MONITOR, Jakarta – Beberapa bulan terakhir, industri dalam negeri khususnya subsektor tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri tengah menghadapi tantangan serius. Pasalnya, pada Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Oktober 2025, subsektor tekstil tercatat berada pada level 49,74 poin atau mengalami kontraksi.
Meluruskan pernyataan Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki (ITKAK) Kemenperin yang menyebut menolak istilah banjir impor pada sektor industri TPT, Kementerian Perindustrian menyampaikan, faktanya memang telah terjadi peningkatan volume impor produk tekstil yang signifikan terutama impor produk tekstil hilir yang melebih kebutuhan pasar domestik sehingga kondisi ini dapat dikatakan sebagai banjir impor.
“Fenomena banjir impor yang terjadi belakangan ini lebih banyak dialami pada produk hilir industri TPT, terutama pada industri garmen. Sementara itu, pada bahan baku, industri tekstil nasional masih membutuhkan pasokan impor untuk meningkatkan daya saing dan menjaga keberlanjutan rantai pasok industri hilir,” kata Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kemenperin, Alexandra Arri Cahyani dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (1/11).
Menurut Alexandra, peningkatan impor tersebut terjadi karena sejumlah faktor, antara lain pergeseran pola perdagangan global, penurunan biaya logistik internasional, serta relaksasi kebijakan impor di beberapa negara mitra. Dampak dari kondisi ini dirasakan langsung oleh pelaku industri tekstil dalam negeri, yang menghadapi tekanan pada harga jual dan penyerapan produksi.
“Banjir impor ini memang memberikan tekanan, terutama bagi industri hulu yang selama ini menopang pasokan benang dan kain lokal. Untuk itu, Kemenperin bersama kementerian dan lembaga terkait segera melakukan langkah pengendalian agar industri nasional tetap terlindungi,” jelasnya.
Kemenperin mendukung penuh pernyataan Menteri Keuangan yang menegaskan akan memberantas mafia impor tekstil ilegal. Langkah tersebut, kata Alexandra, tentu hal yang sangat positif dan sejalan dengan arahan dari Presiden Prabowo Subianto untuk melindungi industri dalam negeri.
Oleh karena itu, Kemenperin konsisten menjalankan program yang berfokus pada penguatan kapasitas industri dalam negeri melalui program restrukturisasi mesin dan peralatan, peningkatan produktivitas tenaga kerja, serta percepatan implementasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) di sektor TPT.
“Kami meyakini, upaya penertiban impor ini sejalan dengan penguatan struktur industri tekstil nasional, sehingga industri kita mampu bersaing secara sehat di pasar global maupun dalam negeri,” paparnya.
Lebih lanjut, Alexandra menegaskan, penanganan banjir impor akan dilakukan secara proporsional dan terukur, dengan tetap menjaga kelancaran bahan baku bagi industri pengguna yang berorientasi ekspor, seperti garmen dan apparel.
“Prinsipnya, kami tidak menutup arus perdagangan, tetapi menata ulang mekanismenya agar bahan baku tetap tersedia dan produk lokal tetap terlindungi. Fokus kami tetap menjaga keberlanjutan rantai pasok industri nasional,” pungkasnya.