MONITOR, Jakarta – Anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan mengaku kecewa dengan sikap yang diperlihatkan sejumlah unsur pimpinan hingga pegawai KPK yang justru menolak terkait dengan revisi Undang-Undang (RUU) tentang KPK.
Pasalnya, selaku institusi yang diharapkan sebagai pilot prject penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi, justru melakukan penolakan. Padahal, pimpinan KPK merupakan pejabat negara yang telah disumpah untuk melaksanakan UU dengan selurus-lurusnya.
“Jadi, posisinya sebagai pelaksana UU, bukan pembuat UU. Sebagai pimpinan mereka harusnya mengedukasi pegawai, maupun institusi yang dipimpinnya, untuk paham posisi dan tunduk terhadap UU,” kata Arteria, di Jakarta, Minggu (8/9).
Politikus PDI Perjuangan ini pun mengatakan bahwa kewenangan DPR dan pemerintah dalam membentuk UU secara tegas diatur dalam konstitusi negara.
Begitu juga dengan institusi KPK, sebagaimana sudah dibahas secara detail dan dipaparkan dalam Laporan Pansus Hak Angket, maupun kalau dilihat dalam konteks ketatanegaraan, bahkan berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK), jelas berbuyi mereka (KPK) itu adalah lembaga negara pembantu Presiden dalam bidang penegakan hukum pemberantasan tindak pidana korupsi.
“Nah, dalam posisi yang demikian KPK harusnya paham, mengerti dan tahu diri,” ujarnya.
Atas dasar semua itulah, Arteria mempertanyakan sikap atau manuver KPK selama ini, apakah pantas keberatan, menolak dan bahkan mendesak Presiden untuk tidak merevisi UU tentang KPK.
Ia pun menyarankan agar pimpinan KPK menjelaskan secara terperinci, pada bagian atau poin mana yang kemudian memunculkan kekhawatiran akanterjadinya pelemahan dari revisi tersebut.
“Kalau memang melemahkan, pada bagian atau poin mana yang dianggap akan melemahkan KPK,” pungkasnya.