MONITOR, New York – Dalam lawatannya ke Amerika Serikat, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menjadi salah satu pembicara acara Energy Action Forum “Accelerating the Energy Transition on the Road to 2020 and Beyond” yang dihelat di New York, Minggu (22/9). Dalam forum ini, Menteri Jonan menyampaikan bahwa keberhasilan Indonesia dalam melakukan transisi energi fosil ke energi yang ramah lingkungan adalah dengan melalui beberapa langkah Strategis.
Pertama adalah menekankan kepada kemudahan akses energi dan keterjangkauan masyarakat dalam mendapatkan energi. Hal ini sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals /SDG) 7, yaitu memastikan akses ke energi yang terjangkau, andal, berkelanjutan, dan modern. Untuk itu, Indonesia sangat berkomitmen untuk memperhatikan aksesibilitas dan keterjangkauan sebagai semangat dalam proses transisi energi.
“Menyediakan energi dengan harga terjangkau adalah kunci transisi yang sukses. Kami juga memastikan tidak ada seorangpun yang tertinggal. Transisi energi harus sejalan dengan dua aspek ini,” ungkapnya di depan para pemangku kepentingan utama dalam transisi energi.
Jonan menjelaskan, meskipun sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia saat ini telah mencapai rasio elektrifikasi 98,81%. “Target kami adalah untuk mencapai rasio elektrifikasi 99% pada akhir 2019, dan lebih jauh lagi, pada 2020, kami berharap dapat menyediakan listrik untuk semua rumah tangga di seluruh negeri dengan cara yang terjangkau,” tegas Jonan.
Kedua, lanjut Jonan adalah komitmen untuk mempercepat pengembangan energi terbarukan dan meningkatkan porsinya dalam bauran energi nasional. Sementara yang ketiga adalah pemanfaatan kemajuan teknologi untuk memperluas akses energi, namun tetap mempertahankan keterjangkauan dan mengakomodasi energi terbarukan ke dalam sistem.
“Kami mencari teknologi yang sesuai dengan kondisi geografis Indonesia. Sebagai Negara Kepulauan, kami membutuhkan sistem yang independen. Kami harus membangun sistem yang lengkap di setiap pulaunya, yaitu pembangkit listrik dan transmisi,” jelas Jonan.
Transisi energi di setiap negara, menurut Jonan, memiliki keunikan tersendiri, karena terkait dengan sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing negara. Di Indonesia misalnya, yang merupakan negara produsen minyak kelapa sawit terbesar, telah menerapkan Biodiesel 20% atau B20, yang terdiri dari 20% Fatty Acid Methyl Esters (FAME) dan 80% minyak diesel (CN 48) untuk seluruh kebutuhan bahan bakar diesel, dan tahun 2020 nanti akan ditingkatkan menjadi B30.
“Dengan menggunakan biodiesel itu lebih bersih, lebih hijau, dan berkelanjutan untuk mengurangi emisi karbon di sektor transportasi,” tegas Jonan.
Untuk mempercepat transisi energi, selain menggunakan biodiesel, Menteri ESDM juga menjelaskan bahwa pemerintah Indonesia telah memperkenalkan mekanisme pemberian insentif penggunaan kendaraan berbahan bakar listrik sebagai sarana transportasi publik maupun pribadi, diharapkan akan menimbulkan minat masyarakat menggunakan kendaraan berbahan bakar listrik. Inisiatif lainnya yang dilakukan pemerintah Indonesia adalah dengan melakukan penyederhanaan regulasi maupun peraturan.
“Yang tak kalah penting adalah kolaborasi antar negara untuk saling membantu mempercepat adopsi kemajuan teknologi yang terjangkau untuk semua. Pencapaian target Paris Agreement kami akan lebih tinggi dengan dukungan internasional,” pungkas Jonan.
Sebagai informasi, The Energy Action Forum merupakan bagian dari Energy Track of the United Nation (UN) Climate Action Summit. Acara ini diselenggarakan oleh UN Secretary-General’s Climate Action Summit Team, bersama-sama dengan anggota koalisi UN Energy Transition Track; Denmark, Ethiopia, Palau, Italia, Indonesia, Kolombia, Maroko, Sustainable Energy for All, International Energy Agency (IEA) dan World Bank