MONITOR, Kendari – Dewan Pakar Pusat Studi Al-Qur’an (PSQ), Muchlis M. Hanafi, mengungkapkan, ajaran Al-Qur’an tidak hanya menyerukan manusia untuk hidup rukun dengan sesama, tetapi juga mengajarkan keseimbangan hidup dengan alam. Hal itu disampaikannya dalam Seminar Syiar Qur’an dan Hadis: Merawat Kerukunan, Melestarikan Lingkungan yang digelar di sela kegiatan Seleksi Tilawatil Qur’an dan Hadits (STQH) ke-28 di Kendari, Jumat (17/10/2025).
Menurut Muchlis, keberagaman suku, bahasa, dan agama di Indonesia merupakan cerminan nyata dari ayat-ayat kauniyyah, yaitu tanda-tanda kebesaran Allah di alam semesta. “Indonesia adalah cermin yang jernih dari ayat-ayat kauniyyah itu. Keberagaman seharusnya menjadi modal membangun peradaban damai, bukan sumber perpecahan,” ujarnya.
Ia menjelaskan, Al-Qur’an mengarahkan manusia untuk memahami perbedaan sebagai bagian dari kehendak Ilahi. Mengutip QS. al-Ḥujurāt ayat 13, Muchlis menekankan pentingnya nilai ta‘āruf atau saling mengenal antarbangsa dan antarsuku. “Tanpa saling mengenal, tumbuh prasangka; dan tanpa toleransi, keragaman mudah berubah menjadi konflik,” tuturnya.
Muchlis menyebut, toleransi dalam Islam bukan sekadar bentuk sopan santun sosial, melainkan kebutuhan hidup sekaligus kewajiban agama. Ia mengutip QS. al-Mā’idah ayat 48 yang menunjukkan bahwa Allah menciptakan perbedaan agar manusia berlomba dalam kebajikan.
“Perbedaan bukanlah kegagalan sosial, melainkan ujian untuk mengukur sejauh mana kita mampu berlaku adil dan berbuat baik,” katanya.
Dalam paparannya, Muchlis mencontohkan keteladanan Rasulullah Saw. sebagai figur yang menanamkan nilai toleransi dengan kasih dan kebijaksanaan. Ia menyinggung peristiwa ketika nabi menenangkan seorang Badui yang berbuat kesalahan di masjid, serta sikap beliau yang memberi ampunan kepada musuh-musuhnya saat penaklukan Makkah.
“Toleransi Nabi bukan kelemahan; ia adalah strategi peradaban,” ucapnya.
Lebih lanjut, Muchlis menjelaskan bahwa toleransi dalam Islam berakar pada dua prinsip utama, yakni keadilan dan kasih. Hal ini tercermin dalam kebijakan Rasulullah di Madinah melalui Piagam Madinah yang menjamin hak dan kebebasan komunitas Yahudi serta memberikan perlindungan kepada umat Kristen Najran.
“Di sana, toleransi berwujud konstitusi — sebuah rancangan kebangsaan yang berakar pada keadilan dan kasih,” tambahnya.
Ia juga mengaitkan pesan kerukunan dengan kewajiban menjaga kelestarian alam. Menurutnya, harmoni sosial tidak akan sempurna tanpa harmoni ekologis. “Harmoni sosial tanpa harmoni ekologis hanyalah separuh dari makna rahmatan lil-‘ālamīn. Menjaga bumi dan seluruh isinya adalah kelanjutan dari menjaga persaudaraan manusia,” jelasnya.
Muchlis mengingatkan bahwa tanggung jawab terhadap lingkungan merupakan bentuk pengabdian kepada Sang Pencipta. Dalam pandangannya, manusia tidak hanya diperintahkan untuk hidup damai satu sama lain, tetapi juga untuk hidup selaras dengan alam sebagai bagian dari tanda-tanda kebesaran Allah.
“Setelah memahami pentingnya hubungan antarmanusia, kita juga harus memperluas kepedulian menuju harmoni ekologis,” ujarnya.
Seminar yang dihadiri tokoh agama, akademisi, dan penyuluh agama dari berbagai daerah ini juga membahas penerapan nilai-nilai Al-Qur’an dalam kebijakan sosial dan pendidikan. Muchlis menilai pendidikan agama perlu menanamkan kesadaran toleransi dan tanggung jawab ekologis sejak dini.
Ia juga mendorong agar kegiatan keagamaan seperti STQH menjadi wadah memperkuat persaudaraan dan menumbuhkan kepedulian terhadap lingkungan. “STQH Nasional bukan hanya panggung seni baca Al-Qur’an, tetapi juga ruang perjumpaan spiritual yang meneguhkan persaudaraan. Membaca Al-Qur’an bukan sekadar memperindah suara, tetapi meneduhkan perilaku dan menghidupkan maknanya dalam keramahan sosial,” tutur Muchlis.
Ia menutup paparannya dengan ajakan reflektif agar umat Islam menghidupkan kembali semangat Al-Qur’an sebagai pedoman hidup yang menuntun manusia pada perdamaian dan keseimbangan.
“Bila toleransi kita rawat, kerukunan akan tumbuh; dan bila kerukunan tumbuh, maka rahmat Al-Qur’an akan semakin terasa sebagai cahaya yang menyatu dalam kehidupan bersama,” pungkasnya.
MONITOR, Jakarta - Menteri Agama Nasaruddin Umar bersama Dirjen Bimas Kristen serta perwakilan dari Forum…
MONITOR Jakarta - Anggota Komisi II DPR RI, Mardani Ali Sera merespons putusan Mahkamah Konstitusi…
MONITOR, Jakarta - Ketua DPR RI Puan Maharani menyoroti lonjakan kasus Influenza A yang tengah…
MONITOR, Kendari - Menteri Agama periode 2001–2004, Said Agil Husin Al Munawar, mengungkapkan bahwa Al-Qur’an…
MONITOR, Jakarta - Mabes TNI menggelar Upacara Bendera rutin 17-an yang berlangsung pada Jumat, 17…
MONITOR, Jakarta - Satu tahun perjalanan pemerintahan Prabowo–Gibran diwarnai dengan apresiasi publik terhadap kinerja sejumlah…