MONITOR, Jakarta – Untuk mencegah anak sekolah ikut-ikutan demo, pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengeluarkan surat edaran.
Surat Edaran nomor 9 tahun 2019 yang ditandatangani Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Medikbud) Muhadjir Effendi tersebut isinya terkait tentang Pencegahan Keterlibatan Peserta Didik dalam Aksi Unjuk Rasa yang Berpotensi Kekerasan.
Surat tersebut dikeluarkan pada Jumat 27 September 2019 dan ditujukan kepada para gubernur; bupati/wali kota; serta kepala dinas pendidikan provinsi, kabupaten/kota di seluruh Indonesia.
“Berkenaan dengan kejadian pada 25 September 2019 yaitu aksi unjuk rasa yang dilakukan kelompok peserta didik yang mengarah kepada kekerasan, kerusuhan, dan konflik/gangguan keamanan yang membahayakan keselamatan dirinya dan orang lain, berdasarkan hal tersebut meminta kepada gubernur, bupati/wali kota, kepala dinas pendidikan provinsi, kabupaten/kota melakukan langkah-langkah pencegahan dan penanganan,” ujar Muhadjir dalam surat edaran tersebut.
Dalam surat edaran tersebut, Mendikbud juga meminta para pengawas sekolah, kepala sekolah, dan guru memantau, mengawasi, serta menjaga keamanan dan keselamatan peserta didik di dalam maupun luar lingkungan sekolah.
Kemudian menjalin kerja sama dengan orang tua/wali untuk memastikan siswa mengikuti proses pembelajaran sesuai ketentuan. Membangun komunikasi harmonis dengan peserta didik. Melaksanakan kegiatan pembelajaran yang dapat menyalurkan pemikiran kritis, bakat, dan kreativitas siswa masing-masing.
“Memastikan pengurus organisasi siswa intra sekolah (OSIS) khususnya dan peserta didik pada umumnya untuk tidak mudah terpengaruh dan terprovokasi terhadap informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dan menyesatkan,” imbaunya.
Selanjutnya diimbau memberikan pendampingan dan pembinaan kepada peserta didik yang terdampak aksi unjuk rasa. Lalu memastikan pihak siapa saja dengan maksud dan tujuan apa saja untuk tidak melibatkan siswa dalam kegiatan unjuk rasa yang berpotensi pada tindakan kekerasan, kekacauan, serta perusakan.
Dijelaskan juga imbauan tersebut dibuat berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah dengan UU 35/2014 tentang Perubahan atas UU 23/2002 tentang Perlindungan Anak. Dalam Pasal 15 huruf d disebutkan setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan.
Kemudian berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.
Dalam Pasal 8 Ayat (1) huruf c menyatakan satuan pendidikan wajib menjamin keamanan, keselamatan dan kenyamanan bagi peserta didik dalam pelaksanaan kegiatan/pembelajaran di sekolah maupun kegiatan sekolah di luar satuan pendidikan.
Selanjutnya berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 30 Tahun 2017 tentang Pelibatan Keluarga pada Penyelenggaraan Pendidikan. Dalam Pasal 8 Ayat (1) huruf a dan huruf b menyatakan pihak keluarga berperan mencegah peserta didik dari perbuatan yang melanggar peraturan Satuan Pendidikan dan/atau yang mengganggu ketertiban umum dan mencegah terjadinya tindak anarkis dan/atau perkelahian yang melibatkan pelajar.