MONITOR, Indramayu – Anggota DPR RI 2024–2029, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri menyerukan aksi kolektif menyelamatkan Daerah Aliran Sungai (DAS) Cimanuk–Citanduy yang kini berada di ambang krisis ekologis. Ia mengingatkan bahwa ancaman degradasi hutan, banjir bandang, dan konflik air bukan lagi isu masa depan melainkan sebagai ancaman nyata yang tak bisa lagi ditunda penanganannya.
Dalam kegiatan Bimbingan Teknis Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) di kantor BPDAS Cimanuk–Citanduy,
Demikian disampaikan Prof. Rokhmin Dahuri dalam Beliau menyampaikan bahwa penyelamatan DAS adalah tanggung jawab kolektif bangsa.
“Gagal menyelamatkan DAS, berarti kita sedang menggali kuburan bagi anak cucu kita sendiri,” kata Prof Rokhmin dalam acara Bimbingan Teknis (Bimtek) Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) di BPDAS Cimanuk–Citanduy, Indramayu, Kamis (4/9/2025).
Rektor Universitas UMMI Bogor ini menuturkan sekitar 40.875 hektar lahan di DAS Cimanuk–Citanduy telah berada dalam kondisi kritis. Kerusakan ini telah memicu bencana beruntun: banjir di Garut dan Sumedang, kekeringan di Indramayu dan Cirebon, serta pendangkalan waduk strategis.
“Ini bukan sekadar krisis ekologi, tapi juga ancaman sosial dan ekonomi nasional. Hutan dirusak, air hilang, rakyat menderita, dan negara bisa lumpuh,” ujar Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – IPB University ini.
Dengan ±40.875 hektar lahan kritis atau 28% dari total wilayah DAS, dampak kerusakan sudah nyata: banjir bandang di Garut dan Sumedang, kekeringan ekstrem di Cirebon dan Indramayu, serta pendangkalan waduk yang memicu konflik air. Kerusakan hulu telah menjadi pemicu bencana hilir, memperlihatkan betapa terhubungnya ekosistem dan kehidupan sosial.
Prof. Rokhmin menyebut kondisi ini sebagai “bom waktu sosial dan ekonomi” yang harus dijinakkan melalui strategi radikal: rehabilitasi hutan prioritas, agroforestri, sinergi lintas instansi, pembiayaan hijau (green finance), dan keterlibatan aktif masyarakat akar rumput.
“Pengelolaan DAS bukan hanya tugas pemerintah. Ini tanggung jawab semua elemen bangsa demi menjaga keberlanjutan air, tanah, dan kehidupan,” ujarnya.
Prof. Rokhmin menyarankan langkah strategis dan sistemik, seperti rehabilitasi hutan prioritas, agroforestri terpadu, sinergi antarinstansi, penerapan pembiayaan hijau (green finance), hingga pelibatan masyarakat akar rumput dalam pemulihan ekosistem DAS.
Dengan filosofi “keep water into soil, keep soil in place,” ia menekankan pendekatan berbasis lanskap menjadi kunci ketahanan air dan pangan masa depan. BPDASHL CIMATA menargetkan rehabilitasi 1.750 hektar lahan kritis pada 2024–2025 melalui pendekatan hulu-hilir yang melibatkan masyarakat secara aktif. Forum DAS, pendidikan lingkungan, dan teknologi pemantauan digital menjadi bagian dari solusi. Langkah ini bukan sekadar teknis, tapi gerakan moral dan sosial. Forum DAS, pendidikan lingkungan, dan pemantauan digital menjadi bagian dari strategi partisipatif yang digerakkan oleh semangat gotong royong.
“Kalau kita biarkan DAS mati pelan-pelan, kita sedang meninggalkan negeri ini dalam keadaan haus, lapar, dan hancur. Mari kita ubah takdir itu bersama, demi masa depan Indonesia yang lestari dan berdaulat,” kata Menteri Kelautan dan Perikanan 2001–2004 itu.
Dalam kesempatan itu, Prof. Rokhmin menguraikan permasalahan dan tantangan pengelolaan DAS Cimanuk–citanduy, antara lain: Banjir, kekeringan, Pencemaran air dan tanah, Konflik antar kepentingan antar daerah hulu hilir DAS, Degradasi hutan dan lahan, Tanah longsor, erosi dan sedimentasi di sungai/saluran/waduk/danau, Keterpaduan dan koordinasi antar sektor, antar instansi lemah dan dana terbatas, Tingkat pendapatan dan partisipasi penduduk rendah.
Degradasi lahan, jelasnya, adalah penurunan kualitas dan produktivitas lahan, disebabkan oleh faktor alami (misalnya erosi) dan aktivitas manusia. Sedangkan secara global, lebih dari 2 miliar hektar lahan telah terdegradasi. Setiap tahun, sekitar 12 juta hektar lahan hilang akibat degradasi.
Dampaknya, ungkapnya, memengaruhi pasokan makanan dan air dunia. Sekitar 55 juta orang terdampak kekeringan setiap tahun, mengancam sektor pertanian dan peternakan secara global.
“Secara global lebih dari 2 miliar hektar lahan telah terdegradasi.Setiap tahunnya, diperkirakan 12 juta hektar lahan hilang karena tergradasi. Sehingga memberikan dampak pada pasokan makanan dan air di seluruh dunia. 55 juta orang terkena dampak langsung kekeringan setiap tahunnya. Hal ini menjadi ancaman serius peternak dan pertanian di seluruh belahan dunia,” kata Prof. Rokhmin Dahuri mengutip worldenvironmentday.global.
Sementara itu, rata-rata deforestasi hutan di Indonesia dari tahun 2001 hingga 2024 adalah 492.950 hektar per tahun, dengan rata-rata persentase perubahan tahunan sebesar 5,69%. Tren tertinggi terjadi pada tahun 2016 dengan 1.055.796 hektar (+37,30%), sementara penurunan terbesar terjadi pada 2017 dengan -59,84% dibanding tahun sebelumnya.
“Pada tahun 2023, emisi gas rumah kaca (GRK) global dari deforestasi akibat komoditas mencapai 3,7 miliar metrik ton CO₂e. Brasil menjadi penyumbang terbesar dengan 1,2 miliar metrik ton CO₂e, diikuti oleh Indonesia yang menyumbang 0,9 miliar metrik ton CO₂e, menjadikannya kontributor terbesar kedua di dunia,” terang Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Kelautan dan Perikanan ini.
Pada BPDASHL Cimanuk-Citanduy, total luas lahan IPPKH (Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan) mencapai 804,98 hektar. Dari jumlah tersebut, baru 101,99 hektar yang telah ditetapkan lokasinya, 117,06 hektar telah dilakukan penanaman, dan 69,24 hektar telah diserahterimakan secara resmi.
“Ini menunjukkan bahwa tingkat realisasi fisik dan administratif masih berada di bawah 15% dari total kewajiban IPPKH,” ujar Ketua Umum MAI (Masyarakat Akuakultur Indonesia) ini.
PengelolaanDAS
Ketua Dewan Pakar ASPEKSINDO (Asosiasi Pemerintah Daerah Pesisir dan Kepulauan se-Indonesia) menegaskan pentingnya pendekatan terpadu dalam pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) bukan sekadar urusan teknis, melainkan fondasi keberlanjutan bangsa, tetapi sebagai kunci untuk menyelamatkan keberlanjutan lingkungan, ketersediaan air, dan kesejahteraan masyarakat di wilayah pesisir dan daratan.
Ia memaparkan ruang lingkup pengelolaan DAS sebagai sistem terpadu yang menyentuh aspek ekologis, sosial, ekonomi, dan kelembagaan. Menurutnya, lebih dari sekadar teknis, pengelolaan DAS terpadu menuntut pendekatan holistik dan partisipatif. Kajian biofisik, sosial, ekonomi, politik, dan kelembagaan menjadi dasar perumusan tujuan dan sinkronisasi program lintas pemangku kepentingan. Pengelolaan DAS harus didasari prinsip “One Watershed – One Plan – One Integrated Management”, yaitu satu DAS, satu rencana, satu sistem pengelolaan terpadu.
“DAS bukan hanya urusan teknis, tapi menyangkut masa depan kehidupan. Dari hulu ke hilir harus saling terhubung dalam satu visi. Satu DAS, satu rencana, satu pengelolaan terpadu. Inilah prinsip ekosistem yang harus kita pegang teguh,” ujarnya.
Dalam paparannya, Prof. Rokhmin menyampaikan bahwa ruang lingkup pengelolaan DAS melibatkan enam komponen penting, yaitu:
1. Pengelolaan Sumber Daya Air: Menjaga kualitas dan kuantitas air serta memastikan distribusi adil antar sektor dan wilayah.
2. Pengelolaan Vegetasi: Meliputi rehabilitasi hutan, konservasi tanah dan air, serta penerapan agroforestri.
3. Penatagunaan Lahan: Sinkronisasi antara fungsi ekologis DAS dengan RTRW dan zonasi ruang.
4. Pemberdayaan SDM: Edukasi, pelatihan, dan penguatan kapasitas masyarakat yang tinggal di kawasan DAS.
5. Pengembangan Kelembagaan: Pembentukan forum koordinasi multipihak dan tata kelola kolaboratif.
6. Sumber Daya Buatan: Pembangunan infrastruktur konservasi seperti embung, check dam, dan sumur resapan.
Tak kalah penting, pengelolaan DAS harus selaras dengan rencana tata ruang, tidak melebihi daya dukung lingkungan, serta menghargai otonomi daerah, budaya lokal, dan kearifan tradisional.
“Tanpa pengelolaan DAS yang menyeluruh, krisis air, pangan, dan bencana ekologis akan semakin menghantui bangsa ini. Saatnya kita bergerak bersama dari kebijakan hingga aksi nyata di lapangan,” tegasnya.
MONITOR, Jakarta - Langkah DPR RI berbenah diri di bawah kepemimpinan Ketua DPR Puan Maharani…
MONITOR, Jakarta - Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia, Ubaid Matraji mengatakan penetapan Eks Mendikbudristek…
MONITOR, Jakarta - Politisi senior PPP Jakarta yang juga eks Anggota DPRD DKI Jakarta dua…
MONITOR, Jakarta - Menteri Agama Nasaruddin Umar menghadiri Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 1447 Hijriah…
MONITOR, Makassar - Yulianti Muthmainnah, Kepala Pusat Studi Islam, Perempuan, dan Pembangunan ITBAD Jakarta sekaligus…
MONITOR, Jakarta - Kapuspen TNI Brigjen TNI (Mar) Freddy Ardianzah yang diwakili oleh Wakapuspen TNI…