MONITOR, Jakarta – Menteri Haji dan Umrah Republik Indonesia, Mochamad Irfan Yusuf, melakukan kunjungan resmi ke Kementerian Haji dan Umrah Kerajaan Arab Saudi, dan disambut langsung oleh Tawfiq F. Al-Rabiah, Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi, di Riyadh, Ahad (19/10).
Pertemuan ini menandai langkah penting dalam penguatan kerja sama bilateral antara dua negara, khususnya dalam memastikan penerapan standar istithaah kesehatan jamaah haji serta peningkatan kualitas pelayanan ibadah haji dan umrah.
Dalam sambutannya, Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi, Tawfiq F. Al-Rabiah, menyampaikan penghargaan kepada Pemerintah Indonesia atas pembentukan Kementerian Haji dan Umrah RI yang dinilai sebagai langkah maju dalam tata kelola penyelenggaraan haji.
“Kami menyambut dengan gembira kepada Menteri Haji dan Umrah Indonesia yang mulia Bapak Irfan Yusuf atas kunjungannya ke Kerajaan Arab Saudi. Kami juga mengucapkan selamat kepada Pemerintah Republik Indonesia atas terbentuknya Kementerian Haji dan Umrah, serta menyampaikan terima kasih kepada Presiden Prabowo atas inisiatif tersebut untuk melayani jamaah haji dan umrah Indonesia.”
Dalam pertemuan tersebut, kedua menteri menegaskan komitmen untuk memastikan penyelenggaraan Haji 2026 yang lebih aman, sehat, dan bermartabat, dengan fokus pada penerapan standar kesehatan jamaah (istithaah) yang lebih ketat dan persiapan operasional yang lebih matang.
Sebagai langkah konkret, kedua pihak sepakat membentuk Joint Operation Group, yang akan menjadi pusat koordinasi real time dalam pemantauan seluruh aspek operasional haji.
Dalam kesempatan itu, Menteri Haji dan Umrah RI menyampaikan beberapa masukan, termasuk keberatan terkait penempatan sebagian jamaah Indonesia di zona 5. Menanggapi hal ini, pihak Saudi menjelaskan bahwa kondisi tersebut merupakan konsekuensi operasional dari peningkatan layanan.
Kemenhaj RI berkomitmen menyiapkan langkah-langkah penyesuaian agar jamaah tetap mendapatkan pelayanan terbaik, termasuk penataan transportasi, fasilitas pendukung, serta penerapan sistem tanazul yang terukur.
Fokus utama pertemuan juga membahas penegasan otoritas Saudi terhadap pentingnya istithaah kesehatan jamaah. Tahun 2026, Pemerintah Arab Saudi akan melakukan pemeriksaan acak di bandara, hotel, dan area Masyair guna memastikan seluruh jamaah benar-benar memenuhi syarat kesehatan. Jamaah yang tidak memenuhi kriteria akan ditolak atau dipulangkan, sementara penyelenggara yang melanggar akan dikenai sanksi tegas.
“Haji adalah bagi orang yang mampu melaksanakannya. Syarat dasar haji adalah kemampuan kesehatan jamaah agar tidak membahayakan dirinya sendiri maupun jamaah lainnya. Kami berharap Indonesia benar-benar menerapkan standar kesehatan bersertifikat dan memastikan tidak ada jamaah yang sakit diberangkatkan. Ini adalah bentuk pelayanan terbaik bagi jamaah.”
Selain itu, Pemerintah Arab Saudi menegaskan bahwa penyembelihan dam di Arab Saudi hanya dapat dilakukan secara resmi melalui lembaga “Adahi” yang dikelola pemerintah, dengan pembayaran melalui sistem resmi yang telah ditetapkan. Setiap bentuk penyembelihan di luar mekanisme tersebut dinyatakan tidak sah dan melanggar ketentuan otoritas Saudi.
Pertemuan ditutup dengan penegasan kedua menteri tentang pentingnya tata kelola haji yang profesional, sehat, dan berorientasi pada jamaah.
Kemenhaj RI menegaskan bahwa kolaborasi erat antara Indonesia dan Arab Saudi bukan hanya untuk meningkatkan efisiensi penyelenggaraan, tetapi juga untuk memastikan seluruh jamaah dapat beribadah dengan kondisi fisik dan mental yang benar-benar siap.
“Kami sepakat dengan Menteri Mochamad Irfan Yusuf untuk terus berkoordinasi dan bekerja sama dalam memberikan pelayanan terbaik bagi jamaah haji, dengan pelatihan dan persiapan tim yang matang, insyaallah dengan kehendak Allah.”