Selasa, 23 September, 2025

Dies Natalis ke-67 ULM, Prof Rokhmin ajak Komponen Bangsa Gotong Royong wujudkan Indonesia Emas

MONITOR, Banjarmasin – Anggota Komisi IV DPR RI yang juga Rektor Universitas UMMI Bogor Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri MS memberikan Orasi Ilmiah pada Dies Natalis ke-67 Universitas Lambung Mangkurat (ULM) bertema “Kolaborasi Penta Helix: Jalan Untuk Meningkatkan Kontribusi ULM Dalam Mewujudkan Indonesia Emas 2045 dan Dunia Yang Lebih Baik, Sejahtera, dan Berkelanjutan”, di Kampus ULM, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Senin (22/9/2025).

Di sela-sela orasinya Prof Rokhmin mengapresiasi prestasi ULM yang terus menjulang, terutama sejak tahun 2023 berdasarkan AD Scientific Index 2025, ULM berada di peringkat -15 dari sekitar 4.600 Perguruan Tinggi yang ada di Indonesia dimana ULM menjadi satu-satunya Perguruan Tinggi di Wilayah Timur Indonesia yang menembus peringkat-15. “Dan, selamat juga kepada ULM yang telah meraih 2 medali serta menjadi Juara-3 dalam MTQ Internasional yang barubaru ini diselenggarakan di Banda Aceh,” ujarnya.

Dalam paparannya Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) itu mengajak civitas akademika ULM dan Masyarakat yang hadir menyumbangkan kemampuan terbaik dalam mewujudkan Indonesia Emas (Indonesia yang maju, adil-makmur dan berdaulat) pada 2045; serta dunia yang lebih baik, sejahtera, damai, dan berkelanjutan (for a better, prosperous, and sustainable world).

“Kita seluruh komponen bangsa Indonesia (pemerintah dan rakyat) harus tetap optimis dan penuh semangat gotong royong (persaudaraan) untuk dapat mengubah sejumlah permasalahan dan tantangan tersebut menjadi peluang pembangunan, dalam rangka mewujudkan Indonesia Emas, paling lambat pada 2045,” katanya.

- Advertisement -

Untuk itu, terang Prof Rokhmin pemerintah dari tingkat pusat (nasional), propinsi, hingga kabupaten/kota harus bersinergi dan berkoordinasi untuk menyusun rencana, kebijakan, dan program pembangunan yang holistik, tepat, dan benar guna mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia secara berkeadilan, ramah lingkungan, dan berkelanjutan (sustainable).

“Sehingga, pada 2038 kita bangsa Indonesia dapat keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah (middle-income trap), dan bertransformasi menjadi negara maju nan makmur, dengan pendapatan per kapita sekitar 14.500 dolar AS. Lalu, pada 2045 insya Allah kita bangsa Indonesia menjadi negara-bangsa yang besar, maju, adil-makmur, dan berdaulat, dengan besaran ekonomi (Produk Domesti Bruto, PDB) diatas 7 trilyun dolar AS, terbesar kelima di dunia; dan rata-rata pendapatan per kapita sekitar 33.000 dolar AS secara berkeadilan dengan koefisien GINI lebih kecil dari 0,3 (Bappenas, 2019),” terang Prof Rokhmin.

Harus dicatat, jelas Guru Besar Kehormatan (Emeritus Professor) di bidang Pembangunan Berkelanjutan pada Shinhan University, Korea Selatan itu bahwa sejarah dan fakta empiris negara-negara maju dan makmur di dunia mengungkapkan, bahwa suatu negara-bangsa bisa menjadi maju, makmur, dan berdaulat, jika dan hanya jika negara-bangsa tersebut mampu memanfaatkan (mengkapitalisasi) bonus demografi, yang terjadi hanya sekali dalam umur kehidupan suatu bangsa.

“Jendela waktu Bonus Demografi kita bangsa Indonesia terjadi dari 2020 sampai 2040 (BPS, 2019). Keberhasilan memanfaatkan bonus demografi tercermin pada kemampuan pemerintah menciptakan lapangan kerja yang produktif, berdaya saing, mensejahterakan, dan berkelanjutan bagi seluruh angkatan kerja, penduduk berusia kerja (15 – 64 tahun), yang saat ini berjumlah sekitar 153,05 juta orang (BPS, 2025). Perlu pula dicacat, bahwa sampai sekarang, dari 204 negara yang ada di dunia, baru 45 negara (22 persen) yang sudah menjadi negara kaya (makmur), dengan rata-rata pendapatan per kapita diatas 14.000 dolar AS (World Bank dan UNDP, 2025),” jelasnya.

Untuk dapat mewujudkan Indonesia Emas pada 2045, Prof Rokhmin menyebut pemerintah mesti memiliki Peta Jalan (Road Map) Pembangunan Nasional Menuju Indonesia Emas 2045 dengan 10 IKU (Indikator Kinerja Utama atau Key Performance Indicator) mulai dari pendapatan penduduk (GNI, Gross National Income) per kapita sebesar 30.000 dolar AS; kondisi sosial-ekonomi yang adil (koefisien GINI < 0,3); tidak ada pengangguran (zero unemployment), semua warga negara hidup sejahtera (zero poverty); kapasitas IPTEK kelas-1; berdaulat di bidang pangan, energi, dan air; sampai sustainability (keberlanjutan).

“Sementara, kondisi bangsa Indonesia saat ini, sebagaimana tercermin pada 10 IKU, masih jauh dari kondisi yang kita harapkan bersama (Indonesia Emas). Sedangkan Berdasarkan pada gap analysis (analisis kesenjangan) antara kondisi Indonesia Emas 2045 yang kita harapkan (Das Solen) dengan status pembangunan Indonesia saat ini (Das Seine), maka ada empat kluster kebijakan pembangunan yang mesti dilaksanakan oleh pemerintah dan rakyat Indonesia secara berkesinambungan:, yaitu ekonomi, sosial-budaya, lingkungan hidup, dan POLHUKAMHAN (Politik, Hukum, dan Keamanan dan Pertahanan),” ungkapnya.

Pada intinya, jelas Member of International Scientific Advisory Board of Center for Sustainable Coastal and Ocean Development, University of Bremen, Germany itu kluster kebijakan bidang ekonomi harus mampu meningkatkan daya saing bangsa; dan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi (rata-rata diatas 7 persen per tahun), berkualitas (banyak menyerap tenaga kerja), inklusif (mensejahterakan seluruh rakyat secara berkeadilan), ramah lingkungan, dan berkelanjutan (sustainable).

Kluster kebijakan ekonomi terdiri dari 5 kebijakan utama, yakni: (1) transfromasi struktural ekonomi, yang intinya beralih dari ekonomi yang selama ini mengandalkan pada bahan baku (raw material) SDA dan upah buruh murah, ke ekonomi yang berbasis pada industri manufakturing (sektor ekonomi sekunder) yang produktif, berdaya saing, dan inklusif; sektor pertanian, kelautan-perikanan, kehutanan, dan ESDM (sektor ekonomi primer) yang modern dan ramah lingkungan; dan sektor ekonomi tersier (jasa, pariwisata, dan ekonomi kreatif) yang produktif, efisien, beradaya saing secara berkelanjutan, dengan menerapkan Industry 4.0 technology (Big Data, IoT, AI, Block chain, Drone, dan Bioteknologi), Ekonomi Hijau, Ekonomi Biru, dan Ekonomi Pancasila; (2) pembangunan kedaulatan (swasembada) pangan, energi, farmasi, dan air; (3) pembangunan infrastruktur dan konektivitas digital; (4) penciptaan Iklim Investasi dan Ease of Doing Buisness yang kondusif dan atraktif; dan (5) menghadirkan kebijakan politik-ekonomi (seperti perizinan, fiskal, moneter, ekspor – impor, ketenagakerjaan, governance, dan otonomi daerah) yang kondusif.

Di kluster kebijakan bidang lingkungan hidup, kita harus memastikan, bahwa semua kegiatan sektoral (ekonomi) harus sesuai dengan RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah), baik pada tataran (level) Kabupaten/Kota, Propinsi maupun Nasional. Tidak boleh ada kegiatan pembangunan, investasi, dan bisnis di dalam kawasan lindung dalam RTRW. Minimal 30% dari total wilayah (negara, propinsi, dan kabupaten/kota) harus dialokasikan untuk kawasan lindung (protected areas). Pemanfaatan SDA, baik yang terbarukan maupun tidak terbarukan, harus dikerjakan secara ramah lingkungan dan berkelanjutan (sustainable).

‘Mulai sekarang juga, kita harus melaksanakan transisi energi, dari energi fosil (minyak, gas, dan batubaru) ke energi terbarukan yang tidak mengeluarkan Gas Rumah Kaca (CO2, metana, dan lainnya) seperti energi surya, angin, air (hydro power), panas bumi, bioenergy, energi kelautan (seperti gelombang, pasang surut, dan OTEC = Ocean Thermal Energy Coversion), nuklir, dan hidrogen,’ jelasnya.

‘Kita juga harus melakukan pengendalian pencemaran lingkungan, dengan melakukan restorasi ekosistem alam yang telah rusak, menggunakan teknologi tanpa limbah (zero-waste technology), dan teknologi 3R (Reduced, Reuse, dan Recycle). Di dalam melaksanakan pembukaan lahan (land clearing) dan konstruksi harus mengikuti karakteristik, struktur, dan dinamika alam setempat atau Design and Construction with Nature, termasuk potensi gempa bumi, stunami, dan likuifaksi,’ tambahnya.

Adapun tujuan utama dari kebijakan pada kluster sosial budaya adalah untuk membangun dan menghasilkan SDM Indonesia yang unggul, berakhlak mulia, dan ber Iman dan Taqwa kepada Tuhan YME menurut agama masing-masing. Lebih dari itu, antar pemeluk agama harus saling menghormati, toleransi, saling tolong menolong dalam kebajikan, mencegah setiap jenis kemunkaran, dan hidup harmonis. Hal ini dapat dicapai melalui revitalisasi dan pengembangan sektor kesehatan, pendidikan, penelitian dan pengembangan (R & D), pelatihan dan penyuluhan, dan agama.

Dan terakhir, tapi tak kalah pentingnya Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (2001 – 2004) itu menyebut adalah kluster kebijakan di bidang POLHUKANHAN. Tujuan utama dari kluster kebijakan ini adalah menghadirkan sistem dan suasana kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945. Yakni sistem kehidupan yang kondusif bagi terwujudnya Indonesia sebagai bangsa besar yang maju, adil-makmur, dan berdaulat. Yakni: demokratis substansial, good governance, meritokrasi, dan berkeadilan.

Honorary Ambassador of Jeju Islands and Busan Metropolitan City, South Korea itu menguraikan peran dan kontribusi utama Perguruan Tinggi, tak terkecuali ULM, dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045 dan for a better, prosperous, and sustainable world adalah tiga hal. Pertama adalah menghasilkan SDM yang kompeten pada bidang ilmunya, unggul, berkahlak mulia, dan beriman dan Taqwa kepada Tuhan YME menurut agama masing-masing.

“Melalui proses belajar, parktikum, penelitian, praktek lapang, magang, dan kegiatan pendidikan lainnya yang berkualitas dunia. Dalam konteks Tri Darma Pendidikan Tinggi, ini termasuk dalam Darma-1, yakni Pendidikan,’ jelas Prof Rokhmin.

Kedua, menghasilkan informasi ilmiah, IPTEK, dan inovasi melalui aktivitas penelitian, yang diperoleh melalui aktivitas penelitian (Darma ke-2). Prof Rokhmin mengingatkan bahwa informasi ilmiah itu menjadi dasar dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan (science-based planning and decision making proses) bagi para mitra Perguruan Tinggi yang meliputi: pemerintah, industri (swasta dan BUMN), masyarakat (community), dan media masa (Kolaborasi Penta Helix).

‘’Sementara, IPTEK dan inovasi digunakan oleh para mitra Perguruan Tinggi untuk membangun dan menggerakkan perekonomian bangsa, yang mencakup: (1) sektor ekonomi primer (Pertanian, Kelautan dan Perikanan, Kehutanan, dan ESDM); (2) sektor ekonomi sekunder (industri manufaktur, seperti makanan dan minuman, farmasi, elektronik, otomotif, oleochemicals, pertochemicals, tekstil, bioteknologi, EBT, industri digital, semikonduktor, chips, Electric vehicles, dan lainnya); dan (3) sektor ekonomi tersier (jasa, perdagangan, pariwisata, dan ekonomi kreatif. Ketiga adalah pengabdian kepada masyarakat (Darma ke-3),’ katanya.

‘Dengan informasi ilmiah, IPTEK, dan inovasi yang dihasilkan dan dimilikinya, Perguruan Tinggi dapat membantu pemerintah (pusat dan daerah), swasta, masyarakat, dan media masa dalam menyusun Rencana Pembangunan, Manajemen Pembangunan dan Pemerintah, Capacity Building untuk masyarakat, MONEV (Monitoring dan Evaluasi) pembangunan, dan berbagai aspek kehidupan (pembangunan ) lainnya,’ pungkas Ketua Dewan Pakar ASPEKSINDO (Asosiasi Pemerintah Daerah Kepulauan dan Pesisir Seluruh Indonesia) itu.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER