MONITOR, Jakarta – Belakangan ada fenomena sejumlah wanita karier yang memilih untuk menunda pernikahan. Fenomena ini menjadi salah satu kajian dalam The 5th International Collaboration Conference on Law, Sharia and Society (ICCoLass) 2025 yang berlangsung di Surakarta.
Isu ini dipaparkan mahasiswa S2 Universitas Islam Negeri (UIN) Siber Syekh Nurjati Cirebon, Dede Al Mustaqim, bersama Novi Fitriani, dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
ICCoLass 2025 mengangkat tema “Law, Society and Sustainability: Navigating Challenges in the Digital, Environmental, and Socio-Religious Landscape”. Forum ini mempertemukan para pakar hukum, akademisi, dan peneliti dari berbagai negara untuk membahas isu-isu hukum, syariah, dan masyarakat dalam konteks global.
Dalam forum tersebut, Dede Al Mustaqim dan Novi Fitriani mempresentasikan riset kolaboratif berjudul: “A Qira’ah Mubadalah and Maqāṣid Shariah Perspective on the Phenomenon of Marriage Postponement among Career Women.”
Penelitian ini menyoroti meningkatnya tren penundaan pernikahan di kalangan perempuan karier sebagai bagian dari dinamika sosial kontemporer. Isu ini dibaca melalui dua pendekatan penting dalam kajian Islam modern: Qira’ah Mubadalah (pembacaan kesalingan) dan Maqāṣid Syariah (tujuan-tujuan luhur hukum Islam).
Dalam presentasinya, Novi Fitriani, S.H., M.H. menegaskan bahwa keputusan perempuan untuk menunda pernikahan sering kali didasari pertimbangan rasional, seperti stabilitas ekonomi, kesiapan mental dan spiritual, serta komitmen terhadap pengembangan karier dan pengabdian sosial.
“Dari perspektif Qira’ah Mubadalah, keputusan ini merupakan bentuk kemandirian dan tanggung jawab perempuan atas hidupnya, selama tetap berorientasi pada kemaslahatan bersama,” ungkap Novi.
Sementara itu, Dede Al Mustaqim, S.H. menambahkan bahwa dalam bingkai Maqāṣid Syariah, penundaan pernikahan tidak dapat dipandang sebagai penyimpangan dari nilai-nilai Islam.
“Selama tetap menjaga prinsip hifz an-nafs (perlindungan jiwa), hifz al-‘aql (perlindungan akal), dan hifz an-nasl (perlindungan keturunan), maka fenomena ini justru menunjukkan fleksibilitas hukum Islam dalam menjawab tantangan zaman,” jelas Dede.
Ia menilai fenomena ini sebagai bentuk ijtihad sosial modern yang menandakan bahwa hukum Islam bersifat dinamis dan mampu merespons perubahan sosial tanpa kehilangan ruh spiritualnya.
Paparan keduanya mendapat apresiasi luas dari peserta konferensi internasional. Para akademisi menilai penelitian ini memberikan kontribusi nyata terhadap pengembangan kajian hukum keluarga Islam kontemporer yang lebih inklusif, berkeadilan gender, dan relevan dengan tantangan masyarakat modern.
Rektor UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon, Prof. Dr. H. Aan Jaelani, M.Ag., turut menyampaikan rasa bangganya atas prestasi tersebut. “Partisipasi mahasiswa dan dosen Indonesia dalam forum internasional ini menunjukkan bahwa UIN Siber berkomitmen membangun keilmuan Islam yang adaptif terhadap isu global, tanpa meninggalkan nilai-nilai transendentalnya. Ini bukti nyata bahwa generasi muda akademisi kita mampu bersaing di kancah dunia,” tutur Rektor.
Keikutsertaan Dede Al Mustaqim dalam ICCoLass 2025 menjadi bukti komitmen UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon sebagai Cyber Islamic University pertama di Indonesia yang mendorong kolaborasi riset lintas kampus dan memperkuat posisi Indonesia dalam diskursus hukum Islam global yang berkeadilan, humanis, dan berkelanjutan.