PARLEMEN

Prof. Rokhmin Nilai Scylla Sp Berpotensi Jadi Motor Ekonomi Nasional

MONITOR, Jakarta – Indonesia dinilai memiliki keunggulan komparatif luar biasa dalam sektor kelautan dan perikanan, khususnya budidaya kepiting bakau (Scylla sp), berkat luas wilayah laut 6,4 juta km², garis pantai sepanjang 108.000 km, dan ekosistem mangrove terluas di dunia yang mencapai 13,36 juta hektar.

Pernyataan tersebut disampaikan Anggota Komisi IV DPR RI, Prof. Rokhmin Dahuri saat menjadi pembicara pada forum ilmiah dengan tema “Masa depan kepiting: Inovasi dan berkelanjutan” yang digelar Pusat Kolaborasi Riset Kepiting Berkelanjutan Universitas Hasanuddin (Unhas) bersama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Acara berlangsung di Kampus Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan, pada Sabtu (8/11/ 2025).

Dalam Forum yang mempertemukan akademisi, peneliti, dan pelaku industri untuk merumuskan langkah konkret menuju ekosistem kepiting yang berdaya saing dan berkelanjutan, sejalan dengan visi Indonesia Emas 2045, Prof. Rokhmin Dahuri menegaskan bahwa sektor ini berpotensi menjadi motor ekonomi nasional. 

“Investasi di budidaya, penangkapan, industri pengolahan dan pemasaran kepiting serta rajungan adalah sumber pertumbuhan ekonomi yang besar dan berkelanjutan. Indonesia bisa menjadi produsen kepiting terbesar dunia dan mewujudkan visi Indonesia Emas 2045,” ujar Anggota Komisi IV DPR.

Prof. Rokhmin Dahuri menegaskan, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi produsen kepiting terbesar di dunia, berkat ekosistem mangrove terluas secara global dan potensi ekonomi biru yang belum tergarap maksimal.

Dalam paparannya berjudul “Pengembangan Usaha Budidaya Kepiting Berbasis Ekonomi Biru Menuju Indonesia sebagai Produsen Kepiting Terbesar di Dunia dan Indonesia Emas 2045”, Prof. Rokhmin menekankan pentingnya pendekatan terintegrasi.

“Meski belum masuk 10 komoditas perikanan terbesar, kepiting memiliki nilai tambah tinggi. Dengan pengelolaan penangkapan, budidaya, pengolahan, dan pemasaran berbasis ekonomi biru, kita bisa wujudkan industri kepiting yang produktif, efisien, dan berkelanjutan,” ujar Guru Besar IPB University.

Dengan hutan mangrove seluas 13,36 juta hektar sebagai habitat ideal, Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang belum sepenuhnya dimanfaatkan. Ia menekankan bahwa budidaya dan bisnis kepiting serta rajungan harus dikelola secara terintegrasi dan berkelanjutan.

“Kepiting adalah komoditas strategis. Jika dikelola dengan pendekatan ekonomi biru, kita bisa menciptakan pertumbuhan ekonomi berkualitas dan mendukung Indonesia Emas 2045,” tegas Rektor Universitas UMMI Bogor.

Ia juga menekankan pentingnya kolaborasi internasional, terutama dengan Kanada dan China, untuk transfer teknologi dan peningkatan standar mutu.

“Budidaya kepiting berbasis ekonomi biru adalah peluang strategis untuk meningkatkan kesejahteraan pesisir, memperkuat ketahanan pangan, dan menjaga ekosistem laut,” ujarnya.

Ia menambahkan, meski produksi kepiting belum masuk 10 besar komoditas perikanan nasional, potensi Indonesia sangat tinggi berkat habitat mangrove yang luas. Untuk mewujudkan visi tersebut, diperlukan penguatan riset, industrialisasi hatchery, akses pembiayaan, dan model kemitraan yang adil antara masyarakat, pemerintah, kampus, dan swasta.

Politisi PDI Perjuangan itu menekankan bahwa budidaya dan bisnis kepiting serta rajungan harus dikelola secara produktif, efisien, dan bernilai tambah.

“Kita perlu riset kuat, hatchery industrial, pembiayaan inklusif, dan kemitraan adil. Dengan itu, Indonesia bisa memimpin dunia dalam produksi kepiting dan mewujudkan Indonesia Emas 2045,” tegasnya.

