MONITOR, Jakarta – Mantan Ketua KPK Antasari Azhar mengatakan bahwa di era kepemimpinanya sangat minim terjadinya gesekan dengan lembaga penegak hukum, terlebih mengenai status penyidik di lembaga anti rasuah tersebut.
Sebab, sambung dia, di masa kepemimpinannya sudah bersepakat, khususnya dengan Kepolisian bahwa status penyidik berasal dari korps Bhayangkara.
“Kondisi KPK sebetulnya dulu waktu saya masuk ga ada masalah, begitupun saya keluar tidak ada masalah, karena apa?. Dulu kami sepakat, penyidik yang digunakan adalah penyidik dari Polri,” kata Antasari, di Komplek Parlemen, Senayan, Kamis (18/7).
“Saya waktu itu memang tidak ingin ngambil kebijakan untuk mengangkat penyidik Independent, tidak mau waktu itu,” tambahnya.
Ia mengungkapkan, ketidakmauannya untuk tidak mengangkat penyidik independen, karena adanya kekhawatiran terjadinya gesekan dengan penyidik Polri di tubuh KPK. Sebab, dikatakan dia, seorang penyidik itu harus mempunyai kompetensi reserse dalam melakukan penyidikan.
“Itu ada sekolahnya, kalau penyidik Independent silakan saja, memang dibenarkan oleh undang-undang tetapi pernah melakukan penyidikan reserse, reserse itu bagaimana cara menangkap, menyita dan jangan asal sita saja, jangan asal tangkap saja, ada aturannya, ada acaranya di situ dan memahami hukum acara,” papar dia.
Kenapa penyidik harus memahami hukum acara, Antasari mencontohkan dalam kasus yang saat ini tengah ramai menjadi perbincangan saat ini, dalam penanganan kasus BLBI dengan tersangka Sjamsul Nursalim.
Ia menerangkan, bicara dalam kacamata hukum bukan kacamata sebagai mantan ketua KPK, jika Sjamsul Nursalim pernah kasusnya di hentikan oleh Kejaksaan. Yang ketika itu, ucapnya, berdampak pada penghentian Jaksa Urip yang ketika itu ditangkap KPK.
“Sekarang tiba-tiba KPK menangkap tersangka lagi, menurut saya dari latar belakang penegak hukum, ini ada yang keliru, seharusnya KPK selaku Trigger Mechanism dia datangi Kejaksaan, tanya apakah pernah menangani kasus Nursalim, kondisi bagaimana, dihentikan, oh..kami mau usut lagi,” terangnya.
“Yang kemudian, KPK harus mengajukan Praperadilan terhadap SP3 yang keluarkan itu, kalau putusan hakim mengatakan bahwa lanjutkan, baru KPK (…), Jadikan tersangka , ada legalitasnya, kalau sekarang, ini hentikan, ini mengangkat lagi, kapan selesainya kita,” sebut dia.
Oleh karena itu, Antasari pun mengingatkan supaya Pansel Capim KPK agar betul-betul yang memahami tidak hanya saja teori tetapi juga teknis hukum.
“Belum lagi misalnya , mudah-mudah tidak terjadi, misalnya di tahan seseorang dititipkan di Rutan Polres, ditahan. Kemudian keluar lagi surat penahanannya, ditahan di Rutan Guntur misalnya. Inikan tambah ngawur lagi, karena tidak boleh orang sudah ditahan, di tahan lagi, sudah ditahan ,masa tenggang waktu penahanan, tidak ada lagi penahanan lagi kesananya,”terang mantan Jaksa itu.
“Jadi, nyatakan tersangka tidak dalam penahanan, karena sudah ditahan diperkara lain, ini sangat teknis , kita ga usah bicara teknis lah nanti bisa bingung,” pungkasnya.