MONITOR, Jakarta – Usulan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu agar larangan bagi mantan Napi Korupsi untuk mengikuti Pilkada diatur dalam peraturan pengganti Undang-Undang (Perppu) terus menuai perhatian.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Herman Khaeron misalnya. Ia berpandangan usulan Perppu harus merujuk pada aturan perundang-undangan Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada itu sendiri.
“Karena kalau kemudian pembahasan itu harus menuju kepada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016. Ini juga butuh waktu, baik untuk inisiatif pemerintah maupun nanti pembahasannya di DPR,” kata Herman kepada wartawan, di Komplek Parlemen, Senayan, Jumat (2/8).
Meski demikian, Politikus Demokrat itu tidak mempersoalkan usulan dalam rangka penyelenggaraan Pilkada 2020 mendatang.
Asalkan, imbuh dia, Peraturan Komisi Pemilihan Umum (P-KPU) yang terkait hal itu berdasarkan usulan yang diterima KPU serta menunggu tanggapan dari DPR RI, serta selama urgensi yang diusulkan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang ada.
“Peraturan KPU bisa saja untuk menentukan apapun usulan yang dianggap bahwa KPU menerima usulan itu dan kemudian dikonsultasikan peraturan KPU itu kepada Komisi II DPR,” sebut dia.
“Apakah nanti tanggapan di DPR, tentu melihat terhadap urgensinya apa yang diusulkan selama tidak bertentangan dengan peraturan perundang–undangan,” lanjut legislator dapil Jawa Barat VIII itu.
Sementara peraturan KPU yang bertentangan dengan UU dan membutuhkan revisi, sambung dia, tentunya dalam penyusunan revisi undang-undangnya baru akan dapat dilakukan di periode yang akan datang.
“Karena itu saya kira kalau memang peraturan KPU tersebut bertentangan dengan UU dan membutuhkan revisi tentu tinggal Perppu dan kalaupun akan menyusun UU revisinya tentu ini bisa di periode yang akan datang,”pungkasnya.