MONITOR, Jakarta – Sekretaris Jenderal MPR RI Dr. H. Ma’ruf Cahyono mengatakan bahwa MPR diberi tugas untuk melakukan kajian dan evaluasi.
Setidaknya, sambung dia, ada tiga hal yang dapat dievaluasi dan dikaji lembaga negara tersebut. Seperti, yang pertama, apakah sistem ketatanegaraan sudah sesuai dengan Pancasila.
“Kedua, apakah konstitusi UUD NRI Tahun 1945 sudah sesuai dengan kebutuhan,” kata Ma’ruf dalam acara diskusi panel dengan tema “Evaluasi Pelaksananaan UUD NRI Tahun 1945” di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Selasa (10/9).
“Ketiga, bagaimana pelaksanaan dan implementasi dari konstitusi,” tambahnya.
Tidak hanya itu, Ma’ruf menjelaskan gagasan dan pikiran untuk penataan sistem ketatanegaraan sudah ada sejak MPR periode 2009 – 2014.
Gagasan dan pemikiran itu, ujar dia, tertuang dalam rekomendasi MPR periode 2009 – 2014. Misalnya pemikiran tentang penataan sistem ketatanegaraan melalui perubahan UUD.
“Perubahan harus berlandaskan Pancasila dan kesepakatan dasar, yaitu tidak mengubah Pembukaan UUD, masih tetap dengan sistem presidensial, dan tidak mengubah NKRI,” sebut dia.
Termasuk, pemikiran untuk melakukan reformulasi perencanaan sistem pembangunan nasional model Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
“Ini juga merupakan aspirasi masyarakat. Suara terbanyak menghendaki adanya haluan negara. Aspirasi itu muncul dari suara rakyat bukan dari MPR. Survei menunjukkan 85 persen mengatakan perlunya GBHN,” papar dia.
Terkait dengan tema diskusi panel ini Ma’ruf menyebutkan, banyak implementasi atau pelaksanaan UUD yang harus dikaji karena ada hal-hal ideal dalam UUD belum dilaksanakan.
“Apakah UUD telah diimplementasikan dengan baik sesuai konsepsinya. Apakah dalam kenyataannya UUD sudah kita lakukan dan implementasikan,” ujarnya.
“Perlu dilihat sejauhmana pelaksanaan UUD agar konstitusinya bagus, pelaksanaannya juga bagus. UUD NRI Tahun 1945 menjadi living constitution atau konstitusi yang mampu menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat,” pungkas Ma’ruf.
Untuk diketahui, diskusi panel ini merupakan rangkaian kegiatan Festival Konstitusi dan Anti Korupsi yang melibatkan MPR, Mahkamah Konstitusi (MK), KPK, dan UGM berlangsung 10 – 11 September 2019.
Sekretaris Jenderal MPR Dr. H. Ma’ruf Cahyono membuka secara resmi diskusi panel ini. Narasumber diskusi panel adalah Bambang Sadono (anggota Badan Pengkajian MPR), Prof Dr Kelian ( Guru Besar Filsafat UGM), Prof Dr Ratno Lukito (Guru Besar UIN Sunan Kalijaga).