Kolaborasi dengan negara produsen utama seperti Kanada dan China menjadi kunci untuk transfer teknologi dan peningkatan mutu, sekaligus memperkuat posisi Indonesia di pasar global.

Sektor kelautan dan perikanan menjadi pilar strategis pembangunan nasional, dengan potensi luar biasa dalam budidaya kepiting bakau (Scylla sp). Ketua Dewan Pakar ASPEKSINDO menegaskan bahwa keempat jenis tersebut sangat potensial untuk dikembangkan melalui penangkapan berkelanjutan dan budidaya berbasis aquaculture. Namun, tingginya nilai ekonomi kepiting bakau membuka risiko overfishing dan penurunan populasi akibat kerusakan ekosistem mangrove.

“Diperlukan teknologi budidaya yang mendukung produksi berkelanjutan,” tegas Prof Rokmin.

Indonesia memiliki peluang besar di tengah kompetisi ekspor dengan Myanmar dan Vietnam, yang sama-sama memproduksi Scylla serrata (kepiting bakau besar). Keunggulan nutrisi kepiting dan rajungan—protein tinggi (>22%), rendah lemak, kaya mineral dan omega-3—menjadi daya tarik utama pasar ekspor.

Harga ekspor berkisar USD 12–25/kg untuk kepiting hidup dan USD 18–40/kg untuk daging olahan, dengan pasar utama meliputi AS, China, Hongkong, Singapura, Malaysia, dan Eropa. Tren pasar ekspor dan domestik menunjukkan pertumbuhan 7–10% per tahun, menandakan peluang besar bagi Indonesia untuk memperkuat posisi global melalui strategi budidaya berkelanjutan, peningkatan mutu, dan diplomasi dagang.

“Indonesia tak sekadar menjual kepiting. Kita menjual harapan pesisir, ketahanan pangan, dan ekonomi biru. Saatnya strategi ekspor, riset genetika, dan kemitraan global. Kepiting adalah diplomasi laut. Indonesia adalah jawabannya,” jelasnya.

Duta Besar Kehormatan Kepulauan Jeju dan Kota Metropolitan Busan, Korea Selatan, mengungkapkan bahwa kompetitor utama Indonesia dalam ekspor kepiting adalah Myanmar dan Vietnam. Kedua negara tersebut sama-sama memproduksi Scylla serrata (kepiting bakau besar), jenis yang juga menjadi andalan Indonesia.

Namun, di tengah potensi besar dan persaingan ketat, pengelolaan kepiting nasional masih menghadapi berbagai tantangan yang terbagi dalam tiga kategori utama: Pertama Sumberdaya Ikan dan Lingkungan, Kedua Sosial Ekonomi dan Ketiga Tata Kelola.

“Isu-isu ini menjadi penghambat dalam upaya menjadikan Indonesia sebagai produsen kepiting terbesar dunia. Diperlukan kolaborasi lintas sektor, regulasi berpihak, dan inovasi teknologi untuk menjawab tantangan tersebut,” katanya.

Recent Posts

Mahfuz Sidik Ajak Generasi Muda Pelajari Dinamika Politik Global

MONITOR, Jakarta - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Mahfuz Sidik mengatakan, generasi…

4 jam yang lalu

UIN Datokarama Gelar Tes Hafalan Calon Penerima Beasiswa Tahfidz 2025

MONITOR, Jakarta - Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama melaksanakan tes hafalan bagi mahasiswa calon penerima…

7 jam yang lalu

DPP AMSI Nilai Soeharto Layak Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional

MONITOR, Jakarta - Dewan Pimpinan Pusat Angkatan Muda Satkar Ulama Indonesia (DPP AMSI) menilai Presiden…

11 jam yang lalu

Humas Kementan: Pimpinan Sudah Menegur Pejabat, Kementan dan Tempo Adalah Cinta Sejati

MONITOR, Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan) menegaskan komitmen terhadap integritas dan netralitas aparatur sipil negara…

12 jam yang lalu

Resmikan Pabrik Baru, PT LCI Perkuat Industri Kimia Nasional

MONITOR, Jakarta - Kementerian Perindustrian terus berupaya mempercepat transformasi dan melakukan penguatan industri kimia nasional…

14 jam yang lalu

DPR Nilai Vonis Kasus Tabrakan Mahasiswa UGM Tak Cerminkan Keadilan

MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi III DPR RI Abdullah menilai putusan Pengadilan Negeri Sleman, Yogyakarta…

16 jam yang lalu