MONITOR, NTB – Potensi perbenihan Nusa Tenggara Barat (NTB) sangatlah besar. Berbagai jenis benih pangan dapat diproduksi disina, maka NTB diyakini mampu menjadi lumbung benih nasional.
Hal demikian disampaikan oleh Daniel Johan, Wakil Ketua Komisi IV, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) saat Temu Wicara dengan Produsen Penangkar di Pulau Lombok, NTB pada hari Jumat 17/1/2020.
Lebih lanjut Daniel mengatakan pangan kita harus mandiri dan berdaulat, benihnya juga harus mandiri.
“Kita bisa belajar dari NTB yang mampu meningkatkan Nilai Tukar Petani (NTP) dan menurunkan angka kemiskinan karena geliat pertanian. Selanjutnya NTB harus naik kelas lagi di bidang perbenihan,” ujarnya.
Daniel berharap Pemerintah Daerah bisa jadi avalis/penjamin bagi produsen benih, penangkar dan petani untuk akses ke Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan mengaktifkan anggaran APBD yang tersedia.
“Tidak hanya itu, Pemerintah Daerah dan pelaku usaha perbenihan juga harus komitmen menggiatkan penangkar di wilayahnya dan mengakomodir pemasaran produk benihnya,” tambahnya.
“Tahun depan saya optimis bisa melakukan Launching di NTB sebagai Lumbung Benih Nasional” jelasnya.
Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan Mentan Syahrul Yasin Limpo saat mengunjungi industri benih
beberapa waktu lalu. Mentan berkeyakinan bangsa ini mampu mandiri benih karena memiliki potensi benih luar bisa dan kualitas sdm unggul. Industri perbenihan menurutnya mampu memperkuat ekonomi bangsa, membuka akses lapangan kerja dan memperluas ekspor.
Mandiri Produksi Benih
Untuk diketahui NTB sudah mampu memproduksi benih padi dan kedelai sendiri untuk memenuhi kebutuhan di wilayahnya.
Guna memproduksi padi 2,4 juta ton gabah kering giling di NTB, kini 96 persen kebutuhan benih padi sudah diproduksi dari wilayah sendiri. Jenis benihnya Ciherang, Inpari, Situbagendit dan lainnya.
Kini NTB sedang giat memproduksi beras kelas premium untuk memasok ke daerah lain.
Benih kedelai pun juga sudah diproduksi di wilayah sendiri. Sedangkan benih jagung hibrida dan sayuran masih didatangkan dari luar NTB. Ini menjadi tantangan sendiri untuk membangkitkan industri benih.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Suwandi, meminta mantapkan sistem perbenihan padi dan kedelai di NTB sehingga bisa memasok benih ke daerah lain.
“Kalau sistemnya sudah baik, tugas selanjutnya bangkitkan industri jagung sehingga minimal memasok kebutuhan di wilayahnya.
Kita bersama sama menarik investor untuk bermitra dengan penangkar,” ujarnya.
Menurutnya setidaknya sudah ada dua investor yang komitmen membangun industri benih jagung di NTB. Juga ada satu investor untuk membangun industri benih komoditas lainnya.
“Dengan sinergitas memperkuat sistem perbenihan dan menggerakkan produksinya, otomatis kebutuhan benih dapat dipasok secara insitu,” ungkapnya
Kemandirian pangan harus dimulai dari kemandirian benih. Kembangkan benih benih unggul baru yang diminati pasar.
“Saya apresiasi Provinsi NTB telah mencukupi kebutuhan benih padi dan kedelai sendiri, akan tetapi hal ini harus tetap dipacu peningkatan kapasitas dan kualitasnya agar memenuhi kebutuhan benih di daerah lain. Potensi pasar benih jagung hibrida sangat besar, agar NTB segera membangun industri benihnya, jangan dipasok benih jagung dari daerah lain,” ungkap Suwandi.
Strategi pengembangan perbenihan harus dilakukan secara selektif menuju kemandirian penangkar benih dengan menjalin kemitraan sehingga tumbuh sendiri, fasilitasi pemerintah hanya sebagai stimulan.
Pemerintah dan Pemerintah Daerah berperan dalam pendampingan dan pemanfaatan sumber pendanaan untuk memperlancar produksi dan bisnis pertanian.
Untuk mendukung hal tersebut dikatakan Suwandi Kementan telah memfasilitasi membangun klaster benih berbasis korporasi.
“Skala luas minimal 200 sampai 500 hektar di tiap kawasan sentra, salah satunya ya di NTB ini,” tambahnya.
Integrated Farming
Untuk meningkatkan nilai tambah yg diperoleh petani, maka pertanian terintegrasi (Integrated farming) perlu dilakukan seperti mina padi, pemanfaatan limbah-limbah hasil pertanian menjadi produk-produk kreatif dan berdaya guna.
Dan yang terpenting menurut Suwandi, dengan mengedepankan budidaya ramah lingkungan dengan mengoptimalkan komoditas pangan lokal seperti porang, vetiver dan tanaman berkayu dengan pola tumpangsari untuk konservasi dan menahan longsor bagi areal gundul, bukit, gunung, berlereng di NTB.
Terwujudnya harapan ini tidak luput dari peran serta stakeholder yang terdiri dari penangkar, petani, asosiasi, dan lembaga-lembaga yang konsen terhadap pembangunan pertanian.
Dukungan pembiayaan dengan bunga rendah sekitar 6 persen meliputi Kredit Usaha Rakyat (KUR), Badan Layanan Umum (BLU), Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDP) dapat diakses petani dengan mudah, didampingi, diasuransikan sehingga berjalan lancar dan sukses.
“Kuncinya perlu avalis sehingga petani agar bermitra dengan pelaku usaha, unit penggilingan, industri pakan, eksportir dan lainnya, kata Suwandi.
Pembiayaan digunakan untuk bidang usaha cukup luas, yakni perbenihan, alat mesin, budidaya, prosesing, trading dan lainnya. Kinerja serapan KUR di NTB tahun 2019 sekitar Rp 747 miliar agar ditingkatkan tiga kali lipat karena alokasi pada 2020 sangat besar dan petani sangat membutuhkan itu
Sementara itu Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi NTB Husnul Fauzi menyampaikan komitmen penuh mewujudkan NTB sebagai lumbung benih nasional.
“Kami siap membangun industri benih. Tidak hanya benih padi, kedelai dan jagung, tapi juga berbagai jenis benih sayuran dan bawang putih potensial dibangun di sini,” ujarnya.
“Kami welcome bagi investor dengan bermitra penangkar. Petani akan naik kelas dari semula budidaya menjadi penangkar benih, berarti menjadi lebih sejahtera,” pungkasnya.