MONITOR, Bali – Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) mendukung pengembangan transformasi pertanian yang perubahannya tidak hanya pada teknologi saja, tapi juga pada kelembagaan ekonomi dan sosial pertanian.
Hal itu disampaikan Kepala Biro Humas dan Kerjasama Kemendes PDTT Bonivasius Prasetya Ichtiarto saat menjadi pembicara dalam Workshop on Agricultural Transformation yang digelar atas kerjasama Kemendes PDTT dengan the Asian Productivity Organization (APO) pada Senin (30/9) lalu di Bali.
Menurutnya, Kemendes PDTT memiliki program prioritas yang mendukung transformasi pertanian agar berbagai masalah seperti ketergantungan panen terhadap cuaca, small scale produksi, akses baik terkait infrastruktur maupun akses terhadap market bisa segera tertangani.
“Program prioritas tersebut antara lain pengembangan produk unggulan desa dan pembangunan embung desa sebagai sumber irigasi pertanian, serta Bumdes sebagai penguat institusi ekonomi yg membantu petani”, katanya.
Lebih lanjut, Boni menyampaikan bahwa ada beberapa langkah yang harus dilakukan dalam penerapan transformasi pertanian ini diantaranya yakni dengan berbagi kebijakan – kebijakan pemerintah seperti kebijakan land reform dan kebijakan harga terhadap hasil produksi pertanian. Dalam penerapan transformasi pertanian ini juga bisa dicontoh dari negara – negara maju seperti penggunaan teknologi pertanian serta berinovasi dalam memproduksi hasil pertanian.
“Beberapa langkah yang harus dilakukan untuk mereformasi pertanian, antara lain harmonisasi peraturan perundang-undangan, menginisiasi forum untuk forum kemitraan antara pemerintah, sektor swasta, petani dan organisasi non-pemerintah di tingkat pusat dan daerah, dan peningkatan kapasitas masyarakat untuk mendorong terciptanya inovasi,” katanya.
Kemendesa PDTT, kata Boni, telah bekerjasama dengan beberapa pihak, antara lain kerjasama dengan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) dan PT Aero Terra Indonesia (AeroTerraScan) dalam hal penggunaan drone untuk pemupukan 1 hektar lahan padi di Desa Kepuh, Sukoharjo. Selain itu juga melakukan kerjasama dengan e-commerce startup untuk pemasaran produk pertanian.
“Kemendes PDTT juga telah berupaya meningkatkan kapasitas kepala desa terkait teknologi smart farming, irigasi berbasis digital, mekanisasi pertanian pasca panen, dan pemasaran produk pertanian, melalui program benchmarking study ke beberapa negara, yaitu Tiongkok, Korea, dan India.” Katanya.
Sementara itu, Konsultan di Bidang Pertanian dari Asian Productivity Organization (APO) Kenji Watanabe menyatakan bahwa Transformasi pertanian adalah untuk mengembangkan sumberdaya pertanian secara efisien, produktif, tahan iklim, dan berkelanjutan. Penekanan pada transformasi pertanian adalah pengembangan teknologi digital, yang melibatkan Internet of Things (IoT), analisis big data, dan artificial intelligence.
Menurutnya, Indonesia merupakan negara peringkat ke-56 dunia dalam hal kesiapan teknologi digital, dengan tingkat penetrasi internet sejumlah 53.7 persen. Hal ini berarti hampir setengah penduduk di Indonesia telah mengenal teknologi digital.
“Dalam mengembangkan transformasi pertanian diperlukan dukungan pemerintah untuk menjadikan transformasi pertanian sebagai prioritas nasional dan membuat regulasi dan kebijakan untuk mendorong penelitian dan pengembangan teknologi pertanian, dukungan lembaga publik dan swasta, pemberian ruang bagi investasi swasta dengan perlindungan cukup terhadap hak kekayaan intelektual, peningkatan kapasitas masyarakat dalam mengaplikasikan teknologi,” katanya.
Perlu diketahui bahwa Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) menyelenggarakan Workshop on Agricultural Transformation bekerjasama dengan the Asian Productivity Organization (APO) yang dimulai pada Senin (30/9) di Bali.
Kemendes PDTT telah 4 (empat) kali bekerjasama dengan the Asian Productivity Organization dalam menyelenggarakan kegiatan peningkatan kapasitas di bidang produktivitas.
Pada tahun 2019 ini, program yang diselenggarakan bertajuk Workshop on Agricultural Transformation atau transformasi pertanian mengundang perwakilan dari 20 negara anggota APO antara lain Bangladesh, Nepal, Sri Lanka, Korea Selatan, Jepang, Tiongkok, Iran, India, Fiji, Indonesia, Filipina, Vietnam, Thailand, Pakistan, Mongolia, dan Laos. Adapun Malaysia, Hongkong, Kamboja dan Singapura tidak mengirimkan perwakilannya.
Dalam workshop ini diberikan pembelajaran dengan narasumber yang berasal dari Jepang dan Korea Selatan, presentasi country paper, diskusi kelompok, dan field trip.
Kegiatan ini membahas beberapa topik antara lain kerangka transformasi pertanian, konsep dan tantangan dalam transformasi pertanian, peran pemerintah dalam mendukung transformasi pertanian, teknologi pertanian pintar dan digital, dan dukungan private-public partnership di bidang transformasi pertanian.