Senin, 25 November, 2024

Inas Zubir: Apa Betul Mafia Migas Hambat Pembangunan Kilang Minyak Indonesia ?

MONITOR, Jakarta – Politikus Hanura Inas N Zubir mengaku heran dengan pernyataan Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi yang mengatakan cara mafia Migas membuat Indonesia tidak bisa lepas dari impor minyak memang dengan menghalangi pembangunan kilang.

Bahkan, Fahmy mencurigai adanya kesengajaan untuk membuat rencana agar sejumlah investasi pembangunan kilang di Indonesia tidak berjalan mulus. Dengan tujuan, agar Indonesia gagal memiliki kilang minyak untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

“Saya sangat heran dengan pernyataan Fahmy Radhi-red, yang mengatakan bahwa cara mafia Migas membuat Indonesia tidak bisa lepas dari impor minyak memang dengan menghalangi pembangunan kilang,” kata Inas dalam keterangan tertulisnya, Selasa (31/12) malam.

Inas melanjutkan, jika pernyataan tersebut sangat berbahaya, lantaran dapat membentuk pendapat dipublik bahwa dengan dibangunnya kilang minyak, maka Indonesia berhenti impor.

- Advertisement -

“Pernyataan tersebut sangat sesat, karena masyarakat akan berpendapat bahwa dengan dibangun-nya kilang minyak maka Indonesia dipastikan akan berhenti import minyak!”tegasnya.

Inas mengungkapkan bahwa lifting nasional minyak mentah Indonesia untuk tahun 2019 hanya 775 ribu barel per hari, dan diperkirakan tidak akan mencapai target. 

Padahal, sambung dia, konsumsi domestik sekarang ini sudah mencapai 1.55 juta barel per hari, sehingga shortage-nya bisa lebih dari 775 ribu barel per hari.

Sehingga, imbuh dia, kekurangan tersebut akan ditutupi dengan impor minyak mentah misalnya untuk tahun 2019 kurang lebih 350 ribu barel per hari dan juga BBM kurang lebih 325 ribu perharinya.

“Ada yang tidak diperhitungkan oleh Fahmy Radhi adalah jika kilang minyak selesai semuanya dibangun maka memang betul impor BBM akan berkurang sama sekali atau bahkan tidak ada sama sekali,”ujarnya.

“Tetapi untuk feeding kilang yang baru maka impor minyak mentah akan bertambah besar karena kemampuan lifting nasional yang masih jauh dari kebutuhan nasional,”pungkas mantan wakil ketua komisi VI tersebut.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER