MONITOR, Jakarta – Kementerian Pertanian (Kementan) melakukan koordinasi dengan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk melalukan pengamatan dini terhadap Dampak Perubahan Iklim (DPI) di musim penghujan yang terjadi selama tahun 2019 dan 2020 mendatang.
“Kami melakukan pengamatan di daerah-daerah rawan banjir, seperti Aceh, Sumut, Sumbar, Riau, Jambi, Jabar, Jatim, NTB, Kalteng, Kalsel, Sulteng, Sulsel, dan Gorontalo,” ujar Direktur Perlindungan Tanaman Pangan, Kementan, Edy Purnawan, Kamis (26/12).
Menurut Edy, pengamatan ini juga dilakukan sebagai bentuk antisipasi adanya perkembangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) seperti Penggerek Batang, WBC, Tikus, dan Blast. Untuk itu, pemerintah juga akan melakukan monev rutin yang dilaporkan secara tepat waktu.
“Saat ini, kita sudah menyongsong musim hujan yang tentunya akan sangat menguntungkan dunia pertanian di Indonesia. Jadi semua harus dipersiapkan dengan baik,” katanya.
Sementara itu, berdasarkan informasi BMKG, tahun ini sebagian besar wilayah di Indonesia akan memasuki musim hujan yang cukup besar. Aktifnya El Nino dengan skala lemah hingga moderat, secara tidak langsung juga akan menyebabkan musim hujan datang lebih lambat daripada biasanya.
“Informasi iklim seperti di atas sangat penting untuk disebarluaskan demi mendukung peningkatan produksi tanaman pangan, khususnya padi di Musim Hujan (MH) 2018/2019. Agar tidak menjadi kendala, maka kegiatan ini harus dapat disiasati sebelum kegiatan budidaya padi dimulai,” katanya.
Edy mengatakan, pemerintah juga telah mengeluarkan himbauan terkait perlunya pengamatan dini sebelum kegiatan budidaya dimulai. Pengamatan ini harus dilakukan secara intensif, terutama dalam mengahadapi dampak perubahan iklim.
“Perencanaan itu antara lain dengan pemilihan varietas tahan OPT endemis, penggunaan pupuk berimbang, penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PHT), dan penanganan pasca panen,” katanya.
Menurut Edy langkah antisipasi sudah dilakukan sejak dini, menginformasikan rutin data iklim dan curah hujan harian, perawatan saluran irigasi, penyiapan pompa pompa pada wilayah rawan banjir, bantuan benih pengganti bila puso, dan asuransi usahatani.
Untuk itu, kata Edy, Kementerian Pertanian telah mengeluarkan himbauan agar para petani melakukan penanaman varietas Inpara 3, Inpara 4, Inpara 5, Inpari 29, Inpari 30, dan varietas lokal lainnya yang memiliki sifat toleran terhadap daerah rawan banjir.
“Kami meminta peran serta pemerintah daerah dalam mengantisipasi bahaya banjir pada areal pertanaman ini. Justru saat musim hujan ini sedang giat kejar tanam, baik di lahan sawah dan lahan kering/ tadah hujan,” katanya.
Sementara itu, Kepala Balai Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumatera Barat, Suwardi mendukung dan akan melaksanakan himbauan yang disampaikan Kementan.
“Terutama terkait langkah-langkah antisipasi banjir seperti pengunaan varietas yang toleran banjir terutama pada daerah rawan banjir, pengerukan saluran irigasi yang mengalami pendangkalan, serta kegiatan monitoring dan PHT terutama dalam antisipasi dan pengendalian hama penyakit tumbuhan yang umum berkembang pada musim hujan pun terus kami lakukan,” katanya.
Pada kesempatan yang sama, Kasubdit Pengendalian OPT Serealia, Deddy Ruswansyah mengungkapkan bahwa untuk beberapa wilayah endemis serangan OPT sudah melaksanakan antisipasi dengan meningkatkan kewaspadaan bahan kimia.
“Pengendalian OPT secara pre-emtif juga perlu dilakukan seperti pengolahan tanah secara sempurna, penggunaan pupuk organik, perlakuan benih/seed treatment, pengamatan dini/rutin, optimalisasi penggunaan agens pengendali hayati, musuh alami dan penanaman refugia,” tukasnya.