Jumat, 21 November, 2025

PSGA UIN Jakarta Gelar Seminar Peringatan Hari Ayah dan Ibu; Dua Sosok Beda Tapi Satu Kesatuan

MONITOR, Jakarta – Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menggelar Seminar Nasional ‘Multi Peran Perempuan dalam Bingkai Hari Ibu Serta Peran Ayah dalam Kesejahteraan Emosional dan Psikologis Anak’ di Auditorium Harun Nasution Kampus I, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, Kamis (20/11/2025).

Seminar nasional tersebut dilaksanakan dalam rangka memperingati Hari Ayah dan Hari Ibu 2025. Acara dilaksanakan dalam bentuk Talkshow dan Dialog dengan narasumber yaitu Da’i dan Penulis Muda Habib Husein Ja’far, Pimpinan Pondok Pesantren Mahasiswa Dr. Badriyah Fayumi, Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Sigit Purnomo Said atau Pasha Ungu dan akan dipandu oleh Presenter TV Shafira Umm.

Selain para narasumber, hadir pula dalam acara tersebut Wakil Rektor UIN Jakarta Bidang Kemahasiswaan Prof Ali Munhanif, Kepala PSGA UIN Jakarta Dr. Wiwi Siti Sajaroh dan Ketua LP2M UIN Jakarta Prof Amelia Fauzia.

Wakil Rektor UIN Jakarta Bidang Kemahasiswaan, Prof Ali Munhanif, menyampaikan apresiasi kepada PSGA dan para pihak lain yang telah menggelar kegiatan tersebut.

- Advertisement -

“Apresiasi Pak Rektor terhadap pola kegiatan ini, untuk inisiatif hari Ayah dan Ibu dari PSGA ini. Terlebih ada penghargaan ayah dan ibu award yang namanya Ayah Hebat, Ibu Bermartabat,” ungkapnya saat memberikan sambutan.

Menurut Ali Munhanif, acara yang digelar PSGA ini menjadi pengingat bagi para ayah dan ibu mengenai peran dan tugas dalam mengasuh dan memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak.

“Terima kasih PSGA yang telah membuat paduan acara ini dalam satu momen yang penting, yakni mengingatkan kita sebagai ayah ibu. Dalam konteks itulah sebenarnya, UIN Jakarta tetap berdiri terdepan dalam melakukan diseminasi kultural tentang kesetaraan kita semua, kesetaraan gender,” ujarnya.

Di era digital seperti saat ini, Ali Munhanif mengatakan, ayah dan ibu harus mengambil peran yang ekstra. Menurut Ali Munhanif, seorang ayah harus bisa memainkan peran seorang ibu, begitupun sebaliknya.

“Iya, sekarang memang semua harus mengambil double peran ya dengan berbagai tantangan-tantangan proses pertumbuhan anak di era digital. Hampir bisa dipastikan, ayah harus mengambil peran sebagai seorang pendidik dalam pengertian kasih sayangnya juga. Begitu juga sebaliknya, ibu harus mempunyai sikap-sikap yang tegas, berani, tidak harus keras dan kasar,” katanya.

Ali Munhanif mengungkapkan, kolaborasi ayah dan ibu dilakukan agar anak-anak usia dini khususnya, tidak terjerat ke dalam dunia gadget. Sebab, menurut Ali Munhanif, ayah dan ibu harus bisa memberikan kemampuan kepada anak untuk mengontrol akses informasi sesuai dengan usianya.

“Disitulah peran ini, double peran harus mulai digalakkan, saling melengkapi antara ayah dan ibu. Jangan berikan pendidikan anak pada orang yang mungkin tidak punya ikatan emosional, khususnya misalnya PRT, ART atau sebagainya ya, itu sangat berbahaya. Boleh dirawat, boleh dibantu untuk meringankan tugas, tapi menyerahkan sepenuhnya kepada mereka adalah hal yang sangat kita hindari,” ungkapnya.

“Karena tantangan-tantangan sekarang untuk bisa melihat anak tumbuh dengan sehat, baik secara psikologis maupun secara emosional, itu membutuhkan peran ayah dan ibu sekaligus,” ujar Ali Munhanif menambahkan.

Sementara itu, Kepala PSGA UIN Jakarta Dr. Wiwi Siti Sajaroh, mengatakan bahwa ayah dan ibu memang merupakan sosok yang berbeda. Namun, menurut Wiwi, peran dari keduanya tidak bisa dipisahkan alias suatu kesatuan.

“Dua peran itu sebenarnya harus disatukan ya, peran ibu dan ayah itu terkait dengan misalnya ada fenomena sekarang yang fatherless ya, keluarga yang kehilangan peran ayah, dan itu menurut saya harus dikembalikan kembali bahwa ayah dan ibu itu adalah satu, dua hal yang harus saling bergandengan untuk menciptakan keluarga sakinah mawadah warohmah, sehingga memunculkan juga anak-anak yang betul-betul merasa disayangi, diayomi oleh kedua sosok ini, ayah dan ibu,” katanya.

Wiwi menilai, pengasuhan terhadap anak tidak bisa dilakukan hanya oleh seorang ibu saja, tapi juga membutuhkan peran ayah.

“Sebetulnya dua peran sosok ini sangat penting dan berjasa dalam menciptakan keluarga sakinah mawadawarohma dan itu akan berimbas kepada negara yang sejahtera adil makmur, karena kan sumbernya kan dari keluarga,” ujarnya.

“Jadi peran ayah dan ibu sebenarnya saling melengkapi ya. Kalau dalam bahasa gender itu mubadalah, saling ketersalingan, misalnya dua hal peran itu dua-duanya bisa dilakukan bersama, itulah gender,” ungkap Wiwi melanjutkan.

Wiwi menyampaikan, yang tidak bisa dipertukarkan itu adalah kodrat, yakni melahirkan, haid dan menyusui, tapi peran-peran yang dikonstruksi oleh budaya yaitu pengasuhan, pendidikan dan mengasihi itu adalah hal yang bisa dan harus dilakukan oleh ayah maupun ibu.

Di era digital ini, Wiwi pun berharap dan meminta kepada para ayah dan ibu untuk selalu meluangkan waktunya meskipun di tengah kesibukan dalam bekerja.

Sehingga, menurut Wiwi, anak-anak tidak menjadi ketergantungan terhadap gadget dan dunia maya.

“Inilah mungkin kebersamaan kerja sama antara ayah dan ibu di rumah, bagaimana membatasi penggunaan gadget, kemudian mengajak bermain supaya mereka tidak fokus pada satu itu ya, satu hal itu misalnya dengan gadget, tapi kan dengan bermain, sekarang itu kan orang sudah merasa, anak-anak merasa kehilangan, tidak pernah merasa bermain dengan ayah, dengan ibu, akhirnya kembali ke gadget,” katanya.

“Mungkin semua sibuk ya, akhirnya mereka nyari kegiatan sendiri, nah kembalikan peran-peran itu, mereka harus bermain, mereka harus melakukan aktivitas fisik, bukan hanya aktivitas di layar, itu yang mungkin harus kita memberikan penyadaran ke semua pihak,” ujar Wiwi menambahkan.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER