan. Sebagai mana sabda Rasulullah “Barangsiapa yang membaca satu huruf dari kitab Allah, maka ia akan mendapatkan satu kebaikan dengan huruf itu, dan satu kebaikan akan dilipatgandakan menjadi sepuluh. Aku tidaklah mengatakan Alif Laam Miim itu satu huruf, tetapi alif satu huruf, lam satu huruf dan Mim satu huruf.” (HR Tirmidzi).
Jika membaca Al-Qur’an akan menuai kebaikan dan pahalanya dilipatgabdakan, bagaimana jika dibaca di bulan yang penuh keberkahan ini? Tentu akan lebih banyak lagi kebaikan serta ganjaran yang akan diraih bagi siapa yang membacanya.
Kemudian selain membaca Al-Qur’an, situasi seperti ini justru memberikan kesempatan kepada umat islam untuk menjaga kualitas puasanya. Sebab ada beberapa hal yang membuat kualitas atau pahala puasa berkurang. Diantaranya adalah ghibah (gosip), menatap lawan jenis (yang bukan mahramnya) dengan syahwat dan berkata dusta.
Tak hanya yang disebutkan diatas, ada juga hal yang perlu dijaga saat berpuasa selain makan dan minun, yaitu berkata Lagwu dan Rafats atau sia-sia dan porno(Baca:Fathul bhari). Hal ini dijelaskan dalam hadits, dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda:
لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ الأَكْلِ وَالشَّرَبِ ، إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ ، فَإِنْ سَابَّكَ أَحَدٌ أَوْ جَهُلَ عَلَيْكَ فَلْتَقُلْ : إِنِّي صَائِمٌ ، إِنِّي صَائِمٌ
Artinya : “Puasa bukanlah hanya menahan makan dan minum saja. Akan tetapi, puasa adalah dengan menahan diri dari perkataan lagwu dan rafats. Apabila ada seseorang yang mencelamu atau berbuat usil padamu, katakanlah padanya, “Aku sedang puasa, aku sedang puasa”.
Hal-hal yang membuat kualitas atau pahala puasa berkurang itu sering terjadi lantaran dipengaruhi aktifitas diluar rumah. Seperti berkumpul dengan teman, seringkali terlontar perkataan buruk secara spontan serta pembicaraan yang tidak penting. Bahkan tak jarang pula terlontar perkataan atau kalimat yang berbau porno.
Kemudian aktifitas diluar rumah pun membuat masyarakat bebas bertemu dan melihat siapapun, tak terkecuali lawan jenis yang tentu saja bisa menimbulkan hawa nafsu.
Namun karena aktifitas diluar rumah berkurang dan masyarakat dihimbau untuk tetap berada dirumah saja, hal-hal yang dapat mengurangi kualitas puasa bisa dihindarkan. Dengan demikian, kita bisa mengambil hikmah ramadhan disaat pandemi corona ini, yaitu fokus menjalankan ibadah puasa yang diirngi dengan amalan baik dan terhindar dari perbuatan merusak pahala berpuasa. Wallahu a’lam.
*) Penulis adalah Ketua Cabang PMII Jakarta Selatan, Alumni Institut PTIQ Jakarta.