MONITOR, Jakarta – Peringatan Hari Ibu dimaknai secara reflektif oleh Pusat Studi Islam, Perempuan, dan Pembangunan (PSIPP) ITB Ahmad Dahlan Jakarta melalui rangkaian kegiatan penguatan pencegahan kekerasan seksual berbasis gender di lingkungan kampus. Kegiatan ini melibatkan mahasiswa Gen Z dari ITB Ahmad Dahlan Jakarta dan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai bagian dari upaya membangun kampus yang aman, inklusif, dan berkeadaban.
Kegiatan di ITB Ahmad Dahlan Jakarta dihadiri langsung oleh Staf Ahli Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bidang Kelembagaan, Indra Gunawan. Pada kesempatan tersebut, ia sekaligus meresmikan peluncuran kanal pelaporan kasus kekerasan di lingkungan kampus, yang ditandai secara simbolis dengan pembunyian alat musik angklung bersama-sama.
Dalam keynote speech-nya, Indra Gunawan menegaskan bahwa Permendikbudristek Nomor 55 Tahun 2024 merupakan penguatan regulasi yang lebih komprehensif. Regulasi ini tidak hanya mengatur kekerasan seksual, tetapi juga mencakup kekerasan fisik, psikis, perundungan, diskriminasi, intoleransi, hingga kebijakan yang berpotensi mengandung unsur kekerasan.

“Regulasi ini menunjukkan komitmen negara dalam memberikan perlindungan yang menyeluruh bagi seluruh warga kampus,” ujar Indra Gunawan di Aula Syafrudin ITBAD Jakarta, Jumat (19/12/2025).
Ia menekankan pentingnya penguatan Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Perguruan Tinggi (PPKPT) serta penyediaan kanal pelaporan yang aman, mudah diakses, dan responsif terhadap kebutuhan korban.
“Perguruan tinggi harus memastikan setiap laporan ditangani secara profesional, berperspektif korban, serta menjunjung tinggi prinsip keadilan dan akuntabilitas,” tegasnya.
Rektor ITB Ahmad Dahlan Jakarta, Yayat Sujatna, menyampaikan bahwa kampus memiliki tanggung jawab moral dan akademik untuk menciptakan lingkungan yang aman dan beradab. Menurutnya, kampus tidak hanya menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan, tetapi juga ruang pembentukan karakter dan nilai kemanusiaan.
“Segala bentuk kekerasan di lingkungan pendidikan tinggi merupakan pelanggaran terhadap nilai-nilai akademik dan kemanusiaan,” ujarnya.
Ia menambahkan, pencegahan dan penanganan kekerasan harus dilakukan secara terencana, sistematis, dan berkelanjutan, serta didukung oleh kebijakan institusional yang sejalan dengan kebijakan nasional. Usai menyampaikan sambutan, Rektor melakukan pengukuhan terhadap tim Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan
Kekerasan di Perguruan Tinggi (Satgas PPKPT).
Kepala PSIPP ITB Ahmad Dahlan Jakarta, Yulianti Muthmainnah, menjelaskan bahwa kebijakan pencegahan dan penanganan kekerasan memiliki empat tujuan utama, yakni meningkatkan kemampuan warga kampus mencegah kekerasan, mendorong pelaporan yang bertanggung jawab, memastikan akses bantuan bagi korban, serta menjamin penanganan dan pendampingan yang menyeluruh.
“Kolaborasi lintas pihak menjadi kunci utama dalam menciptakan kampus yang aman dan berkeadilan,” ungkapnya.
Ketua Satgas PPKPT ITB Ahmad Dahlan Jakarta, Hanifah Fijriyah, menambahkan bahwa penyelenggaraan PPKPT harus berlandaskan prinsip nondiskriminasi, kepentingan terbaik bagi korban, keadilan dan kesetaraan gender, serta aksesibilitas bagi penyandang disabilitas.
“Prinsip akuntabilitas dan independensi menjadi kunci agar penanganan kasus tidak menimbulkan dampak lanjutan bagi korban,” jelasnya.
Perwakilan mahasiswa ITB Ahmad Dahlan Jakarta, Syamsul Nurip Hidayat, menegaskan bahwa mahasiswa tidak hanya menjadi objek perlindungan, tetapi juga subjek perubahan dalam upaya pencegahan kekerasan.
“Mahasiswa memiliki peran strategis dalam membangun budaya kampus yang aman, inklusif, dan berkeadaban,” katanya.

Pentingnya Peran Mahasiswa dan Sistem Pelaporan
Rangkaian kegiatan serupa juga digelar di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta oleh aktivis IMM Ciputat, dengan fokus penguatan peran mahasiswa dalam pencegahan kekerasan seksual di kampus. Kegiatan ini kembali dihadiri oleh Staf Ahli Menteri PPPA, Indra Gunawan, sebagai bentuk konsistensi dukungan pemerintah.
Ketua IMM Ciputat, Izzatur Rahman, menyampaikan bahwa kampus harus menjadi ruang aman bagi seluruh sivitas akademika.
“Kampus tidak hanya ruang akademik, tetapi juga ruang aman bagi setiap individu untuk belajar dan bertumbuh tanpa rasa takut,” ujarnya di Aula Fascho Ciputat, Senin (15/12/2025)
Dalam sesi talkshow, Sekretaris PSIPP ITB Ahmad Dahlan Jakarta, Tsani Itsna Ariyanti, menyoroti kekerasan seksual di kampus sebagai persoalan struktural yang berkaitan erat dengan relasi kuasa yang timpang. Ia menekankan pentingnya Sistem Layanan Pengaduan Kampus yang terintegrasi dan responsif.
“Sistem pelaporan harus menjamin kerahasiaan korban, menyediakan pendampingan hukum dan psikologis, serta memastikan tindak lanjut yang transparan dan adil,” tegas Tsani.
Sementara itu, mahasiswa Hukum Tata Negara UIN Jakarta, Nova Tsania, menekankan pentingnya pemahaman mahasiswa terhadap hak-hak korban dan kewajiban institusi kampus.
“Regulasi harus diimplementasikan secara nyata, bukan sekadar menjadi dokumen administratif,” ujarnya.
Pandangan serupa disampaikan Khodad Azizi, mahasiswa Magister Filsafat Universitas Indonesia, yang menilai kekerasan seksual sebagai persoalan sosial yang berkaitan dengan sistem dan budaya.
“Mewujudkan kampus yang aman dari kekerasan seksual adalah kewajiban moral seluruh civitas akademika,” tandasnya.
Melalui rangkaian kegiatan ini, PSIPP ITB Ahmad Dahlan Jakarta dan IMM Ciputat berharap penguatan kelembagaan, sistem pelaporan, dan partisipasi mahasiswa dapat berjalan beriringan dalam mewujudkan lingkungan kampus yang aman, inklusif, dan bebas dari kekerasan berbasis gender.