Kamis, 16 Oktober, 2025

Komisi XIII DPR Dorong Komnas Perempuan Jadi Satker Mandiri, Amanat UU TPKS

MONITOR, Jakarta – Ketua Komisi XIII DPR RI, Willy Aditya mendorong agar Komnas Perempuan segera menjadi satuan kerja (satker) mandiri, tidak lagi berada di bawah Komnas HAM. Langkah ini dinilai penting untuk memperkuat kelembagaan Komnas Perempuan, terutama setelah mandat dan peran strategis lembaga ini secara eksplisit tertuang dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).

“Komisi XIII DPR RI akan mendorong Komnas Perempuan menjadi satker mandiri, tidak lagi di bawah Komnas HAM. Ini untuk penguatan lembagaan karena sudah tertuang atau amanat dalam UU TPKS,” kata Willy, Kamis (16/10/2025).

Menurut Willy, langkah ini juga sebagai hadiah atau kado di usia 27 tahun Komnas Perempuan berdiri. Willy pun sempat hadir di peringatan HUT Komnas Perempuan pada Rabu (15/10) kemarin, yang bertemakan ‘Merawat Memori Kolektif, Meneguhkan Komitmen Kemanusiaa’.

Willy mengatakan Komnas Perempuan bukan sekadar lembaga negara, melainkan ruh peradaban yang lahir dari kesadaran bangsa atas luka kekerasan dan diskriminasi yang kerap disembunyikan.

- Advertisement -

“Komnas Perempuan bukan sekadar lembaga negara. Ia adalah ruh peradaban yang tumbuh dari kesadaran bangsa akan luka-lukanya sendiri, luka kekerasan, luka diskriminasi, dan luka yang sering kali disembunyikan di bawah karpet moralitas sosial,” ucapnya.

Willy juga menyoroti pentingnya merawat ingatan kolektif bangsa sebagai cara untuk mencegah kekerasan di masa lalu terulang di masa depan. Hal ini sebagaimana dilakukan negara-negara yang memilih berdamai dengan masa lalunya.

“Karena bangsa yang melupakan luka masa lalunya, akan kehilangan arah penyembuhannya,” tegas Willy.

Menurut Willy, Komnas Perempuan telah memainkan peran sentral dalam lahirnya Undang-undang No 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual atau UU TPKS. Ia mengatakan hal tersebut merupakan sebuah pencapaian historis yang lahir dari kerja panjang solidaritas sosial, bukan kompromi politik.

Namun, Willy yang merupakan Ketua Panja UU TPKS ini menegaskan masih banyak hal yang perlu diatasi.

“UU TPKS harus diwujudkan dalam tindakan konkret dan gerakan sosial lintas sektor, termasuk dunia pendidikan, ruang budaya, komunitas digital, hingga sektor usaha,” jelas Legislator dari Dapil Jawa Timur XI tersebut.

“UU TPKS belum boleh berhenti di atas kertas. Ia harus menjadi alat gerakan sebuah instrumen sosial untuk mengubah perilaku, membangun kesadaran, dan menciptakan kejeniusan-kejeniusan praktis yang hidup di tengah masyarakat,” sambung Willy.

Pimpinan Komisi DPR yang membidangi urusan HAM itu mengatakan, saat ini masyarakat sangat membutuhkan kreativitas sosial yang melibatkan berbagai sektor, mulai dari dunia pendidikan, komunitas digital, ruang budaya, hingga dunia usaha. Willy pun menekankan perlindungan harus dipandang sebagai kebanggaan moral bangsa.

“Kita butuh kreativitas sosial: dari dunia pendidikan, komunitas digital, ruang budaya, hingga dunia usaha. Kita butuh gerakan yang memaknai perlindungan bukan sebagai beban, melainkan kebanggaan moral bangsa. Komnas Perempuan telah menjadi nurani, tetapi ke depan ia juga harus menjadi pendidik bangsa,” paparnya.

“Metode kerjanya harus melibatkan publik secara aktif agar setiap warga merasa memiliki tanggung jawab dalam mencegah kekerasan. Perubahan sosial tidak akan lahir hanya dari lembaga, tetapi dari rasa memiliki bersama,” tambah Willy.

Sebagai bentuk dukungan konkret terhadap hak-hak perempuan, Willy memastikan Komisi XIII DPR akan terus mendorong penguatan kelembagaan Komnas Perempuan melalui strategi anggaran, pengawasan implementasi UU TPKS, dan harmonisasi kebijakan lintas sektor.

“Komisi XIII DPR RI berkomitmen untuk terus memperkuat posisi kelembagaan Komnas Perempuan: melalui penganggaran yang lebih strategis, melalui pengawasan yang memastikan pelaksanaan UU TPKS berjalan, dan melalui harmonisasi kebijakan lintas sektor agar perjuangan hak-hak perempuan tidak berhenti di ruang advokasi, tetapi berbuah di ruang kehidupan nyata,” urainya.

“Apa yang harus kita bangun bersama ke depan adalah Indonesia yang baru: Indonesia di mana rumah menjadi tempat aman, bukan ancaman, sekolah menjadi ruang tumbuh, bukan ruang trauma, ruang publik menjadi arena partisipasi yang setara, dan hukum menjadi pelindung yang berpihak, bukan sekadar pengadil,” tutup Willy.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER