MONITOR, Makassar – Yulianti Muthmainnah, Kepala Pusat Studi Islam, Perempuan, dan Pembangunan ITBAD Jakarta sekaligus penulis buku Zakat bagi Korban Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak, mengajak kader Nasyiatul Aisyiyah (NA) se Provinsi Sulawesi Selatan untuk menggagas pemanfaatan zakat sebagai dana darurat bagi korban kekerasan seksual (KS).
Hal itu disampaikannya saat mengisi Pelatihan Zakat bagi Korban Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak yang diikuti oleh 101 kader NA se-Sulawesi Selatan, bertempat di Gedung Serbaguna Aisyiyah Kota Makassar, Jumat (29/8/2025).
Dalam paparannya, Yulianti menyoroti problem mendasar yang dialami korban KS, yakni sulitnya mengakses dana kesehatan maupun bantuan hukum yang seharusnya menjadi hak mereka.
“Korban KS tidak bisa mengakses dana BPJS atau dana kesehatan nasional. Kenapa? Karena BPJS mengecualikan korban KS mengakses dana BPJS karena dianggap bukan penyakit. Padahal luka vagina dan sebagainya luar biasa dialami korban,” tegas Yulianti.
Ia menambahkan, dana bantuan korban juga hanya bisa diakses melalui Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang sudah terakreditasi Posbakum. Jika lembaga hukum tidak terakreditasi, maka korban tidak bisa mendapatkan bantuan tersebut. “Padahal realita korban KS terjadi di mana-mana, namun belum dianggap sebagai bencana nasional. Tidak ada upaya penggalangan dana seperti bencana nasional lainnya,” imbuhnya.
Zakat sebagai Dana Emergency
Karena keterbatasan dana dari negara, Yulianti menawarkan gagasan agar zakat dapat dimanfaatkan sebagai dana emergency, terutama untuk kebutuhan mendesak korban.
“Zakat untuk korban tidak menggantikan dana nasional lainnya sebagaimana yang diatur dalam perundang-undangan. Zakat untuk korban ini dapat digunakan sebagai dana emergency, seperti untuk melakukan visum. Bayangkan, sudah menjadi korban dan mau visum pun korban harus bayar. Biaya visum juga variatif, belum lagi pengaduan ke polisi,” jelasnya.
Lebih jauh, ia menekankan bahwa zakat adalah instrumen yang dekat dengan kehidupan masyarakat Muslim, sehingga potensial menjadi sumber dana alternatif untuk memberi rasa aman kepada korban. “Bagaimana memberi rasa aman? Itu bisa melalui dana zakat. Kenapa? Karena zakat dekat dengan kehidupan kita,” ujar Yulianti.
Dalam kesempatan itu, Yulianti juga memberikan stimulus visual berupa jaring laba-laba untuk menggambarkan peliknya kehidupan korban kekerasan. Setiap helai benang dalam jaring melambangkan persoalan yang saling terhubung: luka fisik, trauma psikologis, beban ekonomi, hingga hambatan hukum.
Metafora ini membuat peserta semakin menyadari bahwa kekerasan terhadap perempuan dan anak bukan sekadar kasus individual, melainkan persoalan kompleks yang membutuhkan dukungan lintas sektor.
Lebih lanjut, Dosen Al-Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK) ITB Ahmad Dahlan Jakarta itu mengajak peserta melakukan refleksi atas berbagai kasus kekerasan yang pernah mereka temui di lingkungan masing-masing. Sesi ini membuka ruang dialog dan kesadaran kritis kader NA bahwa isu kekerasan seksual nyata terjadi di sekitar mereka, sekaligus menuntut aksi nyata organisasi.
“Kita perlu bergerak. Kita harus menemukan gagasan-gagasan baru sebagai kader Muhammadiyah. Mudah-mudahan zakat untuk KS ini membuka jalan untuk mendapat keadilan dan bisa dikolaborasikan dengan Baznas dan stakeholder lainnya,” pungkasnya.
Pelatihan yang didukung oleh Unilever Indonesia ini menjadi momentum penting bagi kader NA untuk memperluas perspektif zakat, tidak hanya sebatas instrumen ibadah individual, tetapi juga sebagai instrumen keadilan sosial yang menyentuh isu perempuan dan anak.