MONITOR, Jakarta – Anggota Komisi I DPR RI Junico Siahaan menyoroti serius pencabutan kartu identitas liputan Istana yang dialami seorang jurnalis media nasional. Junico berharap pencabutan ID Pers Istana tidak terulang lagi dan mengingatkan pentingnya pejabat publik terbuka atas kritik.
“Pers memiliki mandat publik untuk melakukan kontrol sosial dan menyampaikan informasi apa adanya, termasuk melalui pertanyaan-pertanyaan kritis kepada Presiden maupun pejabat negara,” kata Junico Siahaan, Selasa (30/9/2025).
“Pencabutan akses liputan hanya karena pertanyaan yang diajukan, justru dapat menimbulkan kesan pembungkaman dan menciptakan preseden buruk bagi iklim demokrasi di Indonesia,” sambungnya.
Seperti diketahui, Biro Pers, Media, dan Informasi (BPMI) Sekretariat Presiden mencabut ID liputan milik jurnalis CNN Indonesia TV, Diana Valencia. Penyebabnya, Diana Valencia melontarkan pertanyaan mengenai permasalahan program Makan Bergizi Gratis (MBG) ke Presiden Prabowo Subianto yang baru saja menyelesaikan lawatannya di sejumlah negara dan tiba di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Sabtu (27/9).
Usai masalah ini viral di media sosial, Biro Pers Sekretariat Presiden akhirnya mengembalikan kartu identitas pers milik jurnalis CNN Indonesia, Diana Valencia. Berdasarkan foto yang beredar, id card tersebut diserahkan langsung oleh pejabat Biro Pers Sekretariat Presiden kepada Diana Valencia pada Senin (29/9).
Junico menilai, pencabutan ID liputan ini juga berpotensi mengganggu kebebasan pers dan bertentangan dengan semangat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menjamin kemerdekaan pers sebagai salah satu pilar demokrasi.
“Menghalangi jurnalis dalam menjalankan tugas jurnalistiknya tidak hanya mencederai kebebasan pers, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap komitmen pemerintah dalam menjaga keterbukaan informasi,” sebut Junico.
Lebih lanjut, pria yang akrab disapa Nico Siahaan itu juga menilai, dinamika antara jurnalis dan pejabat publik hendaknya disikapi dengan kepala dingin, terbuka terhadap kritik, serta menjunjung tinggi prinsip transparansi. Oleh karenanya, Nico mendorong para pejabat negara terbuka atas kritik yang tengah menjadi perbincangan publik.
“Semua pejabat publik tetap perlu kritik untuk perbaikan dan pertanggungjawaban program,” ungkap Legislator dari Dapil Jawa Barat I tersebut.
“Termasuk kami DPR pun kemarin berbenah karena kritik yang disampaikan turut berperan memperbaiki kinerja kami ke depan,” imbuh Nico.
Menurut Nico yang duduk di Komisi DPR bidang komunikasi dan informatika tersebut, insiden ini harus menjadi pelajaran penting bahwa demokrasi tidak hanya diukur dari mekanisme politik formal, tetapi juga dari sejauh mana negara menghormati pers sebagai mitra strategis dalam menyampaikan kebenaran kepada rakyat.
“DPR RI berkomitmen mengawal agar kasus serupa tidak terulang, demi terjaganya kebebasan pers dan kualitas demokrasi Indonesia,” pungkasnya.