Senin, 17 November, 2025

Guru Diwajibkan Rangkap Konselor, DPR: Sekolah Harus Tetap Punya Psikolog Profesional

MONITOR, Jakarta – Wakil Ketua Komisi X DPR RI Lalu Hadrian Irfani menyambut baik kebijakan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) yang mewajibkan seluruh guru di sekolah menjalankan peran bimbingan konseling (BK). Meski begitu, Lalu mengingatkan pentingnya sekolah memiliki ahli psikologi profesional.

“Kebijakan ini langkah maju dalam memperkuat pendidikan karakter dan kesejahteraan emosional siswa. Tapi kebijakan tersebut tidak boleh berhenti pada level administratif,” kata Lalu Hadrian Irfani, Senin (17/11/2025).

Lalu mengingatkan, pendampingan psikologis membutuhkan kompetensi profesional yang tidak dapat digantikan hanya dengan penugasan tambahan kepada guru.

“Guru memang harus membentuk karakter siswa, tetapi bimbingan konseling bukan tugas yang bisa dijalankan tanpa bekal psikologis. Karena itu negara harus memastikan bahwa setiap sekolah memiliki psikolog atau konselor tetap,” tuturnya.

- Advertisement -

Seperti diketahui, Mendikdasmen Abdul Mu’ti telah menyampaikan guru diharapkan mampu menjalankan peran ganda, termasuk menjadi konselor bagi para siswa. Ia menegaskan bahwa ketentuan mengenai hal tersebut telah memiliki dasar aturan yang jelas.

Mu’ti pun menambahkan, pemerintah kini berupaya memaksimalkan fungsi pembimbingan itu dengan menyiapkan pelatihan bimbingan dan konseling bagi para guru.

Melalui pembekalan tersebut, guru diharapkan tidak hanya mengajar sesuai bidang studinya, tetapi juga memiliki keterampilan dasar untuk memberikan pendampingan konseling kepada peserta didik.

Terkait hal ini, Lalu menegaskan psikolog sekolah adalah pilar sistem pendidikan modern bukan sekadar pelengkap. Dalam sistem pendidikan, guru dan psikolog disebut seharusnya berjalan berdampingan.

“Guru mengajar dengan hati, tetapi psikolog membantu menjaga agar hati anak tetap kuat. Tanpa sinergi keduanya, sekolah bisa menjadi tempat tekanan, bukan tempat pertumbuhan,” ujar Lalu.

Pimpinan komisi DPR yang membidangi urusan pendidikan itu juga menyoroti fakta banyak negara maju telah mewajibkan adanya minimal satu psikolog atau konselor profesional untuk setiap 250 siswa. Sementara, kata Lalu, Indonesia masih jauh tertinggal dalam hal ini.

“Maka BK tidak boleh menjadi formalitas administrasi. Dalam pendidikan modern, BK seharusnya menjadi ruang aman dan ruang penyembuhan, tempat siswa dapat berbicara tanpa rasa takut atau penilaian,” sebut Legislator dari Dapil NTB II itu.

“Bimbingan konseling bukan ruang disiplin, tetapi ruang pemulihan psikologis. Anak-anak butuh ruang aman untuk bercerita, bukan ruang baru untuk dihakimi,” imbuh Lalu.

Lalu juga menyoroti maraknya kasus perundungan dan meningkatnya angka bunuh diri pelajar yang harus dibaca sebagai alarm serius.

“Setiap kali kita membaca berita anak bunuh diri karena di-bully, itu bukan hanya tragedi keluarga, tetapi kegagalan sistem pendidikan kita. Sekolah yang tidak mampu membaca tanda-tanda krisis mental anak kehilangan jiwanya sebagai ruang tumbuh,” paparnya.

Lebih jauh, Lalu menegaskan negara harus hadir di sekolah bukan hanya dalam bentuk kurikulum, tetapi dalam bentuk kepedulian nyata. Ia menilai reformasi pendidikan nasional harus berpijak pada perlindungan jiwa dan kemanusiaan anak.

“Pendidikan bukan hanya soal mencerdaskan, tetapi menjaga agar anak-anak kita tidak kehilangan semangat hidupnya. Jika sekolah tidak bisa menjadi tempat aman, maka kita gagal melindungi masa depan bangsa,” jelas Lalu.

Lalu pun mendorong agar pemerintah memimpin gerakan besar untuk mewujudkan Sekolah Ramah Mental dengan memastikan setiap satuan pendidikan memiliki sistem pencegahan perundungan, layanan kesehatan jiwa, unit layanan psikososial.

“Guru harus diberi pelatihan dasar psikologi anak dan deteksi dini, sementara psikolog profesional harus hadir sebagai pendamping inti di setiap sekolah,” tutupnya.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER