Rabu, 24 September, 2025

Kemenag Umumkan Hilal Awal Rabiul Akhir 1447 H Berhasil Terekam di Ketinggian Terendah

MONITOR, Jakarta – Kementerian Agama (Kemenag) mengumumkan keberhasilan rukyatulhilal penentuan awal Rabiul Akhir 1447 H yang digelar di berbagai titik observasi di Indonesia, Senin (22/9/2025). Hilal berhasil teramati pada ketinggian rendah, termasuk di Observatorium Tgk. Chiek Kuta Karang, Lhoknga, Aceh, serta Observatorium Unismuh Makassar, Sulawesi Selatan.

Direktur Urusan Agama Islam dan Bina Syariah Kemenag, Arsad Hidayat, menyampaikan bahwa pengamatan kali ini sangat signifikan karena citra hilal dapat direkam pada posisi yang lebih rendah dari biasanya. “Ini menunjukkan bahwa rukyat hilal yang dilakukan para ahli falak kita semakin akurat dan dapat diandalkan sebagai dasar penetapan awal bulan hijriah,” ujarnya saat di hubungi, di Jakarta, Senin (22/9/25).

Arsad menjelaskan, berdasarkan data hisab, pada saat matahari terbenam tanggal 29 Rabiul Awal 1447 H, tinggi hilal di Indonesia berkisar antara 3,41° di Melonguane hingga 4,7° di Pelabuhan Ratu. Adapun elongasi geosentris berkisar 6,17° di Waris sampai 7,58° di Banda Aceh. “Parameter ini sudah memenuhi kriteria imkanur rukyat MABIMS, sehingga hasil rukyat kita konsisten dengan perhitungan,” tambahnya.

Ia menilai keberhasilan ini juga menjadi bukti bahwa Indonesia memiliki kapasitas ilmiah dan instrumen modern dalam pengamatan hilal. “Kemampuan menangkap citra hilal pada posisi rendah adalah capaian yang sangat penting. Ini memperkuat legitimasi hasil sidang isbat dan menambah keyakinan masyarakat,” jelasnya.

- Advertisement -

Menurut Arsad, kegiatan rukyat hilal dilaksanakan serentak di lebih dari beberapa titik lokasi yang tersebar di seluruh provinsi. Tim terdiri dari unsur Kemenag, ormas Islam, perguruan tinggi, lembaga astronomi, serta perwakilan pengadilan agama. “Kebersamaan ini memastikan proses rukyat berjalan transparan, objektif, dan dapat dipertanggungjawabkan,” terangnya.

Arsad mengungkapkan, hasil rukyat yang diperoleh menjadi bukti empiris dalam penetapan awal bulan hijriah. “Kita bersyukur hilal awal Rabiul Akhir 1447 H berhasil teramati. Dengan demikian, umat Islam di Indonesia memasuki bulan baru secara serentak dan penuh kepastian,” pungkasnya.

Sementara itu, Kasubdit Hisab Rukyat dan Syariah, Ismail Fahmi, menambahkan, keberhasilan kali ini bernilai penting bagi perkembangan ilmu falak di Indonesia. “Sebelumnya citra hilal yang dapat diperoleh pada ketinggian 5°, namun akhir-akhir ini dengan kecanggihan teknologi rukyat dan bantuan olah citra, hilal dapat teramati sekalipun di bawah 5°,” ungkapnya usai melakukan pemantauan hilal di UNISMUH, Makassar, Senin(22/9/25).

Ia menjelaskan, pemantauan hilal dilakukan dengan teknologi teleskop digital yang dilengkapi kamera sensitif. Data observasi dari Aceh, Makassar, hingga sejumlah titik di Jawa, terekam dengan baik dan dapat diverifikasi. “Artinya, bukti rukyat tidak hanya bersifat kesaksian mata, tapi juga berupa data foto dan video yang bisa diuji secara ilmiah,” jelasnya.

Menurut Ismail, hasil rukyat yang konsisten dengan data hisab juga memperkuat kolaborasi antara pendekatan astronomi dan fikih. “Kalender hijriah kita tidak hanya berbasis hitungan, tetapi juga teruji dengan pengamatan langsung. Sinergi ini adalah keunggulan metode penetapan bulan kamariah di Indonesia,” katanya.

Ia menambahkan, pengamatan kali ini menorehkan sejarah tersendiri karena membuktikan bahwa hilal bisa divisualisasikan lebih awal dari perkiraan sebelumnya. “Dengan demikian, Indonesia turut memberi kontribusi dalam perkembangan metode rukyat global,” ujarnya.

Ismail menekankan pentingnya dokumentasi hasil rukyat untuk pendidikan dan penelitian. “Data yang kita miliki akan menjadi referensi penting bagi generasi mendatang dalam memahami dinamika hilal. Ini juga memperkaya literatur astronomi Islam di tanah air,” imbuhnya.

Keberhasilan ini, lanjutnya, menunjukkan kesiapan Indonesia sebagai salah satu pusat rujukan observasi hilal di kawasan Asia Tenggara. “Kita punya SDM falak yang kompeten, jaringan observatorium yang berkembang, dan dukungan pemerintah yang kuat,” jelasnya.

“Dengan capaian ini, kita optimis penetapan awal bulan hijriah di Indonesia akan semakin kokoh. Umat Islam bisa menjalankan ibadah dengan tenang, karena didukung bukti hisab dan rukyat yang valid serta dapat dipertanggungjawabkan,” tutup Ismail.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER