MONITOR, Jakarta – Menteri Agama RI, Prof. Nasaruddin Umar, menekankan pentingnya peningkatan literasi keagamaan dan penguatan pendidikan inklusif bagi seluruh lapisan masyarakat, termasuk penyandang disabilitas. Hal itu disampaikan Menag dalam sebuah acara pembinaan masyarakat yang dihadiri tokoh agama, pendidik, dan para orang tua.
Menag mengingatkan bahwa Indonesia harus terus memperkuat kualitas pendidikan agar tidak tertinggal dari negara-negara maju. “Jangan sampai negara Barat yang kita jadikan rujukan pendidikan justru lebih sulit kita kejar. Kita harus mampu melampaui keterbatasan,” ujar Prof. Nasaruddin.
Salah satu contoh literasi dasar yang ia sampaikan adalah kemampuan membedakan uang asli dan palsu. “Seperti saat kita meraba uang dolar, teksturnya berbeda antara yang asli dan palsu. Masyarakat harus dibiasakan teliti, termasuk dalam hal-hal kecil,” jelasnya.
Indonesia Diakui sebagai Pelopor Layanan Mushaf Inklusif
Dalam kesempatan itu, Menag juga menyoroti reputasi Indonesia sebagai negara yang memiliki komitmen kuat dalam penyediaan layanan keagamaan inklusif. Menurutnya, Indonesia adalah satu-satunya negara yang mampu mengembangkan berbagai jenis mushaf Al-Qur’an bagi seluruh kelompok masyarakat, termasuk penyandang disabilitas.
“Indonesia memiliki Al-Qur’an braille, Al-Qur’an berayun, bahkan mushaf dengan tafsir khusus. Ini bentuk keberpihakan kita,” ujar Menag. Saat berada di Madinah, ia memperkenalkan ragam mushaf tersebut dan mendapat apresiasi internasional.
Lebih dari Dua Juta Warga Belum Bisa Membaca Al-Qur’an
Menag menyampaikan keprihatinan atas temuan bahwa lebih dari dua juta warga Indonesia setiap tahun belum mampu membaca Al-Qur’an. Kondisi ini menjadi perhatian serius pemerintah.
“Ini tugas besar kita semua. Jangan sampai generasi kita tumbuh tanpa kemampuan membaca kitab suci,” tegasnya. Ia meminta para orang tua untuk aktif membimbing anak-anak, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan khusus.
Menurutnya, membantu anak-anak penyandang disabilitas adalah bentuk ibadah yang menghadirkan keberkahan. “Semakin sering kita membantu mereka, semakin besar kemudahan yang Allah berikan kepada kita,” tambah Menag.
Sekolah Inklusif Wajib Tanpa Diskriminasi
Prof. Nasaruddin menekankan bahwa pendidikan inklusif harus dijalankan tanpa diskriminasi. Pemerintah, kata Menag, perlu memastikan tersedianya fasilitas yang ramah disabilitas hingga ke satuan pendidikan terkecil.
“Jangan hanya mengangkat guru untuk anak-anak normal. Kita juga harus mengangkat guru-guru dengan kompetensi pendidikan khusus,” ujarnya.
Menag menambahkan bahwa setiap sekolah, baik inklusif maupun non-inklusif, harus mempersiapkan sarana prasarana untuk penyandang disabilitas. “Walaupun hanya ada satu siswa, ia tetap harus dilayani. Hari ini satu orang, besok bisa bertambah. Prinsipnya, tidak boleh ada diskriminasi,” tegasnya.
Membangun Sikap Peduli dan Menghadirkan Senyum
Menutup arahannya, Prof. Nasaruddin mengajak masyarakat untuk terus menghadirkan empati, kepedulian, dan senyum bagi anak-anak berkebutuhan khusus.
“Mereka adalah sahabat-sahabat Tuhan. Saat kita membuat mereka tersenyum, di situlah letak kemuliaan tugas kita,” pungkas Menag.