MONITOR, Jakarta – Terpilihnya ketua DPR RI dari kalangan kaum perempuan dinilai sebagai langkah maju yang sangat penting untuk diikuti langkah pencapaian selanjutnya.
Seperti diketahui, mantan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) sekaligus Ketua DPP PDI Perjuangan, Puan Maharani terpilih sebagai perempuan pertama yang menduduki jabatan ketua DPR RI.
Hal itu disampaikan Ketua Presidium Kaukus Perempuan Parlemen Republik Indonesia ( KPPRI), Diah Pitaloka menyambut Hari Perempuan Internasional, di Jakarta, Minggu (8/3).
“Indonesia jauh lebih maju dan demokratis dibandingkan sebagian besar negara-negara yang baru lahir lainnya.Ya, sejak pertama Indonesia merdeka, bangsa Ini pun telah mengakui bahwa warga perempuan adalah bagian yang sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” kata Diah.
Kendati demikian, Diah menyadari meski telah diakui secara konstitusiional begitu lamanya. Namun, jumlah kehadiran dan kepempimpinan perempuan dalam politik Indonesia masih relatif kecil dan berjalan lambat dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan yang sama.
“Secara presentase, perempuan di parlemen Indonesia saat ini (hasil Pemilu 2019,) sebanyak 20,35%, masih lebih kecil sedikit dibandingkan dengan negara sekawasan yakni Filipina, Laos dan Vietnam,juga di bawah Nepal, Ethiopia dan Tanzania,” papar dia.
Dalam kesempatannya itu, politikus PDI Perjuangan ini mempertanyakan kondisi keterwakilan perempuan, khususnya penting. Mengapa proporsi kehadiran dan keterwakilan perempuan dalam parlemen penting?
Ia berpandangan, hadirnya perempuan dalam posisi politik dan pengambilan keputusan, termasuk dalam badan legislatif, dapat berkontribusi untuk meredefinisi prioritas politik sesuai dengan kebutuhan seluruh masyarakat, baik laki-laki dan perempuan.
“Menempatkan kajian-kajian terbaru dalam agenda politik yang mencerminkan masalah riil masyarakat; serta memberi alternatif solusi dari perspektif berbeda.”
“Kehadiran perempuan juga membawa nilai dan pengalaman spesifik perempuan, dan menyediakan perspektif baru terhadap isu-isu politik arus utama yang terkadang sangat kental nuansa ideologi patriarkhinya,” pungkasnya.