MONITOR, Jakarta – Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad menegaskan DPR berkomitmen membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset. Ia mengatakan RUU Perampasan Aset akan dibahas setelah RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) rampung.
Menurut Dasco, hal ini perlu dilakukan untuk memastikan sinkronisasi antar regulasi dan menghindari tumpang tindih aturan.
“Tadi sudah disampaikan ke adik-adik mahasiswa bahwa UU Perampasan Aset itu terkait UU yang terkait dan supaya tidak tumpang tindih. Terakhir kami sampaikan tinggal menunggu KUHAP selesai kita akan bahas UU perampasan aset karena itu saling terkait,” kata Dasco.
Hal tersebut disampaikannya usai forum penyampaian aspirasi mahasiswa di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (3/9/2025). Dalam forum tersebut, perwakilan mahasiswa menyinggung soal tuntutan pengesahan RUU Perampasan Aset.
Pembahasan RUU KUHAP saat ini masih dalam tahap partisipasi publik. Namun, Dasco mengatakan DPR telah memberikan arahan agar proses segera dituntaskan.
“Nah ini UU KUHAP-nya masih menerima partisipasi publik. Tapi kami sudah sampaikan kepada pimpinan komisi III bahwa sudah ada batas limit yang musti kita selesaikan karena partisipasi publiknya sudah banyak dan sudah cukup lama,” jelasnya.
Dasco berharap agar proses pembahsan RKUHAP segera diselesaikan untuk membuka pembahasan RUU Perampasan Aset.
“Mudah-mudaan sebelum akhir masa sidang ini untuk KUHAP sudah dapat diselesaikan sehingga kita bisa langsung masuk ke pembahasan RUU Perampasan Aset,” ungkap Dasco.
Dalam kesempatan yang sama, Dasco juga menyampaikan bahwa DPR telah berkoordinasi dengan pemerintah terkait beberapa tuntutan masyarakat, termasuk pembentukan tim investigasi atas dugaan makar, serta upaya pengurangan pajak.
“Barusan kami sudah melakukan komunikasi via WhatsApp dengan pihak pemerintah. Kawan-kawan sekalian akan diterima oleh pihak pemerintah besok untuk menyampaikan juga secara langsung,” terang Dasco.
“Karena ada beberapa hal yang nantinya itu harus dilakukan kerja sama antara DPR dan pemerintahan. Seperti tadi untuk membentuk tim investigasi dugaan makar, lalu kemudian soal UU Perampasan Aset, serta tadi tuntutan pengurangan pajak-pajak yang perlu dilakukan oleh pemerintah dan DPR,” sambungnya.
Seperti diketahui, DPR menggelar forum penyampaian aspirasi yang dihadiri HMI DIPO, perwakilan organisasi keagamaan serta kepemudaan, dan mahasiswa dari berbagai universitas di antaranya Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPP GMNI), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), serta Himpunan Mahasiswa Islam – Majelis Penyelamat Organisasi (HMI-MPO).
Dari unsur BEM, hadir pula Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) faksi Kerakyatan, BEM SI faksi Rakyat Bangkit, Badan Eksekutif Mahasiswa Nusantara (BEM Nusantara), BEM Perguruan Tinggi Negeri se-Nusantara (BEM PTN se-Nusantara), Dewan Eksekutif Mahasiswa Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (DEMA PTKIN), serta BEM Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah (BEM PTMA).
Kemudian, ada juga Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Hindu (PP GMH), BEM Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta (BEM UPNVJ), BEM Universitas Indonesia (BEM UI), Pengurus Pusat Himpunan Mahasiswa Ilmu Politik se-Indonesia (PP Himapolindo), hingga Presiden Mahasiswa Universitas Trisakti.
Aksi demontrasi sendiri melahirkan ‘17+8 Tuntutan Rakyat’ yang beberapa waktu belakangan ini ramai bermunculan di berbagai media sosial dan diunggah ulang oleh ribuan warganet hingga influencer ternama.
Selain influencer, 17+8 Tuntutan Rakyat ini juga diperkuat oleh 211 organisasi masyarakat sipil seperti YLBHI, PSHK, Ikatan Mahasiswa Magister Kenotariatan UI, Center for Environmental Law & Climate Justice UI, dan kelompok buruh. Tuntutan tersebut ditujukan kepada Presiden Prabowo Subianto, DPR, TNI, Polri, ketua umum partai politik, dan kementerian di sektor ekonomi.
Beberapa tuntutan tersebut seperti reformasi DPR, pengesahan RUU Perampasan Aset, pembebasan seluruh demonstan yang ditahan, pembentukan Tim Investigasi Independen kasus Affan Kurniawan, Umar Amarudin, maupun semua korban kekerasan aparat selama demonstrasi 28-30 Agustus, hingga sejumlah tugas bagi Presiden Prabowo Subianto.