Ilustrasi (Mitra Keluarga)
MONITOR, Jakarta – Haid atau menstruasi merupakan siklus alami bulanan yang rutin dialami oleh wanita sehat dan sistem reproduksinya masih berfungsi dengan normal. Dalam ajaran Islam, kondisi wanita yang sedang haid akan berdampak pada hukum fiqih, khususnya terkait dengan ibadah dan aktivitas tertentu.
Syekh Nawawi Al-Bantani dalam kitab Kasyifatus Saja Syarah Safinatun Naja (Indonesia, Daru Ihya’il Kutubil Arabiyyah: tanpa tahun), halaman 30-32 menjelaskan, ada 10 larangan bagi wanita yang sedang haid, yaitu sebagaimana berikut:
1. Shalat
Wanita yang sedang haid dilarang melaksanakan shalat, entah itu shalat wajib maupun sunnah. Shalat bagi wanita haid, baik yang disengaja maupun tidak, dianggap tidak sah. Selain itu, kewajiban shalat yang terlewat saat haid pun tidak perlu diqada, berbeda dengan puasa yang wajib diqada.
Mengapa demikian? Karena shalat dilaksanakan 5 kali dalam sehari, hal ini bisa membuat wanita merasa kesulitan dan berat untuk mengqadanya. Sementara itu, puasa hanya terjadi 1 bulan dalam setahun sehingga mengqadanya tidak dinilai memberatkan. Sayyidah Aisyah berkata:
كُنَّا نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلَا نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلَاةِ
Artinya: “Kami diperintahkan untuk mengqada puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqada shalat.” (HR Muslim)
2. Tawaf
Wanita yang sedang haid dan juga nifas dilarang untuk melaksanakan tawaf, baik tawaf yang termasuk dalam rangkaian ibadah haji maupun di luar itu. Larangan ini juga mencakup tawaf wajib seperti tawaf ifadah dan tawaf wada’, serta tawaf sunnah seperti tawaf qudum.
Tawaf dilaksanakan di dalam masjid (Masjidil Haram), sementara masuk masjid saja sudah termasuk larangan bagi wanita haid. Para ulama tetap menegaskan larangan tawaf agar tidak timbul salah persepsi, seolah-olah tawaf diperbolehkan karena wukuf di Arafah saja, yang merupakan rukun haji paling utama, tetap boleh dilakukan oleh wanita haid.
3. Menyentuh Mushaf
Wanita haid juga dilarang untuk menyentuh mushaf Al-Qur’an secara langsung. Menyentuh dalam konteks ini menyangkut seluruh anggota tubuh, tidak mesti dilakukan oleh telapak tangan saja. Larangan ini diberlakukan sebagai bentuk penghormatan terhadap kesucian Al-Qur’an.
Menyentuh kitab-kitab yang di dalamnya terdapat kutipan ayat Al-Qur’an hukumnya boleh, karena kitab tersebut tidak terhitung mushaf. Adapun kitab tafsir, jika di dalamnya lebih banyak memuat ayat-ayat Al-Qur’an, maka haram menyentuh dan membawanya. Sebaliknya, jika lebih banyak teks-teks selain Al-Qur’an, mayoritas ulama berpendapat tidak haram, meski ada juga yang memakruhkannya.
4. Membawa Mushaf
Selain menyentuh mushaf Al-Qur’an, wanita haid juga dilarang untuk membawanya. Larangan ini berlaku juga untuk kitab tafsir yang ketentuan hukumnya sama seperti menyentuh mushaf, yakni berdasarkan perbandingan antara jumlah ayat Al-Qur’an dengan teks selainnya.
Sementara itu, para ulama berbeda pendapat terkait hukum membalikkan lembaran mushaf dengan alat bantu seperti tongkat atau lainnya. Sebagian ulama menghukumi haram karena tindakan itu terhitung sebagai menyentuh. Sementara ulama lain membolehkannya karena hal itu bukan termasuk menyentuh sebab tidak dilakukan secara langsung oleh anggota badan. Adapun membalikkan lembaran mushaf dengan lengan baju, para ulama sepakat menghukuminya haram.
5. Diam di Masjid
Wanita haid dan orang yang punya hadats besar dilarang berdiam diri di masjid atau sekadar mondar-mandir di dalam masjid. Ketentuan hukum ini berdasarkan sabda Nabi yang diriwayatkan dari Sayyidah Aisyah, sebagaimana berikut:
لَا أُحِلُّ الْمَسْجِدَ لِحَائِضٍ وَلَا جُنُبٍ
Artinya: “Aku tidak menghalalkan masjid bagi perempuan haid dan orang junub.” (HR Abu Dawud)
Bagaimana jika darurat? Misalnya wanita haid harus hadir di masjid karena ada acara penting yang tidak bisa diwakilkan atau punya kewajiban mengajar. Berkaitan dengan hal ini, sebagian ulama membolehkannya dengan catatan wanita tersebut harus benar-benar bisa menjaga darah haid agar tidak menetes ke lantai masjid.
6. Membaca Al-Qur’an
Wanita haid dan seseorang yang mempunyai hadats besar dilarang untuk membaca Al-Qur’an dengan lisan, baik hanya satu ayat atau pun lebih. Sementara itu, jika membacanya di dalam hati atau melihat mushaf untuk direnungkan maknanya masih dibolehkan.
Selain itu, dibolehkan juga untuk berzikir atau membaca doa yang lafaznya berasal dari ayat Al-Qur’an dengan catatan niatnya bukan dalam rangka membaca Al-Qur’an. Misalnya, saat tertimpa musibah membaca inna iillâhi wa innâ ilaihi râji‘ûn, saat memohon kebaikan membaca rabbana âtinâ fid-dunyâ hasanah wa fil-âkhirati hasanah wa qinâ ‘adzâban-nâr, atau doa lainnya.
7. Puasa
Wanita yang sedang haid atau nifas dilarang untuk melaksanakan ibadah puasa. Sebagaimana diketahui, rukun puasa ada 2, yaitu niat dan menahan diri dari makan dan minum dari terbit fajar hingga terbenam matahari. Maka, jika seorang wanita hanya menahan diri dari makan dan minum tanpa disertai niat puasa, hukumnya tetap diperbolehkan. Wanita yang tidak menunaikan ibadah puasa di bulan Ramadan karena haid, harus menggantinya (qada) di bulan lain.
8. Talak
Wanita yang sedang haid tidak boleh ditalak atau diceraikan oleh suaminya karena hal itu hukumnya haram. Seorang suami yang nekat menalak istrinya dalam keadaan haid dihukumi melakukan dosa besar. Namun demikian, ketentuan ini tidak berlaku untuk beberapa keadaan, di antaranya adalah untuk wanita yang belum pernah digauli oleh suaminya.
9. Melewati di Masjid
Wanita yang sedang haid dilarang melintasi area masjid. Larangan ini berlaku jika ada kekhawatiran darahnya akan menetes dan menumpahkan najis di lantai masjid karena menjaga kesucian masjid adalah kewajiban. Namun jika diyakini aman karena menggunakan pembalut misalnya, maka melewati masjid diperbolehkan, itu pun jika ada keperluan yang mendesak. Sedangkan jika tidak ada keperluan maka hukumnya menjadi makruh.
10. Berhubungan Badan
Wanita yang sedang haid dilarang untuk istimta’, yaitu berhubungan badan atau bersenang-senang pada area antara pusar dan lutut, entah itu dilakukan dengan syahwat maupun tidak. Adapun selain area tersebut, suami masih diperbolehkan untuk bersenang-senang dengannya. Selain itu, wanita yang sedang haid juga dilarang menyentuh suaminya dengan bagian tubuh yang berada di antara pusar dan lutut, karena sesuatu yang diharamkan untuk disentuh juga diharamkan digunakan untuk menyentuh.
Demikian 10 larangan bagi wanita yang sedang haid. Larangan yang telah ditentukan ini bukan berarti membatasi namun lebih menjaga kesucian, kehormatan, dan kenyamanan kaum wanita dalam beribadah. Sebagaimana konsekuensi dari hukum haram, wanita haid yang meninggalkan larangan-larangan tersebut dengan penuh ketaatan tentu akan mendapatkan pahala. Wallahu a’lam.
MONITOR, Lumajang - Bupati Lumajang, Indah Amperawati, secara langsung menyerahkan bantuan alat dan mesin pertanian…
MONITOR, Jakarta - Ketua DPR RI Puan Maharani merespons instruksi Presiden ke-7 RI Joko Widodo…
MONITOR, Jakarta - Wakil Ketua Komisi X DPR RI, My Esti Wijayanti menyoroti kebijakan Pemerintah…
MONITOR, Jakarta - Ketua DPR RI Puan Maharani memuji Presiden RI, Prabowo Subianto dalam forum…
MONITOR, Jakarta - Menteri Agama Nasaruddin Umar memberi pesan khusus kepada jajarannya tentang pengendalian emosi.…
MONITOR, Jakarta - Ketua DPR RI Puan Maharani memimpin rapat Paripurna ke-5 Masa Persidangan I…