MONITOR, Jakarta – Gerak cepat Kepala BPOM Taruna Ikrar mengembalikan kepercayaan FDA, memastikan rempah Indonesia kembali menembus pasar Amerika setelah badai kontaminasi Cs-137.
Angin pelabuhan Tanjung Perak, sore itu membawa aroma rempah yang telah berabad-abad menjadi identitas Nusantara. Namun hari ini berbeda, di hadapan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) Prof. dr. Taruna Ikrar, M.Biomed, Ph.D., berjejer delapan kontainer berisi cengkeh dan kayu manis, seberat 174 ton senilai Rp14 miliar ,menjadi simbol pemulihan martabat bangsa setelah badai kontaminasi radionuklida Cesium-137 mengguncang hubungan dagang Indonesia–Amerika Serikat, pada Senin (15/12/2025).
Langkah ini menandai tonggak baru dalam sejarah pengawasan pangan Indonesia: untuk pertama kalinya, BPOM bertindak sebagai Certifying Entity resmi US FDA dalam memastikan seluruh rempah Indonesia yang masuk ke Negeri Paman Sam bebas cemaran radioaktif. Penunjukan ini lahir dari krisis, tetapi menjelma menjadi momentum diplomasi kepercayaan yang memperkuat posisi Indonesia di rantai pasok global.

Babak Baru dari Sebuah Krisis Global
Semuanya bermula ketika US FDA menerbitkan Import Alert 99-51 dan 99-52, setelah menemukan kontaminasi Cesium-137 pada produk udang beku dan cengkeh dari Indonesia pada 2025. Sejak 31 Oktober, Negeri Paman Sam memberlakukan persyaratan sertifikasi impor untuk udang dan rempah dari Jawa dan Lampung—aturan ketat yang dapat membatasi perdagangan.
Dalam sistem US FDA, komoditas bisa jatuh ke Red List atau Yellow List bila dianggap berisiko, dan hanya negara yang mampu membuktikan standar pengawasan tertinggi yang boleh kembali menyuplai pangan ke Amerika. Maka ketika US FDA secara resmi menunjuk BPOM sebagai lembaga sertifikasi — itu adalah pengakuan internasional bahwa Indonesia dipercaya untuk menjaga integritas pangan ekspornya.
Bertarung di Lapangan: Sains, Sistem, dan Sinergi
Pemulihan ekspor rempah ini tidak terjadi dalam semalam. Sejak November, BPOM menggerakkan operasi teknis nasional—dari pabrik hingga dermaga.
Di balik acara seremoni hari ini, terdapat kerja sunyi namun luar biasa dari para food inspector, laboran, dan petugas teknis yang menyisir sarana produksi, men-scan kontainer dengan Radioisotope Identification Device (RIID), hingga mengambil sampel untuk diuji BRIN.
BPOM juga mempercepat penyusunan lima pedoman teknis nasional—dari protokol pemindaian hingga skema sertifikasi—yang hari ini secara resmi diluncurkan dan diserahkan kepada para pelaku usaha.
Pada periode November–Desember 2025, terdapat 125 shipment yang siap ekspor, dan hingga 12 Desember, 82% telah selesai di-scan dan diuji, dengan 37 sertifikat SSC telah diterbitkan.
“Inilah bukti bahwa Indonesia tidak menunggu keadaan membaik, Indonesia bergerak memperbaikinya,” kata Prof Taruna Ikrar dalam sambutannya saat melepas komoditas ekspor tersebut ke Amerika Serikat.
Indonesia Menjawab Tantangan
Dalam sambutannya itu, Prof. Taruna Ikrar menyebut penunjukan Indonesia oleh US FDA sebagai bentuk “trust diplomacy”. Di tengah tekanan global terhadap keamanan pangan, pengakuan ini menunjukkan bahwa sistem pengawasan Indonesia memiliki kredibilitas yang layak di mata regulator paling ketat di dunia.
Lebih jauh, Prof Taruna Ikrar bilang, keberhasilan ini merupakan hasil sinergi lintas lembaga: BAPETEN, BRIN, Bea Cukai, Kemenko Bidang Pangan, Karantina, Pelindo, hingga Kedutaan Besar AS. Pada momen ketika ekspor terancam tersendat, seluruh instansi memilih bergandengan tangan demi menjaga nama baik Indonesia.
“Dengan bersinergi, kita menjaga integritas kualitas dan keamanan produk sekaligus memulihkan dan menguatkan kepercayaan mitra dagang internasional,” ujar Prof. Taruna dalam pidatonya.

Di hadapan para pelaku usaha dan perwakilan instansi, pelepasan delapan kontainer itu bukan hanya prosesi simbolik. Ia adalah pernyataan politik dan ekonomi: Indonesia sudah siap kembali mengisi rak-rak supermarket Amerika dengan produk yang aman, berkualitas, dan diawasi dengan standar internasional.
Rempah—komoditas yang sejak abad ke-16 membuat dunia berlayar menuju Nusantara—hari ini kembali menjadi alat diplomasi modern: diplomasi berbasis sains, integritas, dan kepercayaan.
Pelepasan ekspor ini bukan akhir perjalanan, melainkan awal dari babak baru. Dengan sistem sertifikasi yang kini berdiri kokoh, penguatan kapasitas pegawai, pedoman teknis yang jelas, dan koordinasi lintas lembaga yang solid, Indonesia semakin siap menghadapi standar global yang terus meningkat.
Sebagaimana disampaikan Prof. Taruna, momentum ini menunjukkan bahwa Indonesia tidak hanya mampu bersaing, tetapi juga mampu menjawab tantangan global secara strategis dan cepat.
Dan pada sore Surabaya yang cerah itu, ketika bendera race dikibarkan dan delapan kontainer rempah perlahan bergerak keluar terminal menuju kapal, Indonesia seolah berkata pada dunia: Kami kembali. Lebih siap, lebih kuat, dan lebih dipercaya