MONITOR, Jakarta – Untuk menjadi negara yang maju, adil dan sejahtera dan mewujudkan visi Indonesia Emas 2045, Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Prof Rokhmin Dahuri mengatakan bahwa Indonesia harus menjadikan sistem hukum sebagai fondasi utama industrialisasi dan pemerataan ekonomi.
“Negara kuat bukan karena banyaknya regulasi, tapi karena keadilan yang ditegakkan dan keberpihakan hukum pada kepentingan nasional,” katanya saat menjadi narasumber Kuliah Umum bertajuk “Pembangunan Sistem Hukum untuk Mewujudkan Indonesia Emas 2045” di Aula Zamrud Khatulistiwa, STIH Adhyaksa, Jakarta, Rabu (8/10).
Guru Besar IPB University itu menegaskan, bahwa praktik korupsi, kriminalitas, dan ketimpangan hukum masih menjadi bayang-bayang kelam dalam perjalanan Indonesia menuju visi besar Indonesia Emas 2045.
Menteri Kelautan dan Perikanan era Presiden Gus Dur dan Megawati itu menuturkan bahwa Indonesia tengah menghadapi tantangan hukum yang kompleks dan mendesak untuk ditangani secara sistemik. Prof. Rokhmin menguraikan fenomena hukum yang menghambat kemajuan. Hal ini merujuk pada masalah korupsi yang telah membelenggu dan menggerogoti potensi pembangunan Indonesia, khususnya dalam sektor maritim dan pangan.
Prof. Rokhmin berpendapat bahwa keterlambatan dalam pembangunan infrastruktur dan pemberantasan kegiatan ilegal fishing juga disebabkan oleh masalah korupsi dan kurangnya komitmen politik untuk menindak tegas para pelaku.

TigaPilarTransformasiHukum
Prof. Rokhmin Dahuri menekankan bahwa Indonesia harus melakukan transformasi hukum yang berakar pada Pancasila dan UUD 1945, dengan pendekatan menyeluruh diantaranya: Pertama, Substansi Hukum melalui Penyederhanaan regulasi melalui Omnibus Law yang berkualitas, Penerapan Regulatory Impact Assessment (RIA), dan Harmonisasi hukum nasional dan internasional berbasis nilai Pancasila.
Kedua, Struktur Hukum dengan Reformasi kelembagaan penegak hukum berbasis profesionalisme, Digitalisasi proses hukum: e-court, e-legislation, e-prosecution, dan Penguatan sistem check and balances antar-lembaga.
Ketiga, Budaya Hukum melalui Pendidikan hukum sejak dini, Kampanye publik bahwa hukum adalah instrumen keadilan, Teladan dari elite dan aparat, Peningkatan kesejahteraan dan IMTAQ aparat hukum, dan Sistem reward and punishment yang tegas dan berwibawa.
Ketua Dewan Pakar ASPEKSINDO (Asosiasi Pemerintah Daerah Pesisir dan Kepulauan se Indonesia) itu, mengungkapkan, Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia, laut yang menyimpan kekayaan ribuan triliun rupiah, dan posisi strategis di jalur perdagangan internasional. Namun, menurutnya, negeri ini masih terjebak dalam peran sebagai konsumen dan pengimpor produk asing.
Prof. Rokhmin Dahuri menyuarakan kritik tajam terhadap arah ekonomi nasional. “Dengan kekayaan sumber daya alam yang begitu besar, sangat disayangkan Indonesia masih menikmati peran sebagai negara pengimpor. Seharusnya negeri ini menjadi arena produksi yang menggerakkan ekonomi rakyat,” tegasnya.
Ia menguraikan bahwa Indonesia memiliki potensi luar biasa: cadangan nikel terbesar di dunia, laut yang menyimpan kekayaan senilai ribuan triliun rupiah, serta posisi strategis di jalur perdagangan internasional. Namun, sebagian besar kekayaan itu belum memberi nilai tambah yang optimal.
“Kita menjual bahan mentah, lalu membeli kembali produk jadi dengan harga berlipat. Ini pola kolonial lama yang harus diakhiri,” ujar Anggota Dewan Penasihat Ilmiah Internasional Pusat Pengembangan Pesisir dan Kelautan, Universitas Bremen, Jerman itu.
Rektor UNMI Bogor itu menyebut pola ekspor bahan mentah dan impor barang jadi sebagai warisan kolonial yang harus segera diakhiri. Menurutnya, rendahnya daya saing industri nasional disebabkan oleh lemahnya tata kelola, kebijakan ekonomi yang tidak konsisten, serta kualitas SDM yang belum merata.
“Relokasi industri global justru lebih memilih negara lain karena kita belum siap secara infrastruktur, hukum, dan kepastian investasi,” ujarnya.

Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) itu juga mengingatkan, tanpa transformasi struktural ekonomi dari konsumsi menuju produksi, dari impor menuju ekspor, dari eksploitasi menuju inovasi Indonesia akan tertinggal dari negara tetangga seperti Vietnam dan Malaysia.
“Relokasi industri global justru lebih memilih negara lain karena kita belum siap secara infrastruktur, hukum, dan kepastian investasi,” tambahnya.
Pada kesempatan tersebut, Prof Rokhmin mengajak mahasiswa hukum untuk menjadi garda depan perubahan yakni Agen Perubahan: Mendorong transformasi sosial dan hukum, Penjaga Konstitusi: Mengawal nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945, Kontrol Sosial: Advokasi kebijakan yang berpihak pada rakyat, Penguat Budaya Hukum: Menumbuhkan kesadaran hukum berbasis etika dan lain-lain.
“Mahasiswa hukum bukan hanya calon penegak hukum, tapi juga pemimpin moral dan intelektual bangsa,” terang Duta Kehormatan Kepulauan Jeju Dan Busan Metropolitan City, Korea Selatan itu.
“Dari kampus ini akan lahir hakim, jaksa, dan advokat yang menjunjung keadilan dan profesionalisme. Mereka adalah garda depan dalam membangun Indonesia Emas 2045,” pungkasnya.