Selasa, 21 Oktober, 2025

ISPA Marak, DPR Dorong Penguatan Sistem Pencegahan Agar Tak Seperti Pandemi Covid-19

MONITOR, Jakarta – Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Yahya Zaini menyoroti peningkatan kasus Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di DKI Jakarta yang dilaporkan mendekati dua juta kasus sejak Juli hingga Oktober 2025. Yahya menegaskan, lonjakan keluhan ini perlu menjadi perhatian serius karena tingginya jumlah kasus dan juga kemiripannya dengan gejala Covid-19 yang berpotensi menimbulkan kekhawatiran masyarakat.

“Peningkatan kasus ISPA harus dipandang sebagai peringatan dini atas lemahnya sistem pencegahan penyakit menular berbasis komunitas, terutama di wilayah perkotaan dengan kepadatan tinggi dan tingkat polusi udara yang meningkat,” kata Yahya Zaini, Selasa (21/10/2025).

“Meskipun Kementerian Kesehatan menyebut situasi masih dalam kendali, peningkatan tren sejak pertengahan tahun menunjukkan adanya faktor risiko yang perlu segera diantisipasi,” sambungnya.

Sebagai informasi, gambaran epidemiologis di DKI Jakarta menunjukkan peningkatan signifikan pada kasus infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) sejak awal tahun 2025.

- Advertisement -

Data resmi dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta (Dinkes DKI) mencatat hingga Oktober 2025, total kasus ISPA mencapai 1.966.308. Peningkatan mulai terasa secara nyata sejak bulan Juli 2025 kemudian.

Hingga pertengahan tahun ini, sejumlah puskesmas melaporkan pasien dengan keluhan batuk-pilek yang tak kunjung reda, sakit tenggorokan, hingga sesak napas ringan. Kepala Dinkes DKI, Ani Ruspitawati, menyebut bahwa ISPA yang mudah menular lewat droplet maupun partikel aerosol kini mendominasi layanan puskesmas.

Selain di DKI Jakarta, lonjakan kasus ISPA juga terjadi di sejumlah daerah. Di antaranya di Bandung, Semarang, Surabaya, hingga Tabanan, Bali.

Adapun beberapa faktor utama yang diidentifikasi sebagai penyebab lonjakan ini antara lain karena kualitas udara yang memburuk, di mana polusi dan partikel-halus di udara turut memperparah kondisi saluran pernapasan.

Lonjakan ISPA juga disebut terjadi lantaran pola cuaca ekstrem dan musim peralihan, serta penularan massal yang mudah. Karena sifat ISPA yang menular melalui udara dan kontak dekat, kecepatan penularan menjadi tantangan.

Hal ini lantaran ISPA merupakan penyakit yang sangat mudah menular melalui udara, droplet, dan aerosol. Oleh karenanya, Yahya mendorong langkah-langkah pencegahan untuk mengantisipasi kasus ISPA semakin melonjak.

“Di tengah kondisi cuaca yang tidak menentu, kualitas udara yang menurun, serta imunitas masyarakat yang cenderung melemah akibat kelelahan dan stres, potensi penyebarannya bisa meningkat secara eksponensial,” terang Legislator dari Dapil Jawa Timur VIII itu.

“Karena itu, pendekatan pencegahan harus diperkuat, bukan hanya pengobatan,” imbuh Yahya.

Pimpinan Komisi Kesehatan DPR ini pun mendesak Pemerintah, khususnya Kementerian Kesehatan, untuk memperkuat sistem kewaspadaan dini (SKDR) hingga ke tingkat puskesmas dan fasilitas kesehatan primer. Menurut Yahya, hal ini diperlukan agar deteksi dini dan pelaporan kasus ISPA dapat lebih cepat dan akurat.

“Kemenkes harus meningkatkan pengawasan kualitas udara, bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Pemerintah Daerah, karena faktor polusi memiliki korelasi kuat dengan peningkatan kasus ISPA,” tuturnya.

Yahya juga mendorong pemerintah untuk melakukan edukasi publik secara masif mengenai langkah pencegahan ISPA secara sederhana. Mulai dari penggunaan masker, menjaga kebersihan tangan, ventilasi ruangan yang baik, hingga segera memeriksakan diri jika mengalami gejala berat.

“Dan memastikan ketersediaan obat dan fasilitas layanan kesehatan primer, terutama di wilayah padat penduduk yang paling rentan terhadap penularan penyakit saluran pernapasan,” ungkap Yahya.

Yahya menekankan bahwa peningkatan kasus ISPA tidak boleh dianggap sebagai siklus musiman semata. Ia menyebut pengalaman pandemi Covid-19 harus menjadi pelajaran penting bahwa penyakit dengan gejala mirip flu bisa berkembang menjadi ancaman kesehatan masyarakat yang lebih besar.

“Kejadian seperti pandemi bisa saja terjadi jika kasus ISPA ini tidak ditangani dengan pendekatan berbasis data dan pencegahan,” tegasnya.

“Dan perkuat peran Puskesmas sebagai garda terdepan bagi masyarakat yang terkena ISPA,” sambungnya.

Selain itu, Yahya juga mendesak adanya sinergi lintas sektor. Menurutnya, Kementerian Kesehatan tidak bisa bekerja sendiri. Yahya juga mendorong agar pemerintah membangun mekanisme kolaborasi antarkementerian dan pemerintah daerah untuk menciptakan kebijakan penanggulangan penyakit menular yang lebih sistematis dan berkelanjutan.

“Faktor lingkungan, kepadatan hunian, polusi kendaraan, serta perilaku masyarakat dalam menjaga kesehatan juga berkontribusi besar terhadap penyebaran ISPA,” ucap Yahya.

Yahya menambahkan, Komisi IX DPR RI akan terus menjalankan fungsi pengawasan terhadap kebijakan kesehatan nasional dan memastikan pemerintah responsif terhadap setiap potensi wabah yang muncul.

“Perlindungan kesehatan masyarakat adalah bagian dari tanggung jawab konstitusional negara, dan peningkatan kasus ISPA kali ini harus menjadi momentum untuk memperkuat kesiapsiagaan sistem kesehatan nasional dari hulu hingga hilir,” pungkasnya.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